XIX
Ada begitu banyak alasan Nero tidak seharusnya berada di sana. Berdiri dalam bayang-bayang saat menit yang menyiksa terus berlanjut. Bukan urusannya jika Nona Cassia menghabiskan malam dengan Kaisar saat ini. Dia seharusnya tidak ingin tahu, atau merasa gelisah, bahkan khawatir untuk gadis yang telah mengancamnya. Namun Nero merasakan semua itu sejak dia melihat Nona Cassia menuju kompleks Kaisar. Dan dia telah kehilangan akalnya.
Seperti setiap malam yang lain, Gadis Merpati yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya akhirnya pingsan setelah melewati beberapa gelas anggur. Tidak perlu banyak usaha untuk mengawasi Nona Sabina di malam hari. Jadi dia mengambil keuntungan dari itu. Membuat tindakan gegabah dan ceroboh saat dia menyelinap ke sayap tempat Nona Cassia tinggal. Dia ingin melihatnya. Untuk apa? Nero tidak tahu. Memastikan Nona Cassia kembali hidup-hidup? Memastikan dia baik-baik saja? Sekali lagi itu bukan urusannya, tapi dia tidak bisa menghentikan perutnya yang mengepal setiap kali memikirkan apa yang harus dialami Nona Cassia saat ini.
"Tidak ada yang bisa dilakukan," ucap Nero pelan. Dia bahkan tidak yakin kenapa dia masih menunggu. Sudah hampir dua jam sejak pertemuan singkat mereka di dekat kolam. Sebagian dari dirinya berpikir Kaisar mungkin akan menahannya sampai fajar, pikiran itu membuat Nero ngeri.
Dia ingat tatapan yang Nona Cassia gunakan saat mengancamnya. Meskipun dia terlihat keras, ada rasa takut di sana. Seorang wanita muda yang dipaksa untuk masuk ke dalam nasib yang tidak diinginkan. Itu membuat Nero marah dan gusar. Pikiran-pikiran gelap bermain di kepalanya saat dia memikirkan yang terburuk. Kenapa dia peduli? Dia praktis tidak mengenal Nona Cassia. Mereka adalah orang asing. Hanya saja wajah itu. Tatapan itu. Nero tahu dia berada dalam masalah jika dia merasa seperti ini. Ivory adalah hal yang indah. Hal yang lembut. Dia tahu daya pikatnya. Dan jika dia terjebak dengan satu, dia bodoh. Dengan pikiran itu dia hampir memutuskan untuk kembali. Hanya dihentikan oleh langkah kaki yang datang dari lorong. Nero mundur lebih jauh ke tempat persembunyiannya. Ke balik dinding yang berbelok dari sisi lain lorong tempat suara itu datang.
Dua set langkah semakin dekat. Satu terdengar lebih ringan dari yang lain, dan Nero mengintip untuk mengonfirmasi dugaannya. Sedikit terkejut saat menemukan Nona Cassia memimpin Griseo Pollux yang gusar di belakangnya. Fakta bahwa Nona Cassia hampir terlihat persis seperti saat mereka berpapasan mengendurkan ikatan di perut Nero, dan di saat yang sama membuatnya curiga. Semua Griseo yang pernah bertugas menjaga Gadis Merpati sebelumnya telah menyatakan dengan jelas apa yang dilakukan Kaisar saat meminta kehadiran gadisnya. Tidak ada pilihan. Tidak ada jalan keluar. Namun ini dia, Nona Cassia sepertinya terus menjadi pengecualian. Dia terlihat tidak tersentuh. Pakaian utuh. Tidak ada kusut. Tidak ada helaian rambut yang keluar dari tempatnya. Wajah dan posturnya angkuh seperti yang Nero ingat.
Nero masih memperhatikan saat keduanya berhenti di pintu, yang Nero tahu telah menjadi kamar Nona Cassia. Sekali lagi terkejut saat gadis itu yang mengeluarkan kunci dan masuk ke dalam. Dia tidak bisa mendengar apa yang dikatan Nona Cassia pada Griseo Pollux, tapi pria itu semakin kesal sebelum akhirnya berbalik dan Nona Cassia membanting pintunya tertutup.
Rasa penasaran mencekik Nero. Adalah sembrono untuk berdiri di sini, tapi apa yang dia pikirkan sekarang benar-benar bodoh. Hanya saja dia tidak melihat kesempatan yang lebih baik. Tidak ada yang menjamin mereka akan pernah mendapat kesempatan lagi untuk pembicaraan dengan privasi. Tidak ada sampai dia berhasil menyingkirkan Griseo Pollux dan Nona Sabina. Jadi sekali lagi Nero membuat keputusan yang gegabah.
Dengan langkah tenang Nero keluar ke lorong, berjalan seolah keberadaannya di sana bukanlah sesuatu yang salah. Saat dia mencapai pintu, dia memiliki keraguan singkat di mana dia mungkin telah jatuh dalam permainan yang bodoh. Tapi dia telah pergi sejauh ini jadi akhirnya dia mengetuk dan pintu seketika terbuka. Seolah Nona Cassia tidak pernah pergi jauh dan hanya bersandar di sana selama ini, menunggu seseorang mengetuk pintunya.
Pada tampilan pertama, Nero bisa melihat wajah yang begitu cantik itu dipenuhi teror, mata yang penuh dengan rasa tak berdaya dan kerusakan. Namun dengan cepat semua ekspresi itu ditarik dan pintu emosinya dibanting tertutup. Mata itu berkedip dan kemudian ada tatapan angkuh itu lagi. Nero tidak tahu lagi mana yang menjadi Nona Cassia asli. Gadis angkuh itu. Atau gadis sedih dan rapuh, yang untuk sesaat bisa Nero lihat.
"Griseo Marinus? Kejutan yang menyenangkan, tapi ... aku sangat yakin kamu tidak seharusnya ditemukan di sini."
"Biarkan aku masuk." Begitu kata-kata itu keluar Nero merasa ngeri.
Rupanya bukan hanya dia yang berpikir itu ide yang buruk karena kemudian Nona Cassia mengangkat alisnya dan mendesah, "Itu bukan ide yang cerdas."
"Apakah kamu baik-baik saja?"
Alis Nona Cassia terangkat semakin tinggi pada pertanyaan itu, dan senyum mengejek tertekuk di mulutnya. "Aku senang seseorang peduli dengan kesejahteraanku, tapi perhatianmu salah tempat Griseo Marinus. Kamu harus pergi."
"Beberapa saat," ucap Nero.
"Griseo Pollux dan gadis Ivory milikku akan berada di sini dalam beberapa saat. Apa yang akan mereka pikirkan jika menemukan kamu berada di kamarku?"
"Aku akan keluar sebelum mereka kembali."
Dengan itu Nona Cassia mendesah, sedikit mundur untuk membiarkan Nero masuk. Dia menunggu Nona Cassia menutup pintu tapi dia tidak melakukannya. Gadis itu hanya berbalik ke arahnya dengan sikap tenang yang memuakkan. Dia ingin melihat tembok itu runtuh. Untuk melihat sesuatu yang nyata dari gadis ini. Namun sepertinya ada pembatas yang begitu tebal dan mustahil untuk menembusnya.
"Sekarang apa?"
"Apakah dia menyentuhmu?" Nero praktis menggeramkan kata-katanya. Itu tidak membuat Nona Cassia tersentak atau mundur, gadis itu hanya menatapnya dengan bosan.
"Apakah Kaisar dan aku berhubungan intim? Itukah yang kamu tanyakan?" Nero mengangguk dengan enggan. "Itu bukan urusanmu—"
Kali ini Nero benar-benar menggeram membuat suara bergemuruh yang membuat Nona Cassia menyepitkan matanya dengan tidak setuju ke arahnya.
"Tapi ... jika kamu begitu ingin tahu, aku akan memberi tahumu. Tidak, kami tidak berhubungan intim. Kami hanya makan malam dan melakukan percakapan yang ramah."
Nero tidak tahu betapa dia sebenarnya sangat tegang sebelum mendengar pernyataan itu. Tidak menyadari betapa itu membuat dadanya sesak dan sulit bernapas sampai akhirnya dia mendengar kata-kata itu langsung.
"Bagaimana mungkin?" tanya Nero, dan meskipun dia merasa seperti seorang bajingan mutlak karena bertanya. Dia tetap melakukannya, karena dia ingin tahu. Apa yang ada di antara Kaisar dan gadis ini.
"Aku sangat pandai membujuk."
Nero mendengus, dia yakin itu benar. Nona Cassia tidak diragukan lagi sangat persuasif. "Tapi bagaimana?"
"Kenapa peduli?"
"Kamu mungkin bisa membantu kami."
Dan begitu saja mata Nona Cassia berubah sedingin es dan sekeras batu. "Kamu harus pergi."
"Orang-orang sekarat di luar sana. Mati dan berada di bawah ketidak adilan saat panen mereka diangkut tanpa harga. Saat ternak mereka diambil. Saat orang tua dipisahkan dari anaknya. Saat setiap Ivory menahan napas dengan rasa takut untuk—"
"Cukup! Aku tidak akan terlibat agenda bodohmu. Aku pasti tidak akan terlibat dengan pemberontak konyolmu. Aku punya tujuanku sendiri. Dan aku sangat yakin tidak ingin mempertaruhkan leherku untuk seseorang yang sama sekali tidak aku kenal dan seseorang yang tidak peduli sedikit pun tentangku. Tawaranku masih sama. Aku akan menyimpan rahasiamu tetap aman, dan kamu menyingkirkan Griseo Pollux."
Saat itu Nero tidak tahu lagi mana yang lebih mendominasi perasaannya, kesal atau kecewa, tapi kata-kata yang keluar dari mulutnya terdengar sangat pahit. "Kamu adalah hal yang paling menyedihkan dan tidak berharga."
Jika kata-katanya memengaruhi Nona Cassia, gadis itu tidak menunjukkannya. Tatapan dan ekspresinya tetap dingin saat dia membalas, "Dan kamu sepenuhnya sia-sia. Pergi Griseo Marinus, jangan membuat dirimu masuk ke dalam masalah yang tidak bisa kamu tangani."
"Persetan!" desis Nero sihir mengaduk di dalam dirinya saat kemarahannya dihidupkan.
Dia merasa bodoh karena pernah peduli gadis itu. Pernah mengkhawatirkannya. Saat kenyataannya gadis itu hanyalah sebuah omong kosong yang sombong dan egois. Nero menyeruak melewati Nona Cassia saat dia keluar dari kamarnya, secara efektif mendorongnya menyingkir saat emosi memakannya. Dia meninggalkan kamar itu, dan bersumpah tidak akan memikirkan gadis dengan mata yang begitu pucat dan rambut yang disepuh emas. Hanya saja dia tidak bisa menyangkal kelegaan di dadanya karena menyadari Kaisar tidak menyentuhnya. Belum menyentuhnya.
***
Update lagi! Wah aku merasa bangga bisa update secepat ini. Menurut kalian aku bisa update lagi besok? Kita akan lihat!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro