Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

XXIV

Kalian tahu seberapa gilanya aku karena belum juga mencapai momen Cass-Nero? Ini membuat tanganku gatal, aku ingin pembicaraan hati ke hati di antara mereka tapi itu terasa sangat mustahil karena Cass praktis adalah gadis yang keras kepala dan Nero pria yang tidak ekspresif.

Jadi jika kalian punya ide tetang momen seperti apa yang kalian inginkan untuk mendekatkan mereka. Beri tahu aku;)

Selamat membaca!

***

Cassia suka berpikir bahwa dirinya cerdas, cukup untuk membuatnya tidak melakukan hal-hal yang jelas lebih merugikan dari pada menguntungkan. Bersama dengan itu muncul anggapan bahwa dia adalah orang yang dingin, tidak berperasaan. Itu mungkin juga benar, dan dia tidak keberatan menanggung asumsi seperti itu. Hanya saja dia tidak selalu seperti ini. Dia pernah menjadi gadis dengan mata yang berbinar dengan harapan. Gadis naif yang ingin melihat dunia sebagai hitam dan putih bukannya seluruh nuansa abu-abu.

Sayangnya mempertahankan gadis itu di dunia seperti ini tidaklah mungkin. Dia akan mati jika menjadi gadis itu. Dia akan dicabik-cabik, dihancurkan, hingga tidak ada yang tersisa jika dia tidak mengambil lompatan untuk mengeraskan hatinya.

"Apa rencanamu?" Fara bertanya padanya, tapi dia tidak bisa mengatakan apa pun. Dia menolak untuk percaya siapa pun. Fara pernah menjadi sahabatnya, bertahun-tahun yang lalu. Cassia tidak tahu apakah mereka masih sekarang. Dia bukan Cassia yang dulu, Fara mungkin juga bukan Fara yang dulu.

"Kenapa kamu berpikir aku punya rencana?" jawab Cass, dia mengetukkan kuku jarinya melawan meja. Menghindari dua pasang mata yang sekarang mencoba mengupasnya.

Griseo Marinus telah kembali tidak lama setelah Fara menemukannya di depan pintu tempat tinggal mereka. Dan sekarang dia berakhir di sini, duduk dengan bodoh karena kecerobohan yang tidak diperhitungkan.

"Kamu ada di sini. Kamu mencari seseorang di sini. Aku berani mengatakan, aku cukup mengenalmu untuk tahu bahwa kamu pasti punya rencana," jawab Fara.

Cass mendengus pada jawaban itu, sedikit kesal karena Griseo Marinus sepertinya tidak berencana untuk mengalihkan mata darinya dalam waktu dekat. Dia benci ketika seseorang mencoba mencari tahu tentangnya. Ketika seseorang berpikir akan bisa memecahkan dirinya seperti sebuah teka-teki. Dia bukan teka-teki. Dan Cass sangat yakin tidak memiliki sisi baik untuk membenarkan pilihannya.

"Kamu terlalu menyanjung dirimu sendiri, Fara." Mata biru Cass memindai gadis di depannya yang sekarang cemberut.

"Kenapa kamu datang?" Suara kasar Griseo Marinus menarik matanya. Pria itu masih menatapnya dengan tatapan itu, tatapan menyelidik, mencari sesuatu darinya.

Apa yang dia cari? Cass tidak tahu.

"Aku mencarimu."

Griseo Marinus menyepitkan matanya. "Kenapa?"

"Perlu mendiskusikan sesuatu tentang apa yang kita berdua sepakati untuk lakukan," jawab Cassia. Dia membalas tatapan Griseo Marinus, melihat jauh ke mata gelapnya dan mencoba mencari di ke dalamannya.

Cassia akan berbohong jika dia tidak penasaran dengan pria ini. Dia ingat pertemuan mereka di tengah perayaan tahun baru. Dia bukan pria yang sepenuhnya kejam atau jahat, tapi Cass tidak bisa menghilangkan getaran itu, getaran yang memberi tahunnya tentang kegelapan, tapi juga panas api. Kebanyakan dia bisa membaca sihir seseorang, merasakan mereka dan menebak. Griseo Marinus jelas memiliki afinitas api, dan dia telah melihat sekilas sihirnya juga, tapi Cass masih merasa ada sesuatu yang lain. Sihir meninggalkan tanda, itu tidak bisa berbohong, karena itulah setiap Gray dan Onix memiliki tanda di kulit mereka.

"Di mana Sabina?" lanjut Cass, sama sekali tidak senang dengan kemungkinan gadis itu akan muncul kapan saja sekarang.

"Di tempat yang kamu harapkan."

Cassia menaikkan kedua alisnya untuk pernyataan itu. "Bersama Griseo Pollux kalau begitu?"

Griseo Marinus menggangguk.

"Kita membuang-buang waktu dengan melakukan semua percakapan dan kecurigaan ini. Kita seharusnya bekerja bersama untuk menjatuhkan Kaisar!" sela Fara, jelas sudah gusar dengan sikap tidak bersahabat Cass.

"Kamu benar-benar tidak mengertikan, Fara?" ucap Cass, jarinya akhirnya berhenti mengetuk meja. "Aku tidak akan bergabung dengan kamu. Dengan kalian."

"Kita punya tujuan yang sama. Kenapa kamu tidak melihat bagaimana—"

"Aku ragu itu. Kamu tidak tahu tujuanku."

"Dia mengatakan yang sebenarnya," ucap Griseo Marinus, suaranya datar tapi Cass merasakan iritasi di suaranya. "Kita tidak tahu apa yang dia inginkan di sini."

Fara memelototi mereka, menunjuk pada Cassia. "Dia ingin membunuh Kaisar." Kemudian beralih ke Griseo Marinus. "Kamu ingin membunuh Kaisar."

Tapi kemudian apa setelah itu? Cass tidak mengharapkan banyak jika dia bisa keluar dari semua ini hidup-hidup. Dia hanya akan mendapatkan jawaban yang dijanjikan ayahnya, dan setelah itu dia tidak peduli. Akan ada kekacauan besar yang tertinggal di belakang jika dia berhasil membunuh Kaisar. Akan ada perebutan kursi kekuasaan tertinggi. Perang terbuka mungkin tidak bisa dihindari tapi Cass merasa tidak terlalu peduli dengan semua konsekuensi itu. Itu bukan urusannya.

"Dia tidak melakukannya untuk tujuan yang sama dengan kita," jawab Griseo Marinus.

"Hanya karena dia tidak tahu tentang Revival bukan berarti dia tidak ingin bergabung, Nero," ucap Fara putus asa, ingin sahabatnya setuju. Untuk mengakui mimpi yang mereka bagi di masa lalu masih sama.

"Jangan salah Fara, aku terkesan. Aku benar-benar kagum dengan betapa kamu tidak berubah. Kamu masih gadis naif itu. Tepat seperti saat aku mengirimmu pergi. Tidak tahu bagaimana kamu bertahan hidup selama ini," ucap Cass, senyuman mengejek telah membuat sudut bibirnya berkedut. "Tapi aku tidak akan pernah mempertaruhkan diriku untuk kelompok pemberontak yang bodoh. Bukan untuk apa pun selain untuk diriku sendiri."

"Kenapa? Kenapa kamu begitu keras kepala untuk menutupku? Untuk menjadi kejam dan tidak berperasaan, kenapa?"

"Aku sudah bilang, aku bukan gadis itu lagi. Jadilah nyata. Berhenti melihatku sebagai pahlawan. Aku bukan." Dengan itu Cass mengatupkan rahangnya. Menatap dalam diam saat kilau di mata Fara meredup.

"Aku tidak percaya," ucap Fara, suaranya bergetar dengan rasa sakit hati. Dia menggelengkan kepala dalam penyangkalan sebelum berdiri dan meninggalkan Cass sendirian bersama Griseo Marinus yang sekarang menatapnya dalam penilaian.

"Itu kejam," ucap Griseo Marinus tenang.

"Dunia itu kejam," balas Cass sama tenangnya.

"Yah, itu masih tidak menjawab pertanyaanku. Apa yang kamu lakukan di sini?"

Cass mengeluarkan sisa dari akar Red Heaven yang dia miliki. Menyodorkannya ke arah Griseo Marinus. "Kamu tahu apa yang harus dilakukan bukan? Dosis yang cukup dan tambahkan sentuhan sihirmu, selesaikan ini."

"Kapan?"

Itu satu-satunya hal yang dikatan Griseo Marinus sebagai tanggapan.

"Besok malam, tepat di saat Kaisar meminta kehadiran Nona Sabina."

"Bagaimana kamu tahu Kaisar akan menginginkannya besok malam?" Mata Griseo Marinus menyempit dengan curiga.

"Ada beberapar keuntungan dari menjadi favorit Kaisar, aku rasa."

Cassia menawarkan senyum yang ceroboh, senyum yang mengolok-olok bahwa di antara mereka berdua, dia mungkin menjadi orang yang lebih dekat dengan peluang membunuh Kaisar. Akhirnya dia berdiri, bersiap untuk pergi dan melupakan bagaimana pertemuannya dengan Fara telah mengguncangnya.

"Apa yang sebenarnya menjadi motivasimu, Nona Cassia?" tanya Nero tanpa mendongak. Cass menundukkan kepalanya, melihat Nero yang saat ini tidak membiarkan dia melihat ekspresi nyata dalam dirinya. Untuk sesaat dia ingin menjawabnya dengan kata-kata kosong dan tidak berarti tapi anehnya kebenaran keluar dari mulutnya.

"Aku dijanjikan sebuah rahasia yang akan memberiku sesuatu yang tidak pernah aku miliki," jawab Cass pahit.

"Sihir?" Nero mengangkat pandangannya dan mata mereka berseteru, dalam tatapannya Cass menantang pria itu untuk menghakiminya. Untuk menganggapnya egois karena ingin lebih dari yang telah ditakdirkan Dewa.

"Aku lelah menjadi lemah Griseo Marinus. Aku ingin bisa menyakiti siapa pun yang mencoba menyakitiku."

"Dan kamu pikir memiliki sihir akan menjadi solusinya? Aku memilikinya dan aku masih tidak bisa menghentikan orang tuaku dibunuh. Sihir bukan jawabannya, setiap orang memiliki pilihan yang bisa dibuat Nona Cassia," ucap Nero matanya memegang tatapan keras Cassia.

"Mudah untuk tidak menginginkannya ketika kamu memilikinya dalam genggamanmu. Namun pernahkah kamu membayangkan bagaimana jika sihir di dalam dirimu benar-benar lenyap? Pernahkan memikirkan bagaimana rasanya untuk sepenuhnya menjadi tidak berdaya? Jangan beri tahu aku apa yang seharusnya dan tidak seharusnya aku inginkan. Aku sudah cukup diberi tahu tentang apa yang harus aku lakukan dalam hidup ini."

Saat Cass kembali ke kamarnya dia merasa sangat gelisah. Sudah sangat lama dia membiarkan seseorang untuk melihat emosi nyata di dalam dirinya. Dia tidak pernah memberi tahu siapa pun bahwa dia menginginkan sihir. Dan sekarang Griseo Marinus tahu. Kenapa dia mengatakan semua itu? Kenapa dia membiarkan pria itu mempengaruhinya sejauh itu? Cass menutup matanya dan wajah tanpa ekspresi Griseo Marinus balas menatapnya.

"Aku tidak peduli apa yang dia pikirkan tentangku," desis Cass kesal, marah pada dirinya sendiri karena menjadi lemah. Tidak ada ruang untuk emosi di sini. Dia tidak pergi sejauh ini hanya untuk gagal.

***

Lebih banyak komentar?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro