Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 19

Sachi pulang sekolah dengan kondisi dorm yang sudah tidak berpenghuni. Sama sekali tidak ada tanda-tanda kehidupan di dorm nya.

Kedua rekannya tengah bekerja. Bahkan, Chisa terpaksa izin dari sekolah untuk mengikuti syuting pertamanya diluar lingkup Diamond.

'Aku lapar,' batin Sachi.

Setelah menaruh tas dan berganti pakaian, Sachi membuka kulkas lalu menemukan kue yang cukup besar. Tentunya, kue itu disiapkan oleh Neko dan Chisa agar Sachi masih ada makanan. Setidaknya, sampai mereka kembali.

Disebelah kue itu, ada sebuah surat yang menjelaskan jikalau Sachi tidak boleh menghabiskan kue itu sekaligus. Karena, mereka tidak tahu apa nanti malam mereka bisa pulang.

Banri menemani Chisa di lokasi syuting. Dan Neko tidak ditemani siapapun. Sehingga, terkadang Banri harus bolak-balik ke lokasi yang berbeda serta terhitung cukup jauh.

Hal itu pula yang menyebabkan Sachi tidak bisa bebas di dorm yang terbilang cukup besar ini.

'Aku bosan,' batin Sachi.

Ia sempat berpikir untuk bermain ke dorm Idolish7. Tapi, ia juga berpikir jika itu akan mengganggu mereka.

Pada akhirnya, Sachi memutuskan untuk menghabiskan kue sembari maraton film kesukaannya yang sempat tertunda akibat kegiatan idol nya.

*****

Waktu telah menunjukkan tepat pukul enam sore. Biasanya, jam segini Neko dan Chisa sudah selesai memasak.

Namun kali ini, tampaknya kedua rekannya sama sekali tidak bisa kembali ke dorm.

Sachi mulai lapar, dan sudah tidak ada makanan lagi di kulkas. Serta yang tersisa hanyalah sayur dan daging yang harus diolah terlebih dahulu.

Mau tidak mau, dan demi perutnya, Sachi mulai memasak sesuai dengan apa yang ia lihat saat Neko dan Chisa mendapatkan giliran memasak.

Mulai dari mencuci sayur dan daging, hingga menumis pun ia lakukan. Akan tetapi, ia lengah.

Saat sedang menggoreng daging, Sachi terlalu asik dengan layar televisi yang membuatnya mencium aroma gosong. Dengan segera, Sachi mematikan kompor dan mengamankan makanannya.

'Astaga,' batin Sachi.

Ia menggaruk kasar kepalanya dan mulai mencuci wajan yang ia gunakan. Sayangnya, meskipun ia menggosok permukaan wajan itu dengan kekuatan penuh, noda nya sama sekali tidak bisa hilang.

Sachi ketakutan. Ia takut jika kedua rekannya akan memarahinya. Dan pada akhirnya, ia membereskan semuanya dan meminta butler pribadinya di rumah untuk membawakan wajan baru.

*****

Bel asramanya berbunyi. Sachi membuka pintu dengan cepat dan sang butler pribadinya membawakan barang sesuai yang ia minta.

"Kalau boleh tahu, Nona akan buat apa dengan wajan ini?" tanya sang Butler.

Menundukkan wajahnya, "Aku menggosongkan wajan."

Tentunya, sang Butler menggelengkan kepalanya.

"I-itu tidak sengaja," ucap Sachi.

"Omong-omong, dimana kedua teman Nona? Kata Nona, Nona dimasakkan oleh mereka."

"Mereka sedang dapat pekerjaan. Dan ... mereka sudah meninggalkan aku kue. Tapi, aku habiskan semuanya, hehehe...."

"Kalau begitu tunggu sebentar," ucap sang Butler dan meninggalkan Sachi di dorm sendirian lagi.

*****

Sachi telah selesai makan malam. Tentunya, ia makan dari makanan yang diberikan oleh Butler pribadinya.

Beruntung ia memiliki butler yang peduli. Jika tidak, mungkin dia hanya bisa meratapi kulkas yang berisi sayuran dan daging segar.

Tidak mungkin ia makan makanan mentah, bukan?

Brak!

Sachi terkejut. Maniknya menjadi waspada. Ia berjalan menuju sumber suara dan menemukan buku di dekat televisi terjatuh.

"Chisa? Neko? Kalian sudah pulang?"

Tidak ada jawaban. Sachi benar-benar masih sendiri disini.

Tidak lama kemudian, sebuah bayangan lewat di depan pintu. Ia semakin ketakutan.

"Halo?" ucapnya dengan nada bergetar sembari menuju pintu.

Manik Sachi melihat ke kiri dan kanan. Alhasil, ia tetap tidak menemukan siapa-siapa.

'Mama, tolong aku,' batin Sachi.

Sepintas ide muncul di kepala Sachi. Ia menyalakan televisi dengan keras agar ia merasa jika ia tidak sendiri.

Meskipun begitu, tetap saja ia merasa jika ada seseorang yang tengah mengamatinya.

Karena tidak kuat menahan, Sachi masuk dan meringkuk dalam selimut. Mulutnya komat-kamit membaca doa.

*****

Set!

"Aaaaa jangan makan aku, aku mohon. Aku akan jadi anak yang baik!"

Hening. Sachi mencoba membuka mata dan ternyata, kedua rekannya yang ada dihadapannya dengan Chisa yang memegang selimutnya.

"Sachi? Siapa yang mau makan kamu?" tanya Neko.

"Lagipula, kenapa juga menonton televisi dengan suara sekeras ini?" timpal Chisa.

Sachi hanya bengong. Ia tampak seperti orang linglung.

"Sachi?" panggil Neko.

"T-tadi, tadi ada bayangan hitam lewat, terus buku juga jatuh," jawab Sachi.

"Ish, masa hantu takut hantu," ucap Chisa sembari berjalan ke dapur.

"Benar, aku tidak bohong," ucap Sachi.

Saat di dapur, Chisa menyadari satu hal. Wajan yang mereka miliki sedikit berbeda. Sebelumnya, gagang wajannya berwarna biru. Tapi, ini berwarna hitam.

Chisa mengambil wajan tersebut dan membawanya ke ruang keluarga.

"Sachi, kenapa wajannya berubah warna?" tanya Chisa.

"Oh, itu hehehe ... aku mencoba masak tapi ...."

"Tapi apa?"

Sachi menunduk dan memelankan suaranya, "gosong."

Neko dan Chisa saling bertatapan satu sama lain, "Hahahaha ....."

"Hahaha, gosong?" ucap Chisa.

"Bagaimana bisa gosong sih?" timpal Neko.

"A-aku ... aku belum bisa masak. Biasanya, butler ku yang masak," jawab Sachi.

"Sering-sering gosongin, ya. Lumayan nih, wajan bisa baru terus," ucap Chisa.

"Mengejek?" balas Sachi.

"Tidak, hanya bicara fakta," ucap Chisa.

"Ah! Chisa ngeselin!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro