XIV
Bara di perapian sudah lama menjadi abu saat Cass bangun. Ada momen singkat di mana dia lupa di mana dia tidur, hanya detik singkat sebelum dia mengingat semua yang terjadi malam sebelumnya. Dia mendorong dirinya bangun, menyingkirkan selimut bulu yang membungkus setengah tubuhnya tepat di saat Iovita memasuki ruangan.
"Anda sudah bangun," sapa Iovita gugup. Itu terlihat dari cara tangannya meramas-remas kain stola polosnya, dan bagaimana matanya terus berpaling ke pintu.
"Apa yang salah?"
Gadis itu menggigit bibirnya dengan khawatir tapi akhirnya kata-kata berhasil menggerakkan lidahnya. "Griseo di luar sangat kesal. Dia telah menggedor pintu sejak setengah jam terakhir."
"Aku dengar Griseo Pollux memang memiliki temperamen yang buruk." Cass berdiri, gerakan malas dan lambat.
"Anda harus membiarkannya masuk," ucap Iovita hati-hati. Cass penasaran apa yang telah didengar gadis itu di luar sana tentang dirinya. Karena jelas usaha mengambil kepercayaan itu tidak berjalan lancar. Gadis itu sekaku papan di sekitarnya.
"Di mana kamu meletakkan sisir semalam?" tanya Cass mengabaikan kekhawatiran Iovita sepenuhnya.
"Nona—"
"Bukankah kita setuju kamu akan mulai memanggilku Cassia?"
Gadis itu mendesah kalah saat dia berlari ke sisi lain ruangan tempat meja kecil dan rak-rak berada. Dia menarik salah satu rak dan mengambil sisir tulang di dalamnya, membawanya pada Cassia.
"Jika Anda membuka pintu saya bisa menyiapkan air panas untuk Anda mandi."
Cass mengambil sisir yang ditawarkan Iovita, mulai bekerja untuk menguraikan kekusutan di rambut pirangnya. Rambut Cass cukup panjang hingga mencapai pinggul, warna pirang emas yang berkilau jika berada dalam pencahayaan yang tepat. Cass suka berpikir itu salah satu fitur terbaiknya, tubuh Ivory adalah senjata, dan Cass suka merawatnya.
"Aku akan menggunakan pemandian hari ini," jawab Cass, Iovita tidak menyatakan keberatan jadi Cass melanjutkan, "sementara aku di sana. Aku ingin kamu mengambil paket dari ayahku. Bisakah kamu?"
"Tonik yang Anda bicarakan semalam?"
Cassia mengangguk, dan gadis itu mengikuti di belakangnya saat dia bergerak ke ruangan lain. Tiba-tiba Cass berhenti sebelum mencapai pintu dan melihat melalui bahunya. "Aku serius saat mengatakan aku ingin kita berteman, Iovita."
Tidak menunggu tanggapan untuk pernyataannya, Cass memutar kunci dan membuka pintu. Siap dengan seringai sombong saat tatapan gelap Griseo Pollux membekukan jalannya.
"Berikan kuncinya padaku!" ucap Griseo Pollux, menggeram rendah saat Cass berjalan melewatinya. Dia tidak tahu di mana pemandian, tapi dia bisa mencari tahu.
"Apakah kamu menghabiskan sepanjang malam berdiri di depan pintuku?" tanya Cass santai, mengabaikan bayangan yang mendidih dengan kemarahan di punggungnya.
"Aku bisa menghancurkanmu dengan mudah."
Kata-kata itu tidak diucapkan lebih keras dari pada bisikan tapi saat Cass mendengarnya, hatinya berhenti sedetik sebelum memulai ritme yang penuh dengan kemarahan. Dia telah diremehkan seumur hidup. Dianggap tidak layak untuk memiliki mimpinya sendiri. Dia telah mengalami ketidak adilan lebih dari yang pantas dia dapat. Dan itu semua membuatnya lelah untuk selalu dianggap lemah.
"Kamu bisa mencoba," kata Cass tenang, bahkan dia tidak mengurangi kecepatannya. Semua yang dia tunjukan hanya sikap apatis dan Cass tahu pasti itu membuat Griseo Pollux kesal.
Jadi saat Cassia mencium aroma sihir paling samar dan kemudian merasakan sihir pertama menggeliat di udara, dia tidak terkejut. Langkah kakinya berhenti tepat sebelum dia bisa tersandung batu yang menonjol melalui lantai yang datar. Trik kotor yang dulu sering digunakan anak-anak, Cass muda mungkin pernah jatuh karena trik semacam itu. Namun dia bukan lagi Cassia muda yang memohon pada kasta yang lebih tinggi untuk meninggalkan dia sendirian. Dia tidak akan pernah memohon lagi. Karena itu bukan cara kerja dunia. Jika kamu menginginkan sesuatu, kamu bertarung dan mengambilnya.
"Tidak cerdas untuk memulai konfrontasi denganku, Griseo Pollux," ucap Cass dengan suara muram, seolah dia benar-banar kecewa dengan keputusan yang dibuat Griseonya.
"Kamu hanya seorang Ivory! Kamu sebaiknya ingat tempatmu."
Berbalik, dan menemui mata sombong Griseo Pollux, Cass bersiap untuk menerima sihir ringan yang akan datang darinya lagi, sihir yang Cass yakin dimaksudkan sebagai gertakan. Hanya saja itu tidak datang.
"Aku mungkin Iovry, tapi aku di bawah perlindungan Kaisar."
"Bagaimana jika aku tidak peduli?" Griseo Pollux mencondongkan tubuh besarnya ke depan. Postur yang diharapkan menjadi mengancam. Memamerkan seringai yang menunjukan seluruh giginya.
"Tapi aku tahu kamu peduli dan aku tahu kamu tidak akan mengangkat tangan padaku. Ada alasan kenapa tidak pernah ada Griseo yang menyerang Gadis Merpati." Ketika Griseo Pollux menekan bibirnya dalam garis keras yang kesal, Cass melanjutkan, "Kaisar tidak akan mengampuni tindakan semacam itu bukan? Kami berharga lebih dari pada kamu."
"Kamu akan menyesal ketika tahunmu selesai."
"Kita akan lihat," balas Cass, sudah kembali tersenyum dengan cantik karena mungkin saat tahunnya berakhir—tidak akan ada lagi Kaisar. "Dan jika kamu bisa menjadi baik untuk sesaat, aku akan menghargai seseorang yang bisa menunjukkan jalan ke pemandian."
***
Di rumah, Cass punya bak mandi yang cukup besar untuk menampung dirinya. Dia suka berendam dengan air hangat yang dicampur dengan garam mandi, dan herbal. Aroma lemon verbena adalah favoritnya selama ini, tapi dia tidak menolak kolam pemandian air panas sebagai ganti bak mandi. Tidak ada orang saat dia mencapai pemandian, meski begitu beberapa obor dibiarkan menyala tanpa gangguan. Cass tidak akan tahu apakah obor itu dimantrai agar tidak pernah padam atau seseorang bekerja untuk menjaga sumbunya tetap menyala. Namun dia tahu pasti sihir harus diterapkan pada air di kolam. Tidak ada sumber mata air panas di sekitar untuk memungkinkan membuat air hangat di dalam sini.
Cass melepaskan alas kakinya, sebelum beralih untuk melepaskan satu per satu kain dari tubuhnya. Senang bisa memiliki tempat itu untuk dirinya sendiri. Beberapa jam tambahan sebelum dia harus mencari tahu apa yang sebenarnya harus dilakukan Gadis Merpati untuk Kaisar. Cass tidak cukup naif untuk percaya bahwa dia akan menerima semua kemewahan tanpa membayarnya. Perlahan langkah kakinya yang lembut menyentuh granit halus di tepi kolam sebelum dia masuk, dan duduk. Air mencampai dadanya saat dia bersandar di tepi dangkal kolam. Air hangat membuat ototnya yang tegang mengendur. Menyandarkan kepalanya di tepi kolam, Cassia memejamkan matanya.
"Aku bisa berada di sini selamanya." Bibir Cass bergerak tanpa suara, saat tangannya bekerja untuk menggosok kulitnya. Dia membayangkan tidak ada lagi Kaisar, tidak ada lagi ayahnya, tidak ada lagi sihir di dunia ini. Itu akan menjadi dunia yang bebar-benar berbeda. Apakah itu dunia yang lebih baik? Cass tidak tahu, tapi itu pasti akan menjadi dunia yang adil.
Dia sedang membasuh rambut saat suara di luar pemandian menarik perhatiannya. Mata Cass terbuka dan dia benci waktu pribadinya harus berakhir lebih cepat. Mungkin beberapa gadis lain memutuskan tidak ingin mandi dengan baskom dan kain lap sama sepertinya. Jadi dia menunggu seseorang masuk, tapi tidak ada yang bergabung dengannya. Itu aneh, dan Cass tidak pernah mengabaikan keanehan, bahkan yang peling kecil sekali pun. Karena terkadang hal kecil membuat banyak perbedaan.
Perlahan dia keluar dari kolam, air menetes dari rambutnya ke wajahnya. Udara dingin menampar kulitnya yang basah, membuat giginya menggigil saat dia meraih kain yang dia tinggalkan di dekat kolam. Cassia membungkus tubuh dengan cepat tidak peduli bahwa dia belum cukup kering dan membasahi kain stola, membuat mereka menempel di lekuk tubuhnya. Dia berjalan tanpa alas kaki, memegang sandalnya di tangan saat merayap tanpa suara ke pintu masuk. Mungkin itu bukan hal yang paling cerdas, tetap saja, Cass tidak bisa menahan diri.
Dia bisa merasakan sihir di udara sebelum mencapai pintu masuk. Tanda sihir yang tidak mungkin bisa diabaikan. Itu manis dan pahit seperti rasa cokelat paling kaya. Sihir yang kuat dan dia bersumpah kata kotor untuk para Dewa saat dia menekan tubuhnya ke dinding. Seseorang menggunakan sihir. Untuk apa? Lebih penting lagi—untuk siapa?
Cass berdebat dengan dirinya sendiri, apakah dia harus terus dan melihat atau tinggal sampai orang lain memastikan sudah aman untuk keluar? Setidaknya sihirnya tidak terasa kejam, itu bukan jenis sihir yang dimaksudkan untuk menyiksa. Bahkan itu terasa lembut dan membujuk. Cass cukup tahu rasa sihir, telah bersikeras untuk mempelajarinya dari Mistress Valentina saat dia mengatakan pada Cass, bahwa sihir membawa tanda. Sejak saat itu Cass belajar. Itu tidak membuatnya bisa menangkal sihir, tapi itu telah memberinya peringatan. Hanya butuh beberapa saat lebih lama sampai akhirnya keingintahuan di dalam dirinya menang. Memaksanya merayap perlahan ke pintu masuk. Dia tetap menjaga dirinya dekat dengan dinding, jadi siapa pun yang ada di luar sana tidak akan melihatnya datang.
Tangannya yang lembab menggenggam sandal lebih erat ke dada, memegangnya seperti tameng di depannya. Cass hampir tertawa membayangkan bagaimana dirinya terlihat saat ini, tetap saja dia tidak menjauhkan sandalnya. Berhenti di tepi pintu masuk, dia mengintip ke lorong. Jantung berdebar saat merinding merayap di belakang lehernya, mulutnya kering saat dia gugup. Lalu dia melihatnya. Berkedip sekali, Cass berharap pemandangan di depannya akan berubah. Itu tidak terjadi.
"Demi Sol yang terang!" umpat Cass pelan, saat dia menyaksikan Griseo Pollux menghancurkan bibirnya pada bibir seorang gadis Ivory. Menyematkan gadis itu dengan efektif ke dinding saat tangannya berada di kedua sisi kepalanya. Rambut pirang gadis itu berantakan, dan untuk satu detik yang singkat Cass bisa melihat mata gadis itu. Mata violet yang jelas berkaca-kaca karena gairah.
Untuk sesaat Cass hampir percaya Griseo Pollux telah mengkhianati Kaisar. Bahwa mungkin penilaian pertamanya salah. Hanya ketika Cass sadar sihir masih kental di udara, dia tahu apa yang dia lihat adalah permainan. Sihir manis di ujung lidahnya dan sedikit seperti cokelat cair sebelum berubah menjadi abu. Cass menjentikkan lidah untuk membasahi bibirnya, lebih gugup dari sebelumnya. Pemilik sihir itu harus dekat. Cukup dekat untuk menjaga gairah dua orang tetap terbakar.
Jadi dia memindai lorong, memperhatikan setiap tempat yang mungkin cukup tersembunyi untuk mengintai. Cass menangkap sedikit gerakan di salah satu ceruk. Bersumpah telah melihat jubah berkibar saat orang di sana bergeser untuk melihat dengan lebih baik pasangan yang sedang berciuman. Dia bisa diam dan menunggu permainan ini selesai. Tidak pernah terlibat sama sekali di dalamnya. Atau dia bisa menggunakan ini. Memanfaatkannya. Dia hanya beberapa meter dari ceruk tempat pengguna sihir itu bersembunyi. Lari cepat akan membawanya dalam hitungan detik.
Itu berisiko. Selalu ada kemungkinan bahwa siapa pun pengguna sihir di sana akan menyerangnya. Namun siapa yang mungkin berada di bangunan ini dan mampu melakukan sihir? Hanya Griseo yang menjaga Gadis Merpati, pelayan Ivory, dan Gadis Merpati itu sendiri yang tinggal di sini. Itu membuat seorang Griseo menjadi tebakan terbaiknya. Seberapa besar kemungkinan seorang Griseo mau menyerangnya? Seberapa banyak pengaruh Kaisar pada mereka? Cass menimbang semua kerusakan sebelum mengambil keputusan.
Griseo Pollux terlalu keras kepala dan Cass tahu dia perlu menyelinap keluar pada beberapa waktu. Jika dia tidak bisa mendapatkan kerja sama dari penjaganya itu akan membuat banyak hal menjadi rumit. Ayahnya telah memberi instruksi yang jelas bahwa sementara dia berada di lingkaran dalam Kaisar, dia perlu mencari tahu semua sekutunya. Hal itu mustahil dilakukan jika dia memiliki bayangan yang menguntitnya. Cass tidak peduli dengan apa yang diinginkan ayahnya tapi pria itu menjanjikan apa yang diinginkan Cass selama ini. Jika secara ajaib dia bisa keluar hidup-hidup dari semua ini—Cass mendesah pada pikiran yang menyedihkan itu.
Dia telah didorong ke nasib ini tapi ketika dia menolak dengan keras kepala malam itu, ayahnya telah melemparkan umpan yang Cass tidak bisa tolak. Sejak saat itu, ini bukan hanya tentang dunia yang lebih baik. Cass masih marah pada takdir ini tapi dia juga terlalu lapar pada janji ayahnya. Janji yang akan dia tuntut untuk jadi kenyataan. Jadi dia membiarkan rencana bermain di kepalanya dan kemudian—dia lari.
***
Maafkan aku karena kembali menghilang, sedih sekali rasanya.
Ohh dan aku ingin bertanya! Apakah kalian akan membenci Cassia jika aku membuatnya benar-benar tidak bermoral? Sejauh ini aku telah membuat gadisku menjadi tanpa perasaan, pahit, dan manipulatif. Apakah kalian akan menganggapnya terlalu berlebihan jika Cass bersedia menyakiti yang tidak bersalah?
Entah mengapa aku membayangkan mata Cass seperti kaca, rapuh dan menyedihkan.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro