Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

2 - Guardian Angel

Halooo!👋
Selamat datang kembali di WGAVerse!

Hati-hati, setelah membaca ini kalian akan terhanyut dalam manisnya kisah cinta anak remaja yang dipadukan dengan sains 💫

•••

Derap langkah terdengar bergemuruh di sepanjang lorong. Suara itu berasal dari Bullet dan teman sekelasnya yang sedang berlarian menuju ruang laboratorium Sains.

Di sepanjang perjalanan itu juga, Bullet terus menyejajarkan langkahnya dengan Zeya sehingga mereka berjalan beriringan. Senyum Bullet merekah sempurna kala gadis itu tidak merasa keberatan dengan tindakannya.

“Apa kamu senang kita akan praktikum, Zeya?” tanya Bullet penuh semangat.

Gadis itu hanya diam. Mulutnya masih tertutup rapat, namun manik matanya terfokus pada punggung yang berjalan di depannya. Gadis cantik berambut perak itu tak menggubrisnya.

“Ze? Halooo!” sapa Bullet sembari mengibaskan tangannya di depan mata Zeya.

Zeya tersentak dan menjawab Bullet dengan sedikit tergagap, “Ke–kenapa?”

“Dari tadi aku tanya, lho. Kamu lihat siapa, sih? fokus banget kayaknya sampai aku invisible,” gerutu Bullet.

“Enggak ada, kok. Perasaan kamu aja kali,” elaknya tak ingin Bullet bertanya lebih jauh.

Tak lama mereka tiba di laboratorium Sains yang terletak di lantai kedua Gedung akademi. Dinding bercat putih dengan beberapa rak kaca berjejer rapi di setiap sisi ruangan. Di dalamnya, terdapat berbagai macam alat laboratorium yang biasa digunakan untuk praktikum.

Melihat benda-benda itu membuat mata Zeya berbinar. Terlebih lagi setelah pengajar Sains mereka membentuk kelompok untuk memudahkan kegiatan. Mereka semua berdiri di depan laboratorium terlebih dulu sambil menunggu pengajar membagi kelompok mereka.

“Semoga kita sekelompok ya, Ze,” harap Bullet. Lagi-lagi Zeya tidak meresponsnya.

“Zeya dengan Hale,” ucap pengajar Sains mereka. Senyum Bullet menghilang seketika.

Detik itu juga Zeya langsung meremas lengan Bullet dengan penuh tenaga, senyum sumringahnya terpancar. “Yes!!! Akhirnya, aku bisa sekelompok sama dia!”

Tanpa menunggu balasan dari Bullet, Zeya bergegas mendekati Hale yang telah mengambil tempat duduk lebih dulu. Di sisi lain, Bullet terus memperhatikan sosok Hale yang sedikit mengganggu pikirannya. Atau mungkin bisa dibilang hatinya. Bullet juga masih sedikit ragu soal itu.

“Hai Zeya,” sapa Hale ramah.

Mendengar suara lembut itu menyebut namanya membuat kaki Zeya melemas. Meskipun dia memiliki kekuatan tersembunyi, tetap saja dia bisa merasa meleleh saat seseorang yang dia suka memanggil namanya.

“Ha-halo?” balas Zeya canggung.

“Bisa tolong ambilkan gelas beaker itu, Ze?” pinta Hale masih dengan senyum yang membuat dunia Zeya terhenti.

Zeya gelagapan saat mendengarnya, tangannya langsung mengambil asal benda di sisi kiri. ‘Lagipula semua benda itu tampak sama saja fungsinya,’ pikirnya.

“Itu Erlenmeyer, Ze. Gelas beaker ada di sebelahnya,” ujar laki-laki itu saat melihat benda pemberian Zeya yang salah. Zeya meringis tak enak.

“Oh, iya, maaf, maaf.” Zeya langsung mengambil benda yang dimaksud. Belum sempat benda itu sampai ke tangan Hale, Zeya lebih dulu menyenggol beberapa peralatan lain hingga suara benda berjatuhan tak lagi dapat terelakkan.

Semua pasang mata kini menatap mereka berdua. Zeya menelan ludahnya takut. Tanpa ia ketahui, rupanya Hale tengah berakting seolah dia lah yang menjatuhkan benda-benda itu.

“Maaf, Madam, saya tidak sengaja menjatuhkannya,” ujar Hale berbohong.

Zeya langsung menatap laki-laki itu. Hatinya jadi menghangat, meski raut wajah Hale tak terbaca. Tak lama terdengar suara omelan dari pengajar Sains mereka pada Hale. Zeya merasa bersalah pada laki-laki itu.

“Maaf, Hale.”

“Tidak apa-apa. Sini biar kubantu,” ujarnya sembari memegang tangan Zeya yang masih bergetar saat merapikan kembali benda-benda itu.

Tangan Zeya yang bergetar dan dingin, jadi sedikit lebih hangat setelah telapak tangan yang besar itu melingkupi tangannya.

“Biar aku bantu juga, Zey,” ujar Bullet yang tiba-tiba datang ke mejanya. “Entah mengapa aku tidak begitu menyukai Hale.”

"Kamu pasti iri dengannya!" balas Zeya ketus. Dia merasa Bullet sangat mengganggu proses pendekatannya dengan Hale. Alhasil, Zeya membalas segala perkataan dan tindakan Bullet dengan ketus.

"Enggak gitu, Zey. Kamu jangan terlalu deket sama dia, deh," tutur Bullet dengan ekspresi yang sulit dimengerti.

Hale yang menyaksikan itu tersenyum miring. Lantas mengapa bila dirinya ingin mengacaukan persahabatan itu. Bagi Hale, merusak hubungan manusia itu menyenangkan.

Hale pun mendekati keduanya, menimbrung obrolan yang berjalan sepihak itu. "Bullet, sepertinya temen sekelompokmu memanggilmu(?)"

Bullet, lelaki yang sangat sadar akan pentingnya sebuah tanggung jawab. Hal itu menjadi sisi positif, tetapi juga sisi buruknya. Lihatlah, lelaki itu kini telah kembali ke tempat seharusnya. Mengabaikan Zeya yang bertanya akan larangan tadi itu, tetapi rasa dongkol lebih mendominasi.

Kalau bukan Bullet, udah aku telan mentah-mentah, gerutu Zeya.

Zeya masih memandang Bullet dari kejauhan. Labil, dia sungguh labil. Tadi dia sangat terpesona dan memprioritaskan Hale, tetapi kini memandang sebal kedekatan Bullet dengan tempat sekelompoknya.

Hale pun tersenyum licik, diacaknya pucuk rambut Zeya. Menimbulkan semburat merah di pipinya. Tak lupa dengan mata yang seakan ingin copot dari kelopaknya. Bukan, bukan karena apa, melainkan kaget dan senang yang beradu.

"Udah, fokus ke penelitian kita aja, yuk?"

Zeya mengangguk kecil. Kita, ya. Aa! Bullet harus tau ini, sih!

Di lain tempat yang tak lagi Zeya perhatikan, lelaki itu berharap cemas. Ia cemburu, tetapi juga mengundang teka-teki akan lelaki yang sekelompok dengan Zeya.

Auranya aneh. Ah, sebal, kenapa Zeya enggak lihat ketampananku ini, sih!

Bullet masih berusaha mengganggu konsentrasi Zeya dan Hale. Namun, jangan lupakan bahwa kelompoknya sendiri tak berjalan.

Bullet membuat gelembung api di udara. Santai, hanya mereka yang satu jenis dengannya yang mampu melihat itu. Manusia biasa, sih, mungkin melihat Bullet terlalu tinggi imajinasinya. Yang membuatnya tampak menggerutu sebal memandang pemandangan kosong, dan lain sebagainya. Namun, yang Bullet lihat tentulah berbeda.

Saat asyik bermain dengan gelembung api itu, netranya tak sengaja menangkap Hale yang juga menatap asyik pada gelembung api tersebut. Ketika netranya saling beradu pandang, sesegera mungkin Hale membuang pandangan.

Dia kenapa? Dia bisa lihat?

Bullet mencoba memancing kembali, tetapi Hale tak lagi merespon. Ya, mau bagaimana pun, seseorang tidak akan mau terjatuh lagi dalam lubang yang sama. Bullet pun menyerah.

Tak terasa, waktu berjalan begitu cepat. Sudah hampir setengah hari pelajaran di lab sains berlangsung. Beberapa kelompok, salah satunya kelompok Zeya sudah menyelesaikan tugasnya.

Tampak gadis dengan surai perak itu berlari kecil ke arah lelaki bersurai hijau muda. Raut wajahnya menunjukkan suatu bom yang sewaktu-waktu meledak.

"Bullet!" teriakannya tertahan. Lab sains bukan tempat untuk berteriak, Zeya sadar akan hal itu.

"Aku seneng banget! Udah ganteng, pinter lagi!" Zeya bercerita dengan penuh semangat.

"Siapa? Makasih," balas Bullet datar.

"Dih, orang enggak muji kamu. Itu tuh si Hale," ujar Zeya seraya menunjuk Hale yang masih juga berkutat dengan peralatan lab.

"Huft, sudah berapa kali kubilang untuk menjauhi dia. Firasatku tidak enak ." wajah Bullet kusut.

"Memandang wajahnya saja sangat membuatku gila." Zeya masih dimabuk oleh Hale.

"Yasudah terserah kamu saja aku mau pergi dulu, bye." jawab Bullet ketus, dia pergi meninggalkan Zeya di sana sendirian.

***

Taman sekolah kala itu sedang sepi sepinya. Bullet berjalan sendirian menuju bangku taman. dia duduk sembari menghela nafas sesaat. hatinya gundah memikirkan Zeya yang jatuh cinta. Berkali kali ia mengusir perasaan yang ada didadanya tetapi tetap saja rasanya tetap menjengkelkan.

"Sedang apa sendiri disini?" Lace keluar dari lorong menghampiri Bullet.

"Kau sendiri sedang apa?" Bullet bertanya balik.

"Aku melihat seorang siswa suntuk yang bolos pelajaran lalu aku menghampirinya agar tahu dia sedang apa. Ayolah terbuka saja padaku." Lace menatap Bullet penuh harap.

"Sejak kapan sifat mu berubah seperti itu?" Bullet menatap netra Lace dengan tajam.

"Ah sejak kapan? Aku? Aku memang seperti ini kan?" Lace sumringah.

'AAAH kenapa dia bertanya seperti itu aku kan jadi gugup.' Jantung Lace berdegup kencang, pipinya memerah tetapi masih menjaga wibawanya.

"Ahh itu apakah kamu merasa aku kurang?" Bullet berterus terang.

"Kurang apa?"

"Aku menyukai seseorang tetapi dia memilih untuk menyukai pria lain. padahal kukira kita sudah dekat."

Wajah Bullet memerah tetapi masih mempertahankan mimik wajahnya agar tak terlihat sedih.

"Tidak ada yang kurang dari mu Bullet. Jangan menyerah kamu pasti bisa. " Lace tersenyum tipis, di lain sisi jantungnya berdegup kencang.

"Baiklah akan kucoba lagi." Bullet bangkit dari duduknya dan berlari menuju lorong di arah barat, menuju lab.

'Lucu sekali dia. Ahh so sweet banget Bullet.'
Lace beranjak menuju ruang OSIS melewati lorong di utara.

***

Di tengah lorong terlihat Zeya dan Hale sedang berjalan menuju laboratorium. Zeya tampak senang berbicara dengan Hale, netranya tak bisa bohong. Bullet berjalan menuju kearah mereka berdua, akan tetapi Bullet merasa curiga dengan Hale jadi dia memilih untuk membuntuti mereka berdua.

"Sebenarnya proyek apa yang kamu buat Hale?" Zeya bertanya sambil menundukkan kepalanya.

"Kalau kamu mau tau, sudikah kamu membantuku membuat proyek itu. Sepertinya aku sangat kesepian mengerjakan proyek itu." Hale berterus terang.

"Baiklah aku akan siap membantumu." Zeya tersenyum lebar.

Mereka sudah sampai di laboratorium lalu mereka masuk dan bersiap siap melanjutkan proyek.

"Jangan bilang bilang sama yang lain. Proyek ini sangat berbahaya." Hale menjelaskan kepada Zeya. Zeya hanya mengangguk.

"Kamu tau ada makhluk lain yang hidup berdampingan dengan kita. Mereka hidup dengan mengambil energi kehidupan manusia ataupun mahkluk lainya. Aku pernah melihatnya." Hale menarik sebuah benda berbentuk seperti senapan yang terbungkus dengan perak.

"Kamu pernah melihat apa?" Zeya menelan ludah.

"Melihat ini."

Seketika sosok Hale berubah. Tubuhnya memiliki banyak bekas jahitan dan di belakang tubuh nya teracung dengan gagah ekor repitilia. Zeya mundur 5 langkah kebelakang mendekati mesin inkubasi.

"Kamu Phantasm?!" Zeya berseru marah.

"Hahahahaha aku adalah wujud kedua dari phantasm itu sendiri, sebut saja perfect phantasm." Hale menarik sebuah rak penuh senjata rakitan.

'argh aku tak bisa maju, tubuhku belum pulih. Bullet dimana kamu??!'

Zeya panik ia melemparkan alat alat praktikum. Hale tidak merasakan sakit, hanya sedikit geli saja.

" Hei aku lapar, kau ingin dimasak dengan apa? menjadi sebuah eskrim? dipanggang atau dimakan mentah mentah?" Hale menunjukan senjatanya kearah Zeya.

Tanpa jeda waktu Hale menerjang Zeya.

"AAAAAA!" Zeya menjerit.

Tiba tiba tubuh besar Hale terpental jauh. Sosok pria berambut hijau muncul, ya tentu dia adalh Bullet.

"Hei kamu tidak apa apa?" Tanya Bullet.

"Seperti yang kamu lihat." Zeya tersenyum.

"Biarkan aku mengurus dia dahulu oke, kamu tunggu sebentar." Zeya mengangguk.

Hale menerjang Bullet kembali, tetapi Buller membuat hentakan dari apinya. Tubuh besar Hale terpental keatas. Setelah itu Bullet lanjut melemparkan bola api ke arah Hale. Hale menepisnya dengan senapan yang berisi peluru es.

" Pengganggu!" Hale berseru kesal.

Bullet menyemburkan api dari tanganya, api itu membungkus Hale. Hale yang seorang Perfect Phantasm memilik skill lebih yaitu regenerasi yang cepat dan superhuman power.
Sebanyak apapun dia di bakar tetap akan bangkit seperti mayat hidup.

Sebuah petir melesat ke arah Hale dan membuatnya terpental ke tembok.

"Aku datang." Lace melayang dalam posisi siaga.

"Aku akan bantu." Dave ikut datang, dia adalah kepala bidang seni. Kemampuanya adalah memanipulasi bayangan.

Hale makin liar, tubuhnya terus menerjang serangan Bullet dan Lace. seketika pergerakanya berhenti. Dave menggunakan penjara bayangan miliknya.

"Ketua dan Bullet satukan kekuatan kalian untuk menghancurkan inti jiwanya." Bullet dan Zeya mengangguk.

"Kita gunakan ini." Bullet mengambil meriam buatan Hale. Lace mengangguk.

Dengan begini mereka melakukan serangan kombinasi yang hebat. Lace berfungsi sebagai pelatuk nya dan Buller menjadi pelurunya. Tangan Bullet masih sibuk mengaliri api hingga menjadi sebuah bola api yang berada di suhu panas tertinggi.

"Apa kamu siap?" Lace bersiap melepaskan serangan.

"Tembak!" Bullet berseru.

Sebuah meriam api dilepaskan. meriam itu melesat lebih cepat dengan kekuatan Lace. Tubuh besar Hale terperangkap di penjara bayangan Dave. Peluru itu menghunjam tubuh Hale hingga menjadi abu.

Zeya yang sejak awal pertarungan diam kini sudah bisa lega.

"Terimakasih Bullet!" Zeya memeluk erat Bullet.

"Sama-sama." Bullet tersipu malu. pipinya memerah seperti kepiting rebus.

"Kalau begitu aku dan Dave akan kembali ke ruangan untuk memanggil tim pembersih. Terimakasih dan sampai jumpa." Lace dan Dave meninggalkan mereka berdua ditengah lab yang porak poranda.

"Sekarang apa?" tanya Zeya.

"Sekarang? Sekarang aku mencintaimu." Bullet keceplosan.

"Eh.." Zeya terkejut.

"Lupakan aku salah bicara, maksudnya sekarang aku akan mengantarkan mu ke kelas." Bullet jadi dingin tiba tiba.

'Kenapa kamu sebodoh itu Bullet.'

"Hey aku menyanyangimu kok." ujar Zeya.

  Bullet tersipu malu, tubuhnya bergetar hebat. Zeya hanya tersenyum di dekapan Bullet.

"Ayo pergi." Zeya mengangguk, ia meraih tangan Bullet dan Bullet langsung membopong Zeya dan meninggalkan laboratorium dengan kecepatan cahaya.

•••

Thank's to Decimosexto team!!!
Zurarararaaa_ inizeya
Jurus kepepet emang paling oke
😭👍

See you in the next challenge!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro