V
Kepala Nero berdenyut dengan mengerikan saat dia berdiri di barisan Gray yang mulai menyusut. Sebelumnya ada delapan puluh dua dari mereka, tapi hanya empat yang akhirnya berhasil sampai sejauh ini. Hanya satu ujian lagi, Nero berbisik pada kepalanya yang berdenyut-denyut, efek dari penggunaan sihir yang berlebihan. Dia tidak ingat pernah terjun ke sumur sihirnya sejauh ini, tapi pertarungan terakhirnya dengan Gray pengendali air telah mendorongnya ke batas. Dia hampir gagal, hampir menyia-nyiakan usahanya selama bertahun-tahun. Namun dia di sini sekarang, hanya satu ujian lagi, dan dia akan mendapatkan posisi sebagai Griseo. Satu posisi kosong yang ditinggalkan Griseo yang telah dia bunuh di kedai.
Nero tidak tahu apa ujian terakhir, tapi itu bukan duel, mereka tidak akan saling melempar sihir lagi. Tiga pria lain yang tersisa sama gelisahnya dengan dirinya saat menunggu di depan pintu ruang takhta. Mungkin mereka harus meyakinkan Kaisar, buat dia terkesan. Bagaimanapun mereka telah melalui semua ujian fisik. Mengambil napas dalam-dalam Nero mengatur ritme jantungnya yang berdebar menjadi teratur. Tidak ada gunanya menjadi panik, dia telah sejauh ini, dia tidak akan gagal. Dia akan terpilih, melayani Kaisar, dan ketika dia cukup dekat, pisaunya akan menemui jantung Kaisar.
"Lazarus Scipio, Gray unsur tanah yang diberkati Nemit!" panggil penjaga saat pintu ke ruang takhta terbuka, Nero melihat sekilas ruangan mewah yang disepuh emas, tapi sebelum dia melihat lebih banyak, pintu kembali mengayun tertutup. Detik lalu menit berlalu saat satu persatu dari tiga saingannya dipanggil dan tak satu pun dari mereka kembali. Itu membuat perut Nero berputar, dia ingin muntah.
Apa yang terjadi? Apa yang perlu dia lakukan untuk mengamankan posisinya sebagai Griseo? Namun sebelum dia menemukan jawaban pintu ke ruang takhta kembali terbuka dan penjaga meneriakkan namanya ke ruangan. "Nero Marinus, Gray unsur api yang diberkati Sol!"
Mata Nero tersentak pada kemewahan saat dia melangkah ke ruang takhta, dan pintu berdebum menutup di belakangnya. Lantai marmer yang berkilau dalam cahaya senja, langit-langit tinggi dengan lampu gantung kaca—atau mungkin kristal—Nero yakin tidak ada benda murahan seperti kaca yang layak istana. Kain gosamer menutupi sebagian kaca patri, semuanya begitu indah, begitu palsu tapi kemudian matanya menemukan platform yang ditinggikan. Tempat takhta yang dibatasi oleh untaian manik-manik untuk menjaga pandangan dari Kaisar. Legenda mengatakan Kaisar adalah Dewa, karena itulah tidak semua orang diizinkan menatap. Hanya orang-orang yang diberkati dan terpilih yang diizinkan untuk melihat sosok aslinya. Menjadi Griseo adalah satu-satunya jalan untuk mencapai tujuannya. Nero hanya bisa melihat siluet di balik untaian manik-manik, sosok tinggi ramping yang duduk di atas takhta emas. Baru saat itu dia sadar, dia seharusnya membungkuk.
Membungkuk rendah dengan anggun, suara Nero bergema di aula yang luas. "Hormatku Yang Mulia Solarus!"
Dia membukuk begitu lama, menunggu Kaisar untuk mengizinkannya bangkit tapi keheningan jatuh setelahnya. Nero tidak berani bergerak, dia tidak ingin mengacaukan kesempatan ini. Dia harus terpilih. Ketika rasa putus asa merayap di dadanya pada kesunyian yang diperpanjang, ketika punggungnya terasa terlalu sakit karena membungkuk, dan akhirnya suara tajam Kaisar menyapunya.
"Bangkit!" Suara itu anehnya mengundang, hampir terasa ramah, dan ketika Nero bangkit, matanya menyapu karpet yang memanjang ke takhta. Dia menemukan bercak merah yang lebih gelap, dan telat untuk menyadari bahwa apa yang dia lihat adalah darah yang meresap di material karpet.
Detak jantung di tulang rusuknya meningkat. Tiba-tiba merasa begitu gugup dengan hanya berdiri di sana. Matanya mencari dengan liar, menemukan tiga mayat pesaingnya di tinggalkan di sisi takhta. Tersembunyi di bayang-bayang, hampir tidak terlihat oleh mata yang kurang jeli. Namun kemudian dia menemukan tiga gadis Ivory dengan wajah muram, pipi mereka masih basar dengan air mata. Mereka berdiri merapat di sisi jauh dinding. Diabaikan seolah mereka tidak lebih dari pajangan di ruangan itu.
Salah satu dari delapan anggota Griseo Kaisar yang berdiri di samping takhta emas berjalan ke arahnya, menawarkan pisau. Tidak ada kata-kata, dan Nero tidak tahu apa yang harus dia lakukan dengan itu, tapi dia masih mengambilnya. Mencengkeram gagang pisau seolah hidupnya bergantung pada bilah tipis di tangannya.
"Pilih!" ucap Kaisar ketika pintu di sisi lain ruang takhta terbuka, tempat pelayan mendorong seorang gadis Ivory dengan gaun putih tersandung ke dalam ruangan. Detik itu Nero menyadari kemiripan gaun yang dimiliki gadis itu dengan tiga Ivory di sisi dinding. Kemudian matanya melebar saat dia menyadari siapa Ivory yang baru saja bergabung bersamanya di ruang takhta.
"Iovita?" Pemahaman mengerikan jatuh pada Nero, dan dia tidak lagi yakin saat menatap bahu Iovita yang bergetar ketakutan. Air mata mulai jatuh, menciptakan sungai basah di pipi Iovita. Nero ingin meraihnya, menjauhkan gadis itu dari semua ini, tapi dia tidak bisa.
"Buat pilihanmu, Nero Marinus, dan buktikan kesetiaan mutlak pada Kaisarmu," ucap Kaisar, kata-katanya bergetar dengan kekuatan, keajaiaban yang berputar-putar di udara.
Iovita mengangguk, dan itu hampir mengirim Nero ke lutut. Dia tidak bisa melakukan ini, dan jika dia pria terhormat seperti tiga saingannya maka dia akan menikam dirinya sendiri seperti mereka. Mengirim jiwanya ke ranah gelap Eres, dan membebaskan Iovita dari kematian yang tidak layak. Tapi dia bukan pria terhormat, dia punya misi, lagi pula tangannya telah basah oleh banyak darah. Satu lagi tidak akan mengubah apa pun, tapi Nero tahu itu bohong. Pembunuhan ini akan menghantuinya.
Mengambil langkah yang mantap dan terukur, Nero berjalan menemui gadis itu. Mata Iovita jatuh tertutup saat dia mencapainya, seolah dia telah menerima nasib ini. Itu mengirim getaran ke punggung Nero, kemarahan yang belum pernah dia rasakan. Kulitnya terbakar, sihir dalam dirinya menjerit untuk dilepaskan tapi dia mengencangkan kendali dan mendorong tutup ke sumur sihirnya. Memblokir aksesnya ke keajaiban saat bibirnya bergerak membentuk kata-kata.
"Tubuhku adalah milik Kaisar Solarus untuk digunakan. Sihirku adalah hak Kaisar Solarus untuk diarahkan. Dan jiwaku adalah persembahan Kaisar Solarus untuk dikorbankan."
Kata-kata sumpah Griseo pahit dimulut Nero. Semua warga Thorunam tahu sumpah yang diambil Griseo dari kitab suci, tapi tidak pernah ada yang tahu kapan atau apa yang perlu dilakukan untuk mengambil sumpah itu. Ketika kata-kata terakhir meninggalkan bibir Nero, tangannya bergerak, membanting bilah pisau tipis melalui tulang rusuk Iovita, tepat ke jantungnya. Darah merah merembes pada kain stola putih yang ia kenakan lalu perlahan kehidupan meninggalkan matanya saat tubuhnya jatuh. Nero membeku, tangan menggenggam belati dan berlumuran darah gadis yang tidak berdosa. Detik itu dia bersumpah akan membunuh Kaisar. Dia akan melakukan apa pun yang dibutuhkan untuk membuat itu nyata.
"Aku menerima sumpahmu," ucap Kaisar. Nero menunggu kelegaan menyapunya tapi itu tidak pernah datang saat tubuh Iovita sekarat di kakinya. "Kamu telah membuktikan kesetiaanmu, dan aku akan membuktikan kemurahan hatiku sebagai balasannya."
Nero tidak mengerti pada awalnya, dia bahkan hampir melewatkan pergeseran sihir di udara. Itu halus, dan tidak seperti sihir apa pun yang pernah dia rasakan. Kekuatan yang hangat, ramah, begitu menyenangkan. Lalu dia memperhatikan getaran halus di udara di sekitar Iovita, luka mentah yang sebelumnya menumpahkan banyak darah perlahan merajut kembali. Menutup menjadi kulit utuh seolah tidak pernah ada bilah yang tenggelam ke dalam dagingnya. Nero tidak tahu harus merasakan apa pada pertunjukan kekuatan itu. Kagum? Terpesona? Takut? Ya, mengkin takut, karena hanya Dewa yang bisa merajut daging dan kulit. Hanya Dewa yang bisa menjerat jiwa fana. Dan Kaisar baru saja membuktikan dia mampu. Bagaimana mungkin Nero memiliki kesempatan untuk membunuh makhluk seperti itu?
Nero berusaha melepaskan pandangan dari sihir yang bekerja pada Iovita, dan menatap ke takhta, tempat Kaisar duduk masih dibatasi oleh untaian manik-manik. Lalu Nero berlutut, mencium lantai marmer yang dingin. "Rasa syukurku untuk kemurahan hati Kaisar Solarus."
Kali ini hanya butuh beberapa saat agar Kaisar memintanya bangkit. Dan ketika Nero bangkit, sesuatu mengeras di dadanya, tekad, janji untuk membuat semua usahanya tidak sia-sia. Sekarang dia Griseo Marinus, dia hanya perlu menunggu waktu yang tepat untuk membunuh Dewa yang hidup.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro