Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

5. Bola Karet

"Dia tinggal di sebuah dusun di selatan Yogyakarta, Tuan. Kedua orang tuanya masih ada. Dia anak pertama dari tiga bersaudara. Keluarganya miskin. Keluarganya tinggal di sebuah rumah yang hampir rubuh. Tiap hari ibunya berjualan minuman jahe atau bandrek di pasar dan ayahnya hanya seorang buruh tani," jelas Sukma saat dirinya telah memenuhi tugas dari Gama untuk mencari tahu tentang Kirana.

"Bahkan dia cuma lulusan SMA. Dika benar-benar kurang ajar. Memberiku seorang wanita biasa saja," sahut Gama. Dia melirik Sukma yang kali ini berpenampilan seperti tokoh wayang Pethruk. "Apa dia tidak memiliki satu keistimewaan sedikit pun? Ah! Aku lupa mana mungkin orang miskin punya keistimewaan."

Sukma tersenyum menanggapi kesombongan majikannya.  "Ada macan putih besar di depan rumahnya, Tuan. Di jalan menuju rumahnya terdapat gapura tak kasat mata yang ditunggui dua jin. Saya rasa itu pelindung mereka."

Tatap Gama sontak menyipit. "Macan putih? Gapura? Apa kamu sempat bicara dengan macan itu?" tanya Gama merasa tertarik.

"Hanya sebentar, macan itu galak. Dia langsung mengusirku. Tapi ada aura yang cukup kuat di sana."

"Kemungkinan besar Kirana juga memiliki pelindung. Makanya aku tidak bisa menembus pikirannya. Sepertinya aku harus waspada kepada perempuan itu," ucap Gama mengusap dagunya.

Pintu lantas terbuka menampilkan sosok yang tadi mereka bicarakan. Gama langsung mengalihkan tatapannya kepada Kirana yang baru saja masuk. Wanita itu bergerak menuju meja kerja.

Dari tempat duduknya Gama terus saja memperhatikan gerakan wanita itu. Kirana tampak serius mengerjakan sesuatu. Bahkan wanita itu tidak peduli pada Gama yang tengah menyorotnya dengan pandangan tajam, berusaha menembus isi kepalanya.

"Dia wanita yang cantik, Tuan,"  puji Sukma yang juga sedang memandangi wajah Kirana dari posisinya yang tengah duduk di atas kabinet.

"Tutup matamu dan enyah dari sini," sentak Gama tanpa sadar. Dan itu tentu saja membuat Kirana terkejut seketika.

"Ba-bapak minta saya per-pergi?" tanya Kirana dengan dada berdebar. Dia baru saja masuk kembali setelah bosnya itu meminta pergi menemui sekretaris guna limpah tugas.

"Saya tidak sedang bicara sama kamu," sahut Gama melengos tak peduli. Dia pura-pura sibuk dengan laptop yang terbuka.

Mendengar jawaban Gama membuat Kirana celingukan. Apa ada orang lain di sini selain dirinya yang sedang Gama ajak bicara? Kirana tidak menemukan siapa pun. Sontak kepalanya ingat dengan perkataan Lita tentang hobi Gama yang suka berbicara sendiri. Astaga, tenyata itu bukan isapan jempol semata.

Kirana tidak peduli dan kembali melanjutkan pekerjaannlm

"Kamu sudah membawa pakaianmu turut serta kan?" tanya Gama tiba-tiba.

Lantaran Kirana mengira Gama tidak sedang bicara padanya, wanita itu diam saja dan terus berkutat di depan tablet. Menyusun kembali kegiatan Gama.

"Hei, kenapa kamu tidak menjawab pertanyaan saya?!"

Bentakan Gama membuat Kirana serta merta terlonjak. Dia mendongak dan menemukan Gama tengah menatapnya tajam.

"Bapak sedang bicara sama saya?" tanya Kirana dengan muka setengah bingung.

"Memangnya siapa lagi?!"

Pangkal hidung Kirana berkedut. Dia mulai aneh dengan sikap atasannya. Jelas-jelas pria itu tadi bilang tidak sedang bicara padanya.

"Maaf, Pak." Kembali ke pasal satu, bos akan selalu benar meskipun yang dia lakukan adalah kesalahan.

"Sore ini pulang ke rumah saya dan tinggal di rumah saya mulai hari ini dan seterusnya," ujar Gama.

"Tapi, Pak. Saya tidak membawa pakaian saya."

Gama berdecak. Dia sudah menduga ini. "Suruh orang mengambil pakaianmu."

"Nanti biar saya saja yang akan mengambil pakaian saya sendiri, Pak."

"Itu buang-buang waktu."

"Sama sekali tidak, Pak. Malah akan terlihat aneh kalau ada orang lain yang membawakan pakaian saya."

Gama berdecih. "Seperti pakaiannya layak pakai saja," gumam Gama. "Aku yakin di tempat tinggalnya juga nggak ada apa-apa."

"Bapak bicara sesuatu?" tanya Kirana yang memang tidak terlalu jelas mendengar suara Gama.

"Tidak ada. Kamu lanjutkan saja bekerja," sahut Gama. Dia lantas berdiri dan mengenakan jas hitam yang dia sampirkan di kepala kursi. "Saya ada janji makan siang dengan seseorang. Kamu tidak perlu ikut."

"Baik, Pak."

Kirana terus saja mengawasi sosok tinggi itu hingga keluar dari ruangan. Dia membuang napas kasar begitu sosok tampan itu menghilang dari balik pintu. Bekerja tanpa pantauan dari bos langsung jauh lebih tenang. Hingga sebuah suara ketukan berulang membuatnya terkesiap.

Kirana menggerak-gerakkan bola mata. Dia tidak takut, hanya waspada saja. Tidak mungkin kan siang bolong begini hantu muncul?

Kirana beranjak berdiri saat suara ketukan itu tak kunjung berhenti, yang ada malah makin keras. Dia keluar dari meja dan dengan pelan menghampiri sumber bunyi yang bisa dia duga berasal dari atas meja kerja Gama. 

Tidak ada siapa pun selain dirinya di ruangan ini sekarang. Jadi, siapa yang iseng mengetuk-ngetuk permukaan meja? Pandangan Kirana mengedar untuk beberapa saat. Meneliti setiap sudut ruangan besar ini. Hingga suara benda jatuh membuatnya terpekik, kaget.

Kirana terlonjak dan mundur, lalu matanya melihat sebuah bola karet kecil yang memantul-mantul di atas lantai sebelum akhirnya menggelinding entah ke mana. Tempat bolpoin dan isinya  berserakan di lantai. Benda itu tadi yang tadi sempat mengejutkannya.

Kirana berjongkok, segera memungut benda itu, membereskannya dan kembali menyimpannya di atas meja. Jelas ini janggal, tanpa sebab benda itu terjatuh dari atas meja belum lagi bola karet yang tiba-tiba muncul dan menghilang.

Astaga! Baru juga hari pertama kerja sudah kena prank sama penghuni ruangan Gama.

Kirana bergegas keluar dari ruangan. Dia agak takut dan merinding. Namun ketika membuka pintu dan hendak keluar, tubuhnya malah menabrak sesuatu yang keras.

"Kamu jalan tidak pake mata ya?!"

Sesuatu yang keras itu ternyata tubuh besar Gama. Mata pria itu melotot menatap Kirana.

"Ma-maaf, Pak," ucap Kirana tergagap. Dia menoleh ke belakang mencari sesuatu.

"Kamu nyari apa?"

"Tidak ada, Pak. Saya cuma—"

Gama tidak peduli dan terus melangkah masuk. "Ponsel saya ketinggalan," ujarnya bergegas menghampiri meja. Dia menemukan ponsel itu tepat berada di sayap kiri meja. Dan sesuatu yang aneh bisa dia rasakan. Dia menengok segera ke arah Kirana yang masih berdiri di depan pintu. Wajah wanita itu sedikit pucat. Dia tahu persis apa penyebabnya.

"Jangan ganggu dia atau kamu akan berurusan denganku!" seru Gama tiba-tiba dan lagi-lagi itu membuat Kirana terlonjak.

"Ta-tapi, Pak, saya—"

"Saya tidak bicara sama kamu," tukas Gama cepat. Lalu mata tajamnya melirik ke pojokan lemari arsip. Telunjuknya lantas terangkat. "Jangan macam-macam atau aku akan membuatmu binasa."

Kirana menelan ludah melihat tingkah Gama. Sebisa mungkin dia terlihat biasa saja melihat keanehan bosnya itu. Dia masih berdiri kaku di depan pintu saat Gama mendekat.

"Sebaiknya kamu istirahat makan siang dulu.  Muka kamu pucat," ucap Gama begitu melewati Kirana.

"Ba-baik, Pak." Kirana mengangguk. Dan membiarkan Gama pergi.

Namun satu hal yang membuatnya cukup tercekat. Sebelum benar-benar keluar dari ruangan itu Gama melempar sebuah bola karet yang diarahkan tepat ke arah lemari arsip.

Itu adalah bola karet yang Kirana lihat beberapa saat lalu menggelinding dan pergi entah ke mana. Lalu bagaimana bisa benda itu ada di tangan Gama? Tidak mau berpikir panjang, Kirana buru-buru keluar dari ruangan itu.

___________________


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro