53. Permen Sikil
Selamat datang buat yang baru bergabung di The Devil Boss Beside Me, jangan lupa vote dan terus ramaikan. Follow authornya dulu juga ya, dan silahkan berkunjung ke beberapa ceritaku yang sudah tamat.
Happy reading, Gaes.
❤️❤️❤️
Seperti perintah Gama, Sukma terus mengawasi Kirana yang tengah berjalan-jalan di Malioboro. Awalnya wanita itu mampir ke sebuah angkringan, dan memakan dua bungkus sego kucing lengkap dengan sate telur puyuh dan ati ampela. Wanita itu juga memesan susu jahe.
Setelah merasa kenyang, Kirana beranjak menyusuri jalan kembali. Menyaksikan keramaian malam. Di sebuah bangku panjang, dia bergerak duduk melepas lelah.
Sukma masih menemani wanita itu, sesekali berkomentar dengan apa yang Kirana lakukan. Meskipun wanita itu tidak mendengar apa yang dia katakan.
"Kiran, ya?"
Kirana yang tengah memekuri ponsel mendongak, mendengar namanya disebut. Matanya menemukan seorang laki-laki dengan rambut berbelah tengah, tersenyum padanya. Keningnya kontan mengerut.
"Siapa, ya?" Kirana berusaha mengingat wajah serupa Adipati Dolken di hadapannya.
"Aku Nugo. Kita satu sekolah, Kiran. Pas masih SMP." Mata lelaki itu bersinar terang.
Ingatan Kirana seketika kembali ke jaman saat mengenakan seragam putih biru. Menyisir satu per satu nama teman-temannya yang masih dia ingat. Dan, ada satu nama Nugo berkelebat. Bocah tengil yang suka mengemut permen sikil (kaki).
"Nugo, Nugroho?"
Lelaki di depannya menjentikkan jari. "Betul byanget." Seringainya tampak lebar.
"Wah, gimana kabar kamu?" Kirana langsung menyambutnya. Ternyata benar Nugo si permen sikil.
"Aku baik, Kiran. Boleh aku duduk?" tanya Nugo menunjuk tempat kosong di sebelah Kirana.
"Boleh, boleh." Kirana menggeser posisi duduknya dan membiarkan Nugo duduk di sana.
"Jadi, kamu ngapain tho sendirian di sini kayak orang ilang? Endi pacarmu? Mbok digowo dadi nggak plonga-plongo kayak kebo."
Kirana tertawa. Ternyata teman SMP-nya itu masih sama, suka bikin tertawa.
"Enakan juga jalan sendiri, bebas. Wong kamu juga sendirian kok yo ngomongin aku," cibir Kirana terdengar akrab meskipun dia lama tidak pernah bertemu lagi dengan Nugo.
Nugo nyengir. "Aku baru makan mie ayam. Kangen sama mi ayam legend itu. Udah lama banget nggak ke sana."
"Loh, kamu nggak tinggal di Jogja?"
"Nggak, kan habis lulus SMP keluargaku pindah ke Jakarta. Ini karena lagi ada waktu luang, jadi balik ke Jogja sekalian liburan."
Kirana mengangguk. "Pantes habis itu nggak pernah liat kamu lagi."
"Kamu kuliah di sini apa gimana?" tanya Nugo.
Kirana menggeleng. "Aku mana punya uang buat lanjut kuliah. Aku kerja kok. Di Jakarta juga. Ini kebetulan aja lagi ada tugas di sini."
Mata Nugo tampak berbinar. "Wah, kamu tinggal di Jakarta juga ternyata. Bolehlah di sana nanti kita ketemu. Sini, aku minta nomor teleponmu, biar nanti gampang hubungi kalau mau ketemu."
Kirana mengangguk lalu mendikte nomor ponselnya untuk Nugo simpan. Keduanya ngobrol cukup lama, hingga tanpa sadar waktu yang Gama berikan pada Kirana sudah habis saja. Mereka berpisah tepat di KM 0. Karena arah mereka berlawanan.
Sepanjang jalan menuju hotel, Kirana terus mengumbar senyum. Dia cukup terhibur malam ini. Tidak menyangka bisa bertemu dengan salah seorang teman lama.
Sesampainya di kamar hotel, dia melihat Gama sudah tertidur. Namun, laptop lelaki itu masih berada di pangkuan. Wanita itu menggeleng dan bergerak mendekati Gama. Pelan-pelan dia mengambil alih laptop yang ada di atas perut lelaki itu. Dia menarik selimut menutupi tubuh Gama setelah menyimpan laptop di nakas.
Dia sendiri menyusul tidur tak lama kemudian. Besok keduanya akan kembali ke Ibukota lagi. Meski masih betah di sini, tapi dia harus kembali ke realita.
***
Kirana menggeliat dalam tidurnya, mengubah posisi menyamping, menghadap ranjang tidur Gama. Dia tertidur cukup lelap sehingga tidak menyadari sesuatu tengah terjadi di sana.
Sukma berusaha keras membangunkan wanita itu dengan kekuatan yang dia miliki. Namun, Kirana tetap bergeming. Penjaga Gama itu terpaksa menjatuhkan sebuah vas bunga keramik, hingga bunyi pecahannya sukses membangunkan wanita itu.
Kirana sontak terjaga. Dia mencari sumber bunyi yang membuatnya terkejut. Namun, dia malah menemukan sebuah cahaya yang bersinar dari tubuh Gama. Kirana terperanjat saat menyaksikan sebuah keris melayang-layang di atas perut bosnya.
Dengan cepat dia menghampiri Gama yang masih tampak lelap tertidur. "Pak, bangun." Dia menggoyang tubuh lelaki itu dengan mata menatap ngeri kepada keris yang berputar-putar itu. Sekujur tubuhnya bergetar hebat sembari terus berusaha membuat Gama terbangun.
"Pak Gama, cepat bangun." Kirana makin keras mengguncang tubuh kekar lelaki itu. Wanita itu makin panik melihat Gama tidak bereaksi apa pun. Lelaki itu sudah seperti raga tak bernyawa. "Pak Gama." Kirana merapatkan telinga ke dada Gama. Berusaha mendengar denyut jantung lelaki itu. Masih ada. Lelaki itu masih hidup. Namun, anehnya Gama belum juga mau membuka matanya.
Sementara itu, keris keperakan itu masih saja berputar-putar di atas perutnya.
"Bagaimana ini?" Kirana takut terjadi sesuatu. Dia mencari cara agar bosnya segera membuka mata.
"Pak, bangun!" kali ini terpaksa dia menampar pipi lelaki itu. Namun, lagi-lagi Gama bergeming. Bahkan Kirana sampai menjambak rambutnya, Gama tetap saja tak mau bangun.
Kirana mengerang putus asa, lalu menyapukan pandangan ke sekililing hingga kepalanya menemukan sebuah nama yang mungkin bisa membantunya.
"Sukma, kamu di sini?" tanya Kirana ragu. Dia sering mendengar Gama menyebut nama itu. Entah siapa dia, Kirana harap pemilik nama itu bisa membantunya.
Mendengar namanya disebut, mata Sukma terpejam. Dia mengeluarkan energi dari dalam tubuhnya, lantas menampakkan diri di depan Kirana. Dia menyilangkan dua lengan seraya menunduk saat muncul di hadapan Kirana.
Wanita yang mengenakan piyama tidur bergambar Candi Prambanan itu sontak terlonjak melihat sosok khodam milik Gama. Dia menelan ludah dengan mata terbelalak. Ini kah sosok yang bernama Sukma?
Makhluk yang mengenakan beskap Jawa itu berwujud laki-laki. Sorot mata tajam dengan dua alis tebal membingkai. Dagu runcing serta kumis yang melintang.
"Sendiko dawuh, Nona Kirana," ucap Sukma dengan suaranya yang besar.
Kirana bergerak mundur, mendesak ke kepala ranjang yang Gama tempati. "Ka-kamu Sukma?" tanyanya terbata. Suaranya bergetar, sementara Sekujur tubuhnya merinding ketakutan.
"Benar, Nona. Saya penjaga Tuan Gama." Sukma mengangguk sopan.
Menghalau rasa takut yang menyeruak, Kirana melirik Gama. "Pak Gama, apa yang terjadi dengan Pak Gama?" tanya Kirana di tengah kepanikannya.
"Nona tolong bantu dia. Keris di dalam perutnya keluar karena sudah menemukan sarungnya. Tuan Gama harus mengembalikan keris itu ke tempatnya, agar dia bisa bangun kembali. Bantu dia, Nona," terang Sukma memberitahu apa yang sedang terjadi pada tuannya.
"Ba-bagaimana caranya?"
"Sekarang juga, tolong bawa Tuan Gama ke rumah orang tua Anda. Sarung keris itu ada di sana."
Kirana melebarkan mata. "Se-sekarang?" Dia melirik jam digital di atas nakas. Sekarang sudah tengah malam. Bagaimana Kirana membawa Gama ke rumah orang tuanya?
Kirana kebingungan. "Apa nggak bisa besok pagi saja?"
Sukma menggeleng. "Malam ini atau Tuan Gama tidak bisa bangun lagi."
Kirana menutup mulutnya yang sontak terbuka. Di tengah kepanikannya dia segera menghubungi petugas hotel untuk mencarikan seorang supir.
"Ini darurat. Saya mohon, tolong carikan sekarang juga. Saya butuh karena ini menyangkut nyawa seseorang."
"Tapi Mbak, sekarang sudah larut malam. Dan kebetulan tidak ada supir yang stand by."
"Kalau begitu carikan siapa pun yang bisa menyetir. Saya butuh supir sekarang juga!!!"
______
Yang sudah 21+ bisa melipir cerita baruku yang berjudul UNDER COVER.
Ceritanya dewasa jadi aku harap yang masih di bawah umur skip aja hihi.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro