XVII
Lucu bagaimana waktu bisa tergelincir begitu saja saat seseorang berharap bisa bertahan selamanya. Cassia tidak mengharapkan pertemuan ke dua yang begitu cepat. Tapi matahari telah tergelincir setengah jalan untuk tenggelam di balik hamparan bukit gurun pasir. Dia bisa melihat kilau kemerahan langit melalui jendela kamarnya. Jauh membentang melalui hutan adalah gurun tak berujung yang menyengat panas, itu terasa sangat jauh dari oasis tempat sejuk ini.
"Anda ingin meminum tehnya sekarang?" tanya Iovita sembari meletakkan cangkir porselen di depannya.
Cass berkedip, mengalihkan perhatiannya dari jendela dan memberi gadis itu seulas senyum. "Kamu baik sekali, Iovita."
"Paket dari Ayah Anda. Diseduh persis seperti yang Anda katakan."
Cass mengangguk. Mengambil cangkir dan membawanya ke bibirnya tapi kemudian berhenti.
"Aku lupa tentang kain Stolaku. Kaisar menginginkanku malam ini," Cass tidak melewatkan mata lebar gadis pelayanannya, "seseorang seharusnya mengambilnya dari penjahit-"
"Kenapa Anda baru mengatakan ini sekarang?" Kepanikan merasuki suara Iovita. Rasa takut tidak mungkin salah lagi. Itu ada dalam suaranya. Dalam tatapan liar mata biru itu.
"Maafkan aku, dengan semua pikiran liar yang bermain di dalam kepalaku, sepertinya detail kecil itu terlewat," ucap Cass dengan padangan menyesal.
"Saya akan berlari untuk mendapatkan kain itu dan kembali untuk membantu Anda mempersiapkan diri. Seseorang seharusnya memberi tahu saya, tapi sepertinya seseorang juga lupa karena saya orang baru."
Cassia bahkan tidak sempat mengangguk sebelum Iovita bergegas keluar dari ruangnya.
"Yah, terlalu banyak pikiran dan ...
itu akan menjadi cara yang baik untuk menyingkirkan kamu saat aku meminum dosis racunku hari ini," gumam Cassia pelan, lalu seperti hari yang lain dia meminum tehnya.
Efeknya hampir seketika. Rasa sakit membelah kepalanya dan kesadarannya akan dunia nyata mengabur. Dia bisa melihat monster, perhatikan mereka berusaha untuk menyeretnya. Cassia mencengkeram tepian meja dan meraba-raba laci tempat dia menyimpan kain linen. Saat batuk mendorong tenggorokannya, dia menangkup kain di mulutnya. Butuk meretas tenggorokannya hingga sesak saat darah mengotori kain. Dia mengabaikan ketukan menegur yang datang dari pintunya, memilih fokus pada pernapasanya. Jika dia tidak bisa menyembunyikan efek meminum Bloodfever lebih baik dari ini, rahasianya akan keluar lebih cepat dari kedipan.
Serentetan batuk mengerikan lain keluar dari mulutnya. Tinjunya mengepal pada kain yang kini bebercak darah. Seseorang mendobrak masuk melalui pintu dan Cass meremas kain, segera mendorongnya kembali ke laci. Saat dia mendongak Griseo Pollux sudah berdiri di dekatnya, mata menyepit dengan curiga.
"Aku pikir kamu sekarat," ucap Griseo Pollux datar. Matanya tidak menyimpang dari wajah Cassia, yang Cass yakin saat ini sangat merah.
Membuat suara dengkus yang paling tidak sopan dengan hidungnya, Cass kemudian menyeringai. "Maaf mengecewakan kamu, Griseo Pollux. Tapi aku hanya tersedak tehku. Terlalu cepat menelan."
"Sayang sekali," dengus Griseo Pollux dan dia berbalik untuk kembali keluar tepat saat Iovita kembali. Wajah gadis itu merah cerah seperti milik Cassia. Mungkin karena dia berlari sepanjang jalan. "Kamu, Persiapkan dia dengan pantas!"
Mata Griseo Pollux melotot pada Iovita, membuat gadis melompat dan buru-buru mengangguk.
"Ayolah, jangan kejam pada seorang pelayan muda hanya karena kamu sangat kesal padaku."
Kata-kata Cass diabaikan sepenuhnya dan Cass berharap bisa menyingkirkan Griseo Pollux lebih cepat. Sesegera mungkin. Akan menyenangkan untuk melepaskan punggungnya dari duri itu.
"Saya rasa Griseo Pollux kesal," gumam Iovita. Meletakkan kain yang sebelumnya dipeluknya erat-erat.
Lebih seperi benar-benar sangat kesal, pikir Cass.
"Yah tidak ada yang bisa kita lakukan dengan itu, bukan?" Cassia berdiri, mulai melepaskan Stola ringan yang ia kenakan. Iovita bergegas di sisinya. Membantunya melepaskan bros dan ikatan.
"Anda pikir Kaisar akan memiliki preferensi khusus?"
Cass mengangkat bahunya membiarkan kain jatuh dengan kusut di kakinya. Tidak terganggu dengan kulit putih tanpa cacat miliknya terpapar udara yang mulai mendingin.
"Jika Kaisar memilikinya aku tidak pernah tahu itu," jawab Cass lalu buru-buru menambahkan, "tapi jika Kaisar memang memiliki preferensi khusus, aku yakin itu telah diurus. Mengingat semua yang akan aku kenakan malam ini telah disediakan olehnya. Jika bukan secara pribadi pasti seseorang yang mengenal Kaisar dengan cukup pribadi."
Mata Cass jatuh pada tumpukan kain dan perhiasan. Parfum dan riasan. Tidak ada pertanyaan apa yang sedang dia tuju. Terserah dia untuk memainkan gim ini.
***
Di luar Cass terlihat tenang, terkendali, mungkin juga sedikit bersemangat. Tangannya terkulai di sisi tubuhnya dengan santai saat dia mengikuti Griseo Pollux. Menatap punggung besar pria itu dengan mata yang tidak akan membocorkan rahasia pemiliknya. Dia telah berlatih menipu seperti ini, untuk tidak pernah menunjukkan kelemahan bahkan saat dia merasa paling lemah. Namun ada bagian dari tubuhnya yang masih tidak bisa menipu, bagian dari dirinya yang akan menumpahkan semua kebenaran. Jantungnya. Itu terdengar begitu keras. Cassia bersumpah dia bisa mendengarnya. Berdetak. Berdetak. Berdetak. Seolah jantungnya ingin melompat ke tenggorokannya.
Kompleks pribadi Kaisar ada di sisi timur dari tempat gadis merpatinya ditempatkan. Ke sanalah Cass pergi. Sedikit gugup dan ingin tahu. Dia fokus pada dua perasaan itu karena itu lebih mudah untuk ditangani dari pada rasa dingin dari ketakutan yang mencengkeram tengkuknya.
Matahari telah terbenam sepenuhnya saat Griseo Pollux menyeretnya dengan tidak sabar dari kamarnya. Membawa sebuah lentera yang sekarang menjadi satu-satunya sumber pencahayaan mereka melewati jalan paving. Cassia merinding saat melewati kolam tempat gadis merpati dipaksa berlutut. Dia hampir sepenuhnya meninggalkan kolam di belakang saat cahaya lentera lain berjalan di sisi berlawanan dari mereka. Cass menyepitkan matanya untuk melihat dengan lebih baik dan mengenali rambut merah Griseo Marinus sebelum melihat Sabina mengikuti di belakangnya.
Mata hitam Griseo Marinus menemukan tatapannya dan Cass tersenyum. Kemudian tersenyum lebih lebar saat rahang tegas Griseo itu menegang, tapi hanya itu reaksi yang berhasil dia tangkap dalam kegelapan saat mereka saling melintasi. Dia melihat anggukan yang dipertukarkan antara Griseo Marinus dengan Griseo Pollux. Lalu dia beralih pada Sabina, perhatikan matanya yang perlahan menyimpang pada sosok Pollux di depannya. Mungkin apa yang terjadi di luar pemandian benar-benar akan berhasil, karena Cass juga melihat kepala Griseo Pollux yang miring ke arah Nona Sabina sebelum kembali ke depan.
Cassia menghentikan langkah kakinya, tersenyum pada gadis merpati lainnya seolah dia tidak sedang menuju ke sarang kematian untuk menyapa dengan suara riang, "Mencari udara segar, Sabin?"
Gadis itu menghentikan langkahnya juga. Mata violet bersinar dalam kegelapan saat kepalanya menoleh pada Cassia. "Griseoku di sini berpikir akan bagus bagiku untuk menghabiskan lebih banyak waktu di luar ruangan. Mengingat aku hanya menum anggur ketika berada dalam sebuah ruangan."
"Ohh, itu sangat perhatian. Aku yakin juga telah minum cukup banyak." Cass tidak melakukan itu, dia suka kepalanya jernih seperti kaca. "Tapi Griseoku bahkan tidak menawarkan tur yang layak."
Itu membuat Griseo Pollux berbalik untuk melotot padanya. Cass pikir pada suatu waktu bola mata itu akan benar-benar melompat keluar dari rongganya. "kita sedang menuju ke suatu tempat, Nona. Tolong percepat!"
"Tentu Griseo Pollux," jawab Cass, memutar bola matanya dalam kegelapan. "Griseoku tidak pernah memiliki kesabaran."
"Aku melihat itu. Dan ... semoga beruntung? Semoga Dewi Tsara bersamamu?" ucap Sabina kaku.
Cass tidak berpikir ada keberuntungan di tempat yang dia tuju tapi dia mengangguk. Melihat sekilas pada Griseo Marinus yang masih memperhatikannya. Lalu dia bergegas menyusul Griseonya. Mengeratkan jubah yang menutupi kain stola titip di bawahnya saat angin gurun yang dingin menerobos pepohonan dan membuatnya menggigil.
***
Haha! Ternyata kita belum bertemu Kaisar di bab ini tertawa jahat. Eits! Tapi bab berikutnya aku janji kita akan sampai di sana. Ranjang atau tidak ada ranjang?
20 vote dan bab berikutnya update! Kalian boleh mencaciku karena ini tapi kalian tidak boleh menyalahkanku karena merindukan bintang-bintang itu. Tinggalkan komen juga, itu sangat berarti bagiku. Bahkan jika hanya menyapa atau mencaci A/N ini. Semoga kalian menikmati pembaruan ini!
Ohh dan jagan lupa senin Fall In the Smoke and Ember update yay!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro