Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 12 - Malam Zafaf

"Setelah bait akad itu diucapkan, maka yang tercipta adalah kita. Bukan lagi aku dan kamu. Membuang ego, dan berkorban kebebasan. Dalam bait akad itu, ada janji yang mengatasnamakan Tuhan."
****

Afanin POV

Acara selesai sekitar pukul satu siang. Setelah berkemas dan pamit pada Umi, Abi dan Ayah, kami berangkat sehabis ashar. Ayah memberikan kami sebuah rumah di Jakarta sebagai kado pernikahan. Berat rasanya meninggalkan rumah dan orang tua yang telah menemani kita sejak lahir hingga sekarang. Tapi, sekarang aku telah menjadi tanggung jawab orang yang ada di sampingku. Laki-laki yang beberapa saat lalu menjadi suamiku.

"Ada apa dengan mantan pacarmu itu. Dia memandangku seolah aku adalah makhluk paling keji di dunia." Mas Alfi bertanya saat di perjalanan. Memecah keheningan yang terjadi sejak satu jam yang lalu.

"Bukan begitu.." belum selesai aku berbicara dia sudah mendahuluiku.

"Ah, kau menceritakan tentang kebiasaan burukku begitu? Ck," tuduhnya sinis.

"Tidak Mas," bantahku cepat. "Sungguh. Aku tak pernah membicarakan tentang keburukanmu pada siapapun. Aku juga tidak tahu bagaimana Mas Arham bisa tahu semua tentangmu. Saat itu sehari setelah aku memberinya undangan pernikahan, ia menemuiku dan marah-marah karena ia tahu dirimu yang sebenarnya. Ia menyuruhku untuk membatalkan pernikahan ini." Jelasku sejujurnya.

"Lalu kenapa kau tidak melakukanya?" tanya nya masih dengan nada tak bersahabat.

Aku tersenyum dan menggeleng pelan. "Tidak akan. Ini adalah keputusanku. Aku sudah berkomitmen untuk ini." Jawabku tegas menatapnya.

Dia balas menatapku dengan kening berkerut dan seperti akan mengatakan sesuatu namun ia mengurungkannya. "Sudahlah aku capek." Ucapnya kemudian menyenderkan kepalanya ke punggung kursi, melipat tangannya di dada dan memejamkan mata.

Aku memperhatikannya, wajahnya memang terlihat begitu kelelahan, kerutan di dahinya menandakan ada hal yang sedang ia pikirkan.

"Aku tidak suka diperhatikan saat tidur." Ucapnya masih memejamkan mata. Aku terkesiap dan mengalihkan pandanganku. Bagaimana dia bisa tahu?

Aku ikut tertidur setelah beberapa saat Mas Alfi tertidur, mungkin karena kelelahan dan suasana di luar hujan membuatku mengantuk.

Pak Sobri supir yang mengantar kami membangunkanku karena kami telah sampai. Aku menoleh dan mendapatinya masih tertidur.

"Mas.. Sudah sampai," aku menggoyangkan bahunya pelan. Dia sama sekali tak terusik. "Mas, bangun." Aku menepuk-nepuk pipinya, tetap tak bergeming. Haih, bagaimana aku membangunkannya?

"Di cium aja non, Tuan Alfi nya pasti bangun," Pak Sobri terkekeh dengan cetusan idenya sendiri.

Aduh, ada-ada saja. Memangnya dia putri tidur, eh kalau dia sih pangeran tidur? Nah, kenapa jadi ngelantur begini. "Coba deh bapak yang bangunin," pintaku.

Pak Sobri turun dari mobil lalu membuka pintu belakang tepat ketika pintu terbuka Mas Alfi hampir terjengkang karena kepalanya menyender ke pintu mobil.

"Astagfirulloh!" Sontak aku memegang lengannya agar dia tidak benar-benar terjungkal.

Dia yang baru sadar mendesis geram. Pak Sobri malah cengengesan. "Duh maaf Tuan, saya tidak tahu kalau Tuan tidurnya nyender ke pintu. Niatnya mau bangunin.. tapi.. Tuan jadinya udah kebangun. Kita sudah sampai Tuan." Ucap Pak Sobri berusaha sopan dengan tawa yang tertahan. Mungkin merasa lucu melihat Tuannya yang terkejut saat sedang tidur karena hampir terjungkal ke luar.

Dia terlihat akan marah, aku segera menghentikannya. "Sudahlah Mas, beliau kan tidak sengaja. Lagi pula Mas sendiri susah sekali di banguninnya." Ucapku.

Dia menghela napas kasar. "Minggir," ucapnya pada Pak Sobri yang segera dipatuhi. Lalu ia turun dan aku pun melakukan hal yang sama.

Aku tercengang mendapati rumah yang berdiri kokoh di hadapanku. Sangat megah dan mewah. Terlalu megah untuk kami tinggali berdua. Halamannya saja luas begini. Masya Allah, aku sungguh tak pernah mengharapkan harta melimpah. Semua ini, aku merasa sangat menyayangkannya. Kami hanya berdua, tapi rumah layak istana.

Beberapa pelayan menghampiri kami dan memberi hormat, tanpa diperintahkan mereka mengambil barang-barang kami membawanya masuk ke dalam rumah.

"Sampai kapan kau akan berdiri di situ? Tidak mau masuk?" Mas Alfi ternyata sudah berdiri jauh di hadapanku. Aku terlalu sibuk berpikir hingga tak menyadarinya.

Aku mengikutinya, masuk ke dalam rumah yang akan menjadi tempat tinggal kami. Aku menyapa ramah pada para pembantu rumah tangga. Sebenarnya aku lebih memilih tidak memakai pembantu tapi melihat rumah sebesar ini sepertinya aku tidak sanggup merawatnya sendirian.

Kulihat dia memperhatikan seluruh isi ruangan seperti yang aku lakukan. Sepertinya ia juga tak menyangka Ayahnya akan memberi rumah sebesar dan semegah ini.

Kami diantar sampai ke kamar, napasku sedikit tercekat. Dia pun mematung. Ranjang ukuran king size dengan kelambu dan hamparan bunga mawar merah di atasnya.

"Siapa yang melakukan ini? Cepat bereskan! Jika tidak, aku akan memecat kalian." Titahnya tak terbantahkan yang segera dituruti. Ia lalu keluar kamar, aku menghela napas. Ini belum satu hari.

Mereka dengan sigap membuang semua bunga dan mencopot kelambu. Seorang bibi tengah membuka koper dan hendak membereskan pakaianku. "Biar aku saja," kataku cepat dan ia menurut. "Jika sudah selesai, kalian bisa kembali ke pekerjaan kalian. Terima kasih sudah membantu." Ucapku seramah mungkin.

Mereka tak banyak bicara, hanya tersenyum dan mengangguk. Aku membereskan pakaianku dan pakaiannya. Dia masih belum kembali, aku melihat jam sebentar lagi maghrib. Setelah selesai beres-beres aku langsung mandi dan bersiap untuk sholat.

Adzan sudah berkumandang, aku memakai mukenaku, menunggunya datang. Saat berniat mencarinya dia muncul.

"Mas, ayo sholat berjema'ah," ajakku. Dia bergeming, berlalu begitu saja tanpa mengucapkan apapun. Lalu masuk ke dalam kamar mandi. Aku menghela napas lalu kuputuskan untuk sholat munfarid saja. Seusai sholat aku bertilawah.

Dia keluar tepat setelah aku selesai melipat mukena, aku membuka ciput yang biasa aku pakai untuk sholat. Bermaksud ingin mengeringkan rambutku yang belum sempat ku lakukan.

Aku menoleh ke arahnya yang sejak tadi diam. Dia hanya memakai handuk kimono putihnya, duduk dengan tenang di pinggir ranjang sambil menatapku. Aku sedikit risih dengan tatapannya itu.

"Mas nanti waktu maghribnya keburu habis," ucapku setenang mungkin. Dia malah berjalan ke arah lemari, mengambil sesuatu lalu melemparkannya padaku yang segera kutangkap.

Aku mengernyit, lingerie?

"Aku ingin kau memakainya," ucapnya datar.

Mulutku membulat seketika. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku. "Tapi Mas, ini.. Terlalu.."

"Aku ini suamimu. Tidak akan ada orang lain yang berani masuk ke sini, jadi kau tidak perlu khawatir dilihat orang lain. Cepat ganti, aku ingin melihatnya."

"Tapi Mas aku.." Aku urung melanjutkan kalimatku karena tatapannya. Dia seperti mau memakanku hidup-hidup jika aku tak menuruti perintahnya.

Dengan berat hati aku masuk ke kamar mandi dan mengganti pakaian tidurku dengan lingerie berwarna merah muda pemberiannya. Aku mematut diriku di cermin. Ini pakaian atau apa? Aku menggeram sendiri. Memang bahannya tidak nerawang, tapi ini pendek dan tipis sekali, bagian atasnya juga terlalu turun. Aku mendesah, meskipun dia suamiku, aku baru mengenalnya dan mempertontonkan tubuhku seperti ini membuatku malu.

Aku terus mondar-mandir di dalam kamar mandi, entah berapa banyak waktu yang aku habiskan. Aku menghela napas panjang. Tidak, aku tidak bisa. Tadi aku tidak berkerudung saja aku sudah merasa berdosa, padahal dia berhak atas diriku.

Hurwa, dia itu suamimu. Pernikahan itu telah menghalalkan yang haram, dan dia halal bagimu. Menurutinya adalah kewajibanmu. Menyenangkannya adalah ibadahmu. Diriku yang lain menegurku.

Baiklah. Dengan sedikit kekuatan aku melangkah keluar, dengan perlahan dan wajah tertunduk. Membiarkan rambutku yang belum kering sepenuhnya menutupi sebagian wajahku. Jemariku saling meremas. Mungkin aku persis bocah yang takut dimarahi orang tuanya kali ini.

"Kau lama seka.."

Aku tak mendengar dia menyelesaikan kalimatnya. Aku mendongak mendapatinya tengah menatapku, seperti terkejut kemudian ia menatapku dari atas ke bawah dan terus begitu.

"Mas, aku malu. Aku ganti lagi yah," kataku cepat dan sudah berbalik namun perkataannya menghentikanku.

"Jangan berani melakukannya. Diam di situ. Kecuali kau mau jadi pembangkang " Ucapnya tegas. Seolah itu adalah perintah mutlak yang tidak bisa aku tolak.

Aku bisa mendengar dia mendekat ke arahku dan jantungku sudah berdebar-debar antara rasa takut, gugup dan entahlah bagaimana aku harus menjelaskannya.

Ia membalikan tubuhku, lalu meraih daguku dan mengangkat kepalaku hingga kami saling menatap. Bibirnya tertarik ke atas membuat lengkungan yang manis. Dia tersenyum, "Cantik." Ucapnya dan berhasil membuat pipiku memanas. Jaraknya terlalu dekat dengan wajahku. Aku bisa melihat wajah tampannya dengan jelas. Matanya agak sipit, alisnya tebal, kulitnya putih bersih, dan bibirnya tipis ketika tersenyum. Benar-benar manis.

Sebisa mungkin aku membalas senyumnya. Aku tahu arti tatapannya, ia mungkin ingin meminta haknya sebagai suami di malam zafaf ini, tapi tidak seperti ini caranya, bukan seperti ini yang aku inginkan. Aku ingin memastikan sesuatu sebelum aku benar-benar menjadi miliknya.

Aku menegang saat ia membelai rambutku, mencium aromanya, dan menggumamkan sesuatu. Kemudian ia beralih ke wajahku, terus turun hingga ia membelai tanganku yang polos.

"Mas,"

"Diamlah." Potongnya cepat. Dia menelisik tubuhku. "Kau sempurna. Aku tidak menyangka kau bahkan melebihi prediksiku. 165, 80 dan 36 B." Ucapnya diakhiri seringaian.

Aku tercekat, bagaimana mungkin dia bisa tahu hanya dengan melihatku?

Dia meraih tanganku dan menciumnya. "Lembut," gumamnya masih dengan bibir menempel di punggung tanganku membuatku geli. Aku tersentak saat ia menarik tubuhku hingga menempel padanya. Aku tidak sempat mengatakan apapun karena dia telah menguasaiku. Mencumbuku dengan penuh gairah. Sementara aku masih terlalu kaget dengan semua tindakannya. Satu tangannya mengusap tengkukku menghasilkan sensasi aneh di tubuhku. Tanganku mencengkram kedua lengannya dengan keras kurasa. Hingga dia melunakkan ciumannya dan aku bisa sedikit membalasnya. Jujur, aku sempat terbuai dan menikmatinya. Untuk pertama kalinya..

Dia tidak berhenti melakukannya sampai aku berjalan mundur dan terjatuh di atas ranjang. Dia berada di atasku yang kini bertelanjang dada. Tangannya meraih lingerie ku bermaksud membukanya sepertinya. Dan kini wajahnya sudah turun di leherku.

Bahaya! Tidak, tidak seperti ini. Diriku yang masih waras mengingatkanku. Sebelum ia bertindak lebih jauh aku mendorongnya sekuat tenaga hinga ia menghentikan pergerakannya. Dia menatapku dengan raut heran dengan napas memburu.

Napasku terengah-engah. Aku tidak menduga akan seperti ini. "Aku punya satu syarat sebelum kau mengambil hakmu," ucapku setelah mengatur napas dengan susah payah. "Aku ingin kita sholat dua raka'at dan kau mendo'akanku." Ucapku mantap tepat melihat ke manik matanya.

Dia terdiam untuk beberapa saat, lalu ia bangkit, mengambil pakaian di lemari lalu memakainya. Akupun bangun untuk melihat apa yang akan ia lakukan. Tanpa kuduga ia malah pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Aku menatapnya dengan raut bingung. Apa aku salah?

Sesulit itukah permintaanku? Apakah aku berdosa karena melalaikan kewajibanku sebagai seorang istri dan membiarkan suaminya pergi di malam zafaf?

Ya Allah, aku hanya ingin ia memiliki sedikit iman di hatinya. Walau itu hanya seberat zarrah. Aku takut jika yang aku lakukan ini salah, aku tidak ingin nantinya yang kami lakukan bukanlah ibadah melainkan zinah.

Ya Allah, maafkanlah hamba-Mu ini..

****

Tbc

Assalamu'alaikum! Nah bisa update cepet kan? Hehe, agak ragu sebenernya publish bab ini. Tapi ada bagian penting di dalamnya. Maafkan kalau penuturan bahasanya yang aneh dan absurd wkwkwk. Bukan bermaksud pindah haluan jadi konten dewasa loh, ck. cuman ya kebutuhan part saja. Bah! XD semoga nggak terlalu ekstrim juga yah :'D wkwkwk

Bagaimana bab ini? Semoga gak ancur-ancur amat ya~ mhee. Vomment nya boleh :)
See you next part!

P.s: tolong beritahu saya jika ada typo ya. Trims.

080216-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro