Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

89. Sugar Baby

Halo, aku ucapkan welcome bagi yang baru bergabung. Jangan lupa follow authornya ya sebelum lanjut.

Pastikan juga vote di tiap bab, ya, Gaes. Oh ya jangan kaget sama cerita ini dan jangan pula membandingkan dengan kehidupan nyata. Karena ini real halu. Banyak yang nggak masuk akal juga. Jadi, jangan berharap lebih.

Oke, selamat membaca. Jangan lupa kunjungi juga cerita baruku TWENTY YEARS sudah ada 8 bab. Dukung ya teman-teman



Di lorong yang menghubungkan kelas reguler dan kelas ekstensi, tampak Nugo tengah berdiri  bersandar di sisi dinding salah satu kelas. Lelaki itu mengangkat tangannya saat melihat Kirana berjalan dengan langkah gegas sambil menunduk, sibuk dengan ponselnya.

"Pulang bareng, ya?" ajak Nugo begitu langkah Kirana sampai di dekatnya.

Kirana yang tengah mengutak-atik ponsel menatap lelaki itu. "Kayaknya nggak bisa, Nug. Ada yang jemput."

"Oh ya? Siapa?" tanya Nugo mengernyit. Keduanya lantas berjalan keluar dari area kelas menuju lift.

"Bos aku."

"Bos kamu jemput? Dia perhatian banget sampai jemput kamu." Nugo mengikuti Kirana memasuki lift.

"Katanya dia sekalian pulang kerja." Memang kedengaran aneh seorang bos menjemput bawahannya, tapi Kirana juga tidak mungkin memberitahu alasan yang sebenarnya kepada Nugo.

Beberapa saat lalu sebelum keluar dari kelas, Gama mengiriminya pesan bahwa lelaki itu akan menjemputnya. Padahal Kirana sudah bilang untuk tidak perlu menjemput.

"Mana jemputan kamu?" tanya Nugo saat mereka sudah sampai di lantai satu.

Kirana celingukan, sampai dia keluar dari lobi gedung kampus batang hidung Gama belum juga tampak.

"Mungkin masih dalam perjalanan," sahut Kirana seraya menengok jam tangannya.

"Mungkin dia nggak jadi jemput." Nugo menarik napas dan ikut celingungkan. Mahasiswa kelas malam sudah berhamburan keluar. Kebanyakan dari mereka membawa kendaraan sendiri.

"Nugo, aku pulang bareng kamu ya."

Nugo yang berdiri di samping Kirana berjengit ketika dari belakang sebuah tangan merangkul lengannya. Dia menoleh dan mendapati Rena tengah tersenyum padanya.

"Oh, Kamu mau pulang sama dia?" tanya Rena melirik Kirana yang tampak tidak peduli dengan kehadirannya.

"Nggak, aku cuma nganter dia sampai sini. Dia dijemput."

"Ya udah, aku pulang bareng kamu aja, ya." Rena menjatuhkan kepala ke pundak Nugo.

"Ren, jangan begini." Nugo berusaha menyingkirkan kepala wanita itu dengan pelan.

"Ya ampun, Nug. Cuma nempel dikit doang."

Nugo merasa tidak enak dengan Kirana yang terus memainkan ponselnya. "Kirana, mungkin jemputan kamu nggak datang. Jadi—"

"Itu udah datang kok," potong Kirana cepat ketika melihat mobil sport Gama melintasi gerbang kampus.

"Mobil hitam doff itu?" tanya Nugo ragu.

"Iya. Aku duluan, ya." Kirana bergegas meninggalkan Nugo dan Rena yang masih berdiri di teras lobi. Dia menunggu sesaat mobil Gama berhenti tepat di sampingnya. pintu mobil itu terbuka secara otomatis, tanpa menunggu lagi, Kirana bergegas masuk.

Nugo terus menyaksikan mobil sport keluaran Jerman itu menjauhi halaman teras lobi. Sementara Rena di sampingnya melongo, dia tidak menduga jemputan Kirana bisa sekeren itu.

"Dia itu.... Sugar baby, ya?" tanya Rena belum sempat berkedip memandangi mobil itu menjauh.

"Sugar baby apaan?" decak Nugo merasa kesal.

"Itu mobilnya gila keren banget. Apa coba kalau bukan sugar baby? Di balik kemudi tadi pasti ada sugar daddy-nya."

Nugo melepas rangkulan Rena pada lengannya. "Nggak usah ngomong sembarangan. Itu tadi bosnya Kiran. Dahlah, jangan gibah mulu. Mau balik enggak?" Dia lantas berjalan lebih dulu.

"Tunggu, Nug!" Dengan cepat Rena mengejar langkah Nugo dan kembali menggamit lengan lelaki itu. "Sugar daddy-nya pasti kaya raya."

Lelaki dengan belahan rambut tengah itu membuang napas lelah. "Dia itu bosnya Kiran, bukan sugar daddy."

"Bosnya pasti kan bapak-bapak. Terus coba deh kamu pikir mana ada bos mau menjemput bawahannya seperti itu. Lagi pula dia kan masih maba. Pasti—"

"Kirana itu seumuran sama aku. Dia cuma telat kuliah." Nugo membuka pintu mobilnya. "Udah deh kalau mau ikut aku pulang jangan bawel."

Rena langsung melipat bibir dan bergerak masuk lewat pintu sisi lainnya.

***

"Laki-laki tadi seperti pernah liat."

Kirana menoleh sekilas. "Nugo. Dia teman sekolahku dulu. Mas memang pernah liat waktu kita ke Jogja"

"Ah, dia. Aku ingat." Gama mengangguk-angguk. "Dia teman sekelas kamu?"

"Bukan, dia mahasiswa pasca sarjana. Kenapa Mas jemput aku? kan aku udah bilang bisa pulang sendiri," ujar Kirana mengalihkan pembicaraan.

"Sukma yang memaksaku menjemput kamu. Katanya wanita bahaya naik kendaraan umum sendiri."

"Jangan fitnah saya, Tuan." Sukma tiba-tiba muncul. Tubuh mininya duduk di atas dashboard mobil.

Kirana sempat terkejut sesaat melihatnya. "Dia bisa mengecil juga?" tanya Kirana takjub.

"Saya bisa mengubah bentuk jadi apa pun. Nona Kirana mau lihat?" sahut Sukma tampak antusias. Tapi...

"Nggak usah pamer. Mending kamu diam," tukas Gama cepat. Dan Kirana terkekeh saat melihat wajah mini Sukma cemberut.

"Tuan Gama pasti takut tersaingi," cibir Sukma.

"Cih, kamu nggak level denganku, Sukma." Gama membelokkan kemudi dan memasuki gerbang perumahannya.

"Kuliah pertama lancar? Ada teman atau dosen yang iseng nggak? Kalau ada jangan lupa laporan," tanya Gama saat mobil mereka berjalan pelan di jalan taman perumahan.

"Lancar kok. Dan semuanya baik."

"Saya senang akhirnya Tuan Gama bisa perhatian dengan Nona Kirana," ucap Sukma tersenyum. Membuat Gama dan  Kirana  sekonyong-konyong salah tingkah. "Jadi, kapan Anda akan membawa Nona Kirana ke rumah Tuan Sultan?"

Pertanyaan Sukma membuat Kirana terenyak. Dia lantas melirik suaminya yang tampak mengubah ekspresi mendengar nama Sultan disebut.

"Nggak akan aku kenalkan. Pernikahanku nggak ada hubungannya dengan dia. Restu dia juga nggak penting," sahut Gama acuh tak acuh.

"Biar bagaimana pun dia orang tua satu-satunya yang Tuan miliki. Dan, restu orang tua itu penting demi kebahagiaan pernikahan kalian."

"Berisik kamu, Sukma!" bentak Gama, membuat Kirana di sampingnya terlonjak. Pria itu menghentikan laju mobil saat sampai di depan rumah. Dia segera turun dari sana tanpa menunggu Kirana. Emosinya memuncak mendengar nasehat Sukma yang kurang ajar itu.

"Anda tidak ada-apa, Nona?" tanya Sukma melihat Kirana yang tampak masih terenyak di jok mobil.

Wanita itu menggeleng. "Seharusnya aku yang bertanya itu ke kamu, Sukma."

Penjaga Gama dari kecil itu terkekeh. "Itu sudah biasa. Jadi, saya tidak merasa kaget lagi. Sebaiknya Anda segera menyusul Tuan, buat mood-nya membaik lagi."

Kirana mengangguk dan menuruti ucapan Sukma. Dia bergegas naik ke lantai dua begitu memasuki rumah. Di kamarnya Gama tak terlihat. Dia lantas bergerak menuju pintu kamar mandi yang tertutup dan mengetuknya.

"Mas, kamu di dalam?" tanya Kirana pelan.

"Iya. Ada apa, Kirana?"

"Mau aku buatkan minuman jahe?"

Pintu kamar mandi tiba-tiba terbuka. "Nggak perlu. Kita mandi bersama saja."

Kirana melongo seketika. Dan tersentak saat Gama menarik tangannya masuk ke kamar mandi. Sejujurnya, seharian ini Kirana sangat lelah. Dia tidak ingin apa pun selain tidur dengan nyaman tanpa gangguan. Namun, kalau begini dia pasti akan tertahan lebih lama dalam pelukan lelaki itu.

"Rasanya gimana kuliah sambil kerja?" tanya Gama menyiram bahu mulus Kirana dengan air hangat.

"Capek." Mata Kirana terpejam ketika sebuah pijatan kecil mampir di pundaknya.

"Mulai besok, pekerjaan yang berhubungan dengan kantor dilimpahkan ke Maria dan Lita. Jadi, kamu nggak akan pusing."

Kirana membuka mata dan menoleh. "Mana bisa begitu? Kerjaan mereka sudah banyak, Mas. Aku nggak mau menambah beban mereka."

Gama tersenyum kecil lalu mendaratkan kecupan kecil pada pundak Kirana.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro