Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

X

Sesuatu terjadi di dalam kolam, Cass tahu itu dengan kepastian mutlak dan sebentar lagi dia harus memasuki kolam itu begitu Rhea kembali. Dia tidak bisa mundur sekarang, bahkan jika setiap bagian dari dirinya berteriak untuk tidak melakukan ini.

Mistress Dianara telah menjelaskan apa yang harus mereka lakukan dalam upacara. Mereka hanya harus masuk ke dalam kolam, bersujud sampai Kaisar memerintahkan mereka bangkit dan lakukan apa pun yang diinginkan Kaisar. Cass tidak keberatan dengan bersujud di hadapan seseorang, sentimen seperti itu tidak mengganggu dia. Namun sesuatu yang lain terjadi saat gadis-gadis memasuki kolam, dan Cass tidak cukup bodoh untuk mengabaikan itu begitu saja. Dia cukup yakin sihir yang aneh bekerja di sana, pendar cahaya itu terlalu mencolok untuk diabaikan.

"Kamu siap?"

"Apakah itu penting?" jawab Cass tidak mengalihkan perhatiannya dari sisi lain kolam. Dua gadis yang tersisa bersamanya sangat diam, sementara itu Theodora telah dibawa seorang Griseo yang dinyatakan sebagai pengawalnya menuju tempat tinggalnya.

"Aku pernah ada di posisi itu, dan aku tidak akan berbohong bahwa sesuatu memang terjadi. Orang-orang mengatakan kamu cerdas Cassia, jadi aku harap kamu bisa memutuskan risiko yang mau kamu ambil."

Cass tidak menanggapi peringatan Mistress Dianara. Dia bahkan tidak yakin apakah itu peringatan atau petunjuk. Perhatiannya hanya terpusat pada tubuh Rhea yang sekarang perlahan mundur, kembali dari tempat Kaisar menunggu mereka. Berusaha menenangkan kekacauan di jantungnya, dia bernapas dengan teratur. Ingatkan dirinya bahwa dia telah siap untuk ini. Dia tidak akan panik dan dia akan melewati ini dengan selamat tanpa sihir aneh akhirnya bekerja padanya.

Dorongan ringan dari Mistress Dianara di punggungnya adalah apa yang dia butuhkan untuk mengambil langkah pertama begitu Rhea kembali dan segera seorang Griseo menghampirinya, membungkusnya dengan kain dan membawanya pergi.

Kamu bisa melakukannya Cassia. Dia membisikkan kata itu di kepalanya. Dagu tetap tinggi, punggung lurus, dan dia mengambil lebih banyak langkah percaya diri menuju kolam. Dia berhenti di tepinya, menatap lurus ke arah gazebo. Mencari tahu apakah di balik kain tipis itu Kaisar juga mempelajarinya dengan ingin tahu? Detik lain diperpanjang sampai akhirnya dia menghela napas dan membiarkan satu kakinya masuk ke dalam kolam.

Sentuhan pertama mengirim riak ke seluruh permukaan kolam dan rasa dingin mengencangkan tubuhnya. Itu tidak menghentikan Cass, dia membiarkan kakinya yang lain mengikuti dan perlahan berjalan ke tengah kolam dengan kebanggaan saat matanya tidak menyimpang dari siluet Kaisar. Semakin jauh Cass melangkah semakin dia merasakan sihir yang bekerja. Dia belum pernah merasakan sihir bergejolak di dalam dirinya, belum pernah merasakan mereka ada di sana, tapi saat ini dia yakin itu ada. Seperti sumur yang terlalu dalam tapi di sana, di dasarnya, Cass bisa merasakan lautan sihir. Begitu melimpah tapi terlalu jauh untuk diakses.

Dia merasakan sumur sihir meluap-luap di kedalamannya tapi sebelum dia bisa menyentuh mereka, perasaan sesuatu yang menggeliat di seluruh kulitnya mencengkeram, seperti lintah yang mengisap sumur sihirnya. Itu perasaan paling menjijikkan yang pernah Cass rasakan, seolah dia dirampok dan dilanggar tapi dia tidak berdaya untuk menghentikannya. Melalui semua itu dia tidak mengalihkan perhatiannya dari sosok Kaisar yang tetap tenang. Bahkan saat pendar pertama menyalakan permukaan kolam. Cahaya putih cemerlang yang membutakan mengubah seluruh permukaan kolam yang tenang. Perasaan lintah itu masih bertahan saat cahaya tumbuh lebih terang. Cass diharapkan untuk bersujud, tapi dia akan mati sebelum membiarkan air menyentuh seluruh tubuhnya. Dia tidak akan melakukan itu, itu mungkin adalah taruhan yang berani tapi jika ada satu hal yang sama dari setiap pria, maka itu adalah mereka semua menyukai tantangan. Cass akan bertaruh untuk itu, jadi dia tidak jatuh ke lututnya tapi dia membiarkan punggungnya patah. Dia membungkuk rendah dan menunggu.

Cass bisa merasakan mata padanya, bukan hanya Kaisar tapi juga seluruh Griseo tersembunyi dan gadis lain serta Mistress Dianara. Dia masih menunggu untuk perintah bangkit, untuk perintah cambukan, atau tangan kasar mendorongnya bersujud seperti yang seharusnya dia lakukan, tapi semua itu tidak terjadi. Dia bertahan dalam posisinya, mata tertunduk ke dalam air kolam yang masih menyala putih terang seolah mendidih. Kesabaran tidak asing untuk Cass, jadi dia membiarkan menit hilang, membiarkan rasa sakit yang mulai di pinggangnya ke seluruh punggungnya yang kaku. Itu akan menjadi pertarungan pertamanya dengan Kaisar dan Cass berniat keluar sebagai pemenang.

Ketegangan hidup di udara, semakin parah saat semua sadar bahwa dia tidak akan bersujud. Kakinya mulai mati rasa direndam di bawah air, tapi Cass mempertahankan tubuhnya diam seolah dia patung yang dibekukan. Pada satu titik harus ada yang menyerah dalam pertarungan itu atau mengambil langkah maju. Jika Kaisar menolak maka Cass akan melakukan gerakan itu.

Mengabaikan semua keheningan dan perhatian yang berpusat padanya Cass memiringkan kepalanya ke atas, kembali melihat ke arah Kaisar Darkling yang duduk dengan nyaman. Sudut bibir Cassia terangkat pada senyum terkecil, saat itu tidak ada keraguan dalam tantangan yang dia buat. Pernyataan terang-terangan kalau hanya itu yang akan dia berikan pada Kaisar kecuali pria itu membuat langkahnya sendiri. Gila, terlalu berani, dia mungkin kehilangan kepalanya malam ini, tapi jauh dari semua kemungkinan itu Cass tahu Kaisar akan terlalu sombong untuk mengakui bahwa tentangan kecil yang dia buat telah mengganggunya. Kaisar akan menganggapnya permainan kecil dan melepaskannya meski pada akhirnya Cass tahu dia masih harus membayar permainan kecil ini. Hanya tidak di sini dan tidak sekarang.

"Bangkit! Datang padaku gadisku!" Kata-kata Kaisar lembut, Cass menunggu lima detik lebih lama sebelum menjawab perintah itu, jika dia menggoda nasib maka dia lebih baik bermain tanpa keraguan.

"Terima kasih, Tuanku." Suara Cass yang sama lembutnya melintasi keheningan. Jika ayahnya di sini, Cass yakin dia akan pingsan pada tentangan yang terus menerus Cass lempar. Tidak ada yang berani memanggil Kaisar seperti itu, seolah dia hanya seorang bangsawan.

Cass meluruskan punggungnya, berdiri seolah dia tidak takut. Dia perlu menjaga tampilan dan lebih dari segalanya dia perlu menjaga minat Kaisar. Pembangkangan kecilnya memastikan dia mendapatkan perhatian yang dia inginkan, jadi yang dia perlukan sekarang adalah memperhalus tantangan itu. Cukup menantang tapi tidak cukup untuk menjadi ancaman. Tidak ada waktu untuk memikirkan apa yang akan terjadi berikutnya. Cass mulai bergerak melalui air setinggi lutut, tidak mengalihkan fokusnya dari sosok Kaisar yang tak tergoyahkan.

Kakinya menyentuh anak tangga kayu gazebo, keluar dari air dan perlahan perasaan sihir yang diisap keluar dari dirinya surut. Cass yakin saat dia mengambil langkah ke anak tangga ke dua, kolam di belakangnya telah kehilangan kilau cahaya menjadi gelap sekali lagi. Dia ingin berbalik, ingin melihat dan memastikan tapi itu akan menjadi terlalu berani di pihaknya. Jadi dia tetap fokus pada Kaisar. Naik dengan jantung yang memberontak di tulang rusuknya.

Dia belum pernah melihat Kaisar, hanya segelintir orang yang benar-benar pernah melihatnya. Itu menyebabkan rumor menjadi liar. Beberapa bersumpah Kaisar menumbuhkan tanduk di dahinya, yang lain percaya dia punya bekas luka mengerikan memotong setengah wajahnya. Cass bahkan pernah mendengar seorang wanita penghibur mengatakan Kaisar secantik Dewa sendiri. Apa pun kebenarannya Cass akan tahu malam ini.

Jari Cass ragu-ragu saat menyentuh kain tipis yang jatuh dari atap gazebo, selubung tipis yang memisahkan dirinya dari monster atau Dewa. Masih tidak yakin mana yang lebih buruk.

Baik. Lakukan saja Cass!

Perlahan jarinya meringkuk, mengepalkan kain dan dia menyingkap cukup lebar untuk membiarkan dirinya masuk. Ketika dia melangkah ke sisi yang lain dia membiarkan kain berkibar di belakangnya. Cass menahan napas, beku di tempatnya karena semua rumor itu sepertinya salah dan benar di saat yang sama. Tidak ada bekas luka, tidak ada tanduk, tindak ada pria tampan. Apa yang dia lihat hanyalah Kaisar. Sosok yang mendominasi dan penuh energi memerintah. Awalnya Cass terpaku pada kulitnya, itu gelap. Bukan jenis gelap seperti cokelat gelap atau tan, itu benar-benar hitam legam seperti onix itu sendiri. Seolah tato tidak akan cukup untuk menandai sihirnya, itu harus seluruh kulitnya digelapkan. Lalu perhatian Cass ditarik pada bibir gelap yang melengkung dalam senyuman ramah. Bibir lembut dengan busur dewa asmara yang anehnya cocok dengan dagu serta tulang pipinya yang tajam.

Saat itu Cass memutuskan bahwa Kaisar adalah Dewa dan monster dalam satu tubuh. Indah dan mengerikan. Kombinasi yang membuat perut Cassia mual saat dia berdiri tanpa perlindungan di bawah tatapannya yang menindas. Bagaimana tepatnya dia bisa membunuh makhluk seperti itu?

"Mendekatlah," ucap Kaisar pelan, itu menyadarkan Cass dari kejutan awalnya. Mengembalikannya pada peran yang dia putuskan untuk ambil.

Sementara Gadis Merpati lain hanya maju dan membungkuk pada sosok Kaisar yang duduk di bantal lembutnya, Cass maju dan memberi hormat sebelum melipat kakinya untuk duduk di depan Kaisar. Mengambil postur yang sama dengan yang diajarkan Mistress Valentina padanya, Cass membiarkan kain Stola biru tengah malam mengalir di sekelilingnya, mencoba untuk tidak menggeliat pada beban pengawasan Kaisar yang terlalu dekat.

Butuh semua keberanian yang dia miliki untuk mempertahankan kontak mata dengan Kaisar, tapi dia berhasil sejauh ini. Dan butuh lebih banyak lagi untuk memaksa senyum polos muncul di bibirnya yang merah muda, sedikit menggigit bibir bawahnya saat bulu matanya berkibar dengan lembut. Kemudian Cass menunggu.

"Apakah kamu akan memperkenalkan dirimu Gadisku?" ucap Kaisar ramah, mata membara ke arahnya, mengamatinya dengan hati-hati.

Tenggorokan Cass terasa kering tapi dia berhasil memaksa kata-kata keluar. "Cassia, Tuanku."

Cass sengaja meninggalkan gelarnya sekali lagi, bukan Kaisar, bukan Yang Mulia, bukan yang Maha Agung. Hanya tuanku. Jika itu menyinggung Kaisar, itu tidak muncul di wajahnya.

"Bukankah kamu burung kecil yang cantik?" ucap Kaisar matanya menatap pada cekungan di lehernya, ke lengkungan lembut payudara yang mengintip melalui belahan rendah kain stola miliknya.

"Lebih seperti burung dengan cakar," jawab Cass, dan dia berusaha untuk menyerap sosok Kaisar, untuk mempelajarinya. Rambutnya semua onix murni jatuh dengan lembut di dahinya, cukup panjang untuk menutupi sebagian matanya. Pakaiannya tidak berlebihan, itu hanya jubah kerajaan hitam dengan sedikit aksen emas. Bros matahari Sol menjepit di bahunya. Tidak ada mahkota di dahinya, karena Kaisar tidak membutuhkan tanda kekuasaan, keberadaannya adalah kekuasaan itu sendiri.

Senyum geli menggerakkan bibir Kaisar saat dia mengangkat tangannya, memegang dagu Cass dan mencondongkan tubuh ke depan. Cass percaya jantungnya berhenti berdetak, dan saat itu sihir mencekiknya. Dia ingin mundur, dia ingin lari, dia tahu sesuatu yang buruk sedang terjadi tapi dia hanya membeku di sana. Tubuhnya lumpuh dan dia hanya bisa melihat ke dalam mata gelap Kaisar yang seperti jurang. Ketakutan menancapkan cakarnya ke dalam dirinya saat bibir Kaisar menyentuh daun telinganya dan berbisik, "Kamu mungkin akan menjadi favoritku tahun ini."

Cass ingin bisa melemparkan komentar yang pintar tapi dia kehilangan napas dan lidahnya layu di dalam mulutnya jadi dia hanya diam saat Kaisar memiringkan kepalanya ke belakang. Diam saat Kaisar mencuri ciuman dari dirinya. Bibir yang lembut dan hangat menekan bibirnya, bertahan beberapa detik di sana sebelum menjauh. Sihir masih bekerja di sekitar mereka dan Cass hampir bisa melihat jerat mencekik lehernya. Bisa merasakan itu mengencang di lehernya saat Kaisar menyeringai padanya dengan sinar di matanya. Sesuatu telah salah di dalam dirinya. Sumur sihir yang tidak pernah ada di dalam dirinya terbuka sekali lagi tapi kali ini dia merasakan saluran melaluinya. Bukan saluran yang bisa dia gunakan untuk mengakses sumur itu, tapi saluran yang tertambat ke tempat lain. Ke sumur lain.

Jari Kaisar masih menyentuh dagunya. Sentuhan sederhana itu terasa seperti invasi, terasa berlebihan. Cass punya dorongan gila untuk menyentak darinya, hanya akal sehat yang dia latih selama bertahun-tahun membuatnya tetap diam.

"Kamu bisa kembali, Gadisku," ucap Kaisar, akhirnya melepaskan dagunya dan akhirnya Cass juga kembali menemukan suaranya.

"Itu Cassia."

"Aku pikir kita akan memanggil satu sama lain sesuka kita."

Itu teguran ringan, dan meskipun Cass masih shock dari sihir yang bekerja di dalam dirinya, dia menemukan kembali permainan yang dia tahu dengan baik. "Sepertinya aku telah menyinggung kehadiran yang agung."

Kaisar tertawa ringan dan menatapnya dengan senyum tantangan kali ini. "Hanya kamu yang berani menolak perintah dan memanggilku seperti itu. Burung kecilku yang pemberani."

"Aku akan mengambil itu sebagai pujian," balas Cass. Bangkit dari posisinya, Cass membungkuk sekali lagi sebelum mundur. "Selamat malam Yang Mulia."

***

Astaga! Aku benar-banar berdebar saat menulis chapter ini. Rasanya seolah aku di sana dan dipaksa menghadapi Kaisar. Aku merasa lumpuh.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro