Dua • Sebenarnya, Apa yang Akan Terjadi?
Kalau saja sekarang kamu tidak sedang diborgol, kamu pasti akan langsung mengorek telinga untuk memastikan pendengaranmu. Barang kali, kotoran telingamu banyak hingga kamu salah dengar.
Satu-satunya yang bisa kamu lakukan hanyalah melongo dan bergumam, "Hah?" seperti orang bodoh.
"Wajahmu terlihat seperti orang bodoh," komentar lelaki yang mengaku sebagai Ravelio itu.
Kamu refleks mendelik ganas. Baiklah, kamu mungkin memang bodoh dan lemot. Tetapi, sepertinya sekarang kamu jadi tambah terlihat bodoh karena benar-benar tidak dapat memahami perkataannya.
Lelaki itu kembali bersuara. "Ka—"
"Sebentar, sebentar," kamu menyela, "bisa enggak, kamu lepaskan aku dulu? Ini enggak nyaman banget, tahu!"
Kamu meringis melihat pergelangan tanganmu yang terkekang. Ada bekas kemerahan di sana. Dan lagi, kekangan ini terlalu kuat. Bisa-bisa tanganmu patah kalau lama-lama di posisi ini.
Di sela-sela ratapanmu, Ravelio menggeleng. "Belum."
Keningmu refleks mengerut. "Belum?"
"Iya, aku tahu kau tidak nyaman," bisik Ravelio, "tetapi, ini belum saatnya aku melepaskanmu."
"Hah?" Kamu membeo. "Maksudmu? Jangan bikin aku makin kayak orang bodoh."
"Bagaimana menjelaskannya, ya?" Ravelio mengelus dagu. Keningnya mengerut. "Kau memang seperti orang bodoh tingkat lanjut, omong-omong," lanjutnya pelan disertai kekehan.
Tetapi tetap saja, kamu dapat mendengarnya. Orang bodoh tingkat lanjut, katanya!
Entah dia sengaja membuatmu kesal atau bagaimana, yang pasti, sekarang kamu benar-benar ingin mencabiknya!
Ravelio tampaknya mengabaikan delikanmu dan berkata dengan suara pelan, "Intinya, akan ada sesuatu yang akan terjadi ... kalau aku ... melepaskanmu."
Aduh! Rasanya sekarang kamu benar-benar ingin mengorek telingamu. Ini dia yang berbicara pelan sekali atau telingamu yang bermasalah?
Kamu yakin kamu salah dengar. Terlebih nada bicaranya terdengar ragu. Kamu tak menangkap maksud perkataannya. Hanya beberapa kata random yang kamu tangkap,
dan salah satunya adalah 'sesuatu'. Kamu pun menanyakannya.
"Sesuatu apa?"
"Hm ... sesuatu yang besar, yang tak dapat kuatasi sendirian."
Keningmu mengerut lagi. "Apa itu?"
Ravelio menggeleng. Entah dia tidak tahu atau memang tidak bisa menjawab. Tetapi, kamu menebak yang kedua. Ravelio jarang tidak mengetahui sesuatu.
Kamu makin penasaran. Sebesar apa sesuatu itu sampai-sampai seorang Ravelio berkata tidak dapat mengatasinya?
Ah, sebentar. Jika tebakanmu benar, Ravelio adalah suara yang kerap muncul di benakmu. Dia selalu membantumu saat kamu kesulitan atau butuh bantuan karena kekuatan terkutuk itu. Tetapi, dia yang sekarang ... terlihat agak berbeda. Dia tidak seperti Ravelio—atau karena selama ini kamu hanya mendengar suaranya saja dan baru melihatnya dalam wujud manusia jadi terlihat berbeda?
Kamu menengadah sedikit, menatap punggung tegapnya yang membelakangimu. "Kalau begitu, Rav, aku ada pertanyaan lain."
Kamu bergidik geli. Rav? Rasanya aneh memanggilnya begitu. Kamu jadi seperti memanggil dirimu sendiri.
Ravelio membalikkan badan dan menoleh. Iris sekelam malam miliknya beradu pandang dengan matamu. "Apa?" tanyanya cuek.
Kamu terlena sejenak, sebelum akhirnya tersadar kamu tidak sengaja jatuh dalam pesonanya.
Aduh! Kenapa juga kamu jadi agak gugup ditatapnya seperti itu?
Kamu menggeleng-gelengkan kepala cepat. Tidak, tidak, tidak boleh begini! Ingat tujuanmu!
"Apa yang ingin kau tanyakan, Rav?" Ravelio bertanya lagi.
Kamu tersentak, lantas menelan saliva. Baik, ini dia.
Dengan bermodalkan rasa penasaranmu sejak dulu, kamu pun bertanya, "Ravelio ... sebenarnya, kamu itu siap—ah, enggak, tapi apa?"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro