Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 6

   Sementara itu, Harold dan Jessica sedang berjalan di sebuah gang yang penuh dengan puing-puing bangunan. Mereka melihat jasad hewan-hewan yang telah membusuk. Jessica tak tahan dengan bau busuk menyengat hingga hampir muntah.

   “Uh, kenapa aku harus berpencar bersama anak penakut ini?” keluh Harold.

   Jessica tak sengaja mendengarnya. “A-apa yang Anda katakan tadi?”

   Harold menghela napas. “Kurasa kita sudah berjalan agak jauh dari balai kota. Kita harus mencari teman-teman kita.”

   “Apa... Anda ada saran?” tanya Jessica yang sedikit gemetar.

   “Berhenti formal padaku! Jika bukan karena kabut menjengkelkan ini, aku tidak akan berlari bersamamu.” Harold melihat sebuah pintu yang terbuka. “Ayo kita periksa tempat itu!”

   Tiba-tiba, Jessica sudah bergerak ke belakang Harold dengan cepat. “Si-silakan duluan.”

   Harold menghela napas kesal dan berjalan ke arah pintu itu. Senter mulai dinyalakan, lalu disorot ke dalam ruangan. Puing-puing dan perabotan yang berantakan menyambut mereka. Dirasa cukup aman, Harold melangkah ke dalam dengan Jessica yang bersembunyi di belakangnya.

   Tidak ada yang bisa mereka temukan di sana selain lembaran kertas dan serpihan meja yang hancur di lantai. Harold menemukan sebuah kursi di antara puing-puing. Dia menarik benda itu keluar.

   “Jess, duduklah!” pinta Harold.

   Jessica yang masih gemetar mengikuti permintaan dari Harold. “Lalu, a-apa yang akan ki-kita lakukan?”

   Harold mengeluarkan sebuah pisau dari tasnya. “Aku akan menelusuri lorong ruangan ini sendiri. Tunggulah di sini!”

   “Apa?! Tolong jangan tinggalkan aku sendiri!” Jessica beranjak dan memegang lengan kanan Harold.

   Pria berambut coklat itu menyingkirkan tangan si gadis. “Ayolah, bertingkahlah berani! Hanya keberanian yang menyelamatkanmu dari kota ini.”

   Di tengah percakapan, mereka mendengar suara seperti benda terjatuh di dalam lorong. Harold menyorotkan cahaya senter ke arahnya, tidak ada apa-apa yang terlihat. Namun, seperti ada siluet dari ujung lorong yang meronta-ronta. Karena Jessica terlalu takut untuk duduk santai, akhirnya mereka mengecek lorong itu bersama.
Dalam kesunyian bercampur dengan suara gaduh dari sesuatu yang belum jelas, Harold dan Jessica berjalan ke dalam lorong yang gelap. Bau busuk mulai terhirup melalui hidung mereka. Suara itu mulai terdengar jelas, hingga mereka mengintip dari balik lemari yang roboh.

   Harold terkejut lalu mematikan senter. Dia juga membekap mulut Jessica agar tidak berteriak. Lalu, mereka masuk ke sebuah ruangan untuk bersembunyi. Gadis berambut hitam itu tidak tahu apa yang terjadi, tapi apa pun yang dilihat oleh Harold pasti menyeramkan.

   Langkah kaki yang berat terdengar di dekat mereka, dan geraman mulai membuat Jessica merinding. Ingin sekali dia berteriak, tapi mulutnya dibekap oleh Harold. Bahkan, pria itu harus menahannya lebih kuat.

   “Tahanlah sebentar! Makhluk itu bisa menemukan kita!” bisik Harold.

   Tiba-tiba, dinding tempat mereka bersembunyi diketuk keras hingga semua tempelan dinding terjatuh menimpa mereka. Harold mulai merasa bahwa makhluk itu sudah menemukan keberadaan mereka. Detak jantungnya mulai bergerak cepat.

   Sebuah ide terlintas di pikirannya. Dia ingin melakukannya, tapi dia khawatir jika Jessica tak bisa mengikutinya.

   “Jessica, aku punya rencana yang bagus untuk pergi dari sini. Kau harus mengikutinya dan hilangkan semua rasa takutmu jika kau tidak mau mati di sini. Paham?”

   Jessica hanya mengangguk. Akhirnya, tangan Harold dilepaskan dari mulutnya. Gadis itu menarik napasnya yang agak sesak. Dia melihat Harold yang mulai berdiri.

   “Apa yang akan kita lakukan?!” bisik Jessica.

   Harold melihat pintu lain yang dekat dengan jalan keluar. Dia mengambil batang kayu dan berjalan ke pintu itu. Jessica mengikutinya tanpa tahu apa yang dipikirkan pria aneh itu. Mereka harus melewati tumpukan perabotan yang berantakan. Harold menoleh ke Jessica dan menempelkan jari telunjuk di bibirnya.

   Mereka melewati tumpukan kardus yang berserakan. Langkah mereka sangat pelan hingga berusaha tak menginjak sesuatu yang mampu membuat kegaduhan. Setelah berhasil, mereka melewati meja dengan tumpukan buku-buku di atasnya. Mereka merangkak di bawahnya dengan perlahan. Namun, Jessica tak sengaja menyenggol kaki meja hingga membuat tumpukan buku di atasnya roboh.

   Suara itu menciptakan kegaduhan yang mengundang makhluk itu. Sontak, sang makhluk masuk ke ruangan. Harold meminta Jessica untuk menutup mulut sebisa mungkin. Makhluk itu tampak buruk rupa dengan tubuh kurus kering dan kulit seperti bersisik. Makhluk itu mulai mencari Harold dan Jessica dengan matanya yang kecil.

   Jessica mulai merinding karena makhluk itu berada di dekatnya. Mulutnya sudah tidak tahan untuk berteriak. Makhluk aneh itu mengacak-acak buku yang roboh dengan cakarnya yang tajam. Gadis itu semakin ketakutan sampai detak jantungnya menggila. Harold pun melempar batang kayu tersebut ke arah lain. Makhluk itu mengejar batang kayu tersebut.

   Jessica menghela napas panjang, lalu Harold menarik tangannya untuk segera meninggalkan ruangan itu. Mereka berjalan perlahan melewati sampah kayu. Seperti sebelumnya, Jessica tak sengaja menyenggol kayu. Makhluk itu menoleh dan menggeram keras. Mereka langsung berlari keluar bangunan.

   Harold dan Jessica berlari ke setiap gang jalanan yang dipenuhi sampah. Mereka dapat mendengar suara monster yang terus mengejar mereka. Lari mereka semakin tidak karuan, hingga mereka bertabrakan dengan seseorang. Ketika melihatnya, mereka tampak senang.

   “Apa kalian baik-baik saja?” tanya orang itu.

   Jessica merasa senang melihat orang itu. “Kevin!”

   “Berhenti basa-basi! Gunakan kapak yang kau pegang untuk membunuh monster itu!” ujar Harold.

   “Monster apa?” Seekor monster keluar dari gang dan berlari ke arah mereka secara membabi buta. Dengan sigap, Kevin menggenggam kapaknya seperti menggenggam pemukul bola. Setelah dekat, Kevin mengayunkan kapak itu tepat ke wajah monster.

   Dengan wajah yang berlumuran darah berwarna hitam, monster itu masih sanggup berdiri. Kevin mengayunkan kapak lagi dari atas kepala hingga alat tajam itu menancap di kepala makhluk itu. Darah mulai memuncrat ke mana-mana, membuat Kevin mandi darah. Setelah perlawanan yang cukup sengit, makhluk itu berhenti bergerak. Kevin menendang kepalanya, tak ada respons yang diberikan.

   Kevin menoleh ke arah Harold dan Jessica. “Sukurlah aku bisa bertemu kalian.”

   Harold mengatur napasnya yang berat, sesekali dia memegang dadanya. “Kerja bagus... petugas...!”

   “Iya... te-terima kasih, petugas Kevin!” balas Jessica yang senang.

   “Ayo kita menemui Claire dan Ishikawa di tempat aman!” Kevin mengajak Harold dan Jessica berjalan ke sebuah bangunan toko.

   Toko itu tampak masih bagus dengan cat yang agak mengelupas, serta plang nama yang lepas dari tempatnya. Kevin membawa mereka melewati jalan kecil untuk masuk ke toko melalui pintu belakang. Setelah itu, Haruka dan Claire menyambut mereka.

   “Eh, Jessica dan Harold?!” ujar Haruka yang menghampiri mereka.

   Claire melihat Kevin yang berlumuran cairan hitam di seluruh tubuhnya. “Apa yang baru saja kau lakukan?! Bertarung dengan monster?”

   “Ceritanya panjang, tapi kau bisa katakan itu benar,” jawab Kevin, “Ishikawa, tolong berikan air dan makanan untuk Jessica!”

   “Siap, petugas!” Haruka menuntun Jessica yang masih trauma ke dalam toko.

   Kevin menoleh ke Harold. “Tadi itu makhluk apa? Aku belum pernah melihatnya.”
“Aku juga tidak tahu. Jika saja Jessica bisa lebih hati-hati, kami mungkin tidak akan dikejar-kejar olehnya,” jawab Harold yang berjalan ke dalam.

   Setelah semua berkumpul, mereka duduk melingkar dengan menyantap makanan kecil dan minuman kaleng. Kevin menutup pintu agar aman dan menyalakan lampu senter. Jessica masih trauma dengan apa yang terjadi. Wajahnya agak pucat dan matanya terbuka lebar. Haruka berusaha menenangkan Jessica, tapi hal itu sia-sia.

   “Aku tidak tahan lagi berada di sini! Aku ingin pulang!” seru Jessica yang ketakutan.

   “Jessica, tenanglah! Kita pasti bisa melalui semua kejadian ini,” hibur Haruka.

   “Iya, lagi pula kita harus berada di sini selama tujuh hari. Kuharap itu bukan waktu yang lama.” Kevin membuka baju yang penuh noda darah hitam. “Aduh, kenapa darah ini amis sekali?!”

   “Iya, Jess. Kau harus berani seperti yang kukatakan tadi. Kau bisa mengalahkan monster itu jika kau berani. Beruntung kita tidak dimakan olehnya,” sahut Harold.

   “Lalu, apa yang akan kita lakukan selanjutnya? Diam di sini tidak akan membuat kita aman,” ujar Claire yang ikut ketakutan.

   “Kurasa kita harus mencari Alastair dan Alice. Mereka pasti tidak jauh dari sini. Aku sempat melihat mereka lari ke sebuah bangunan di pinggir jalan utama,” ucap Kevin, setelah ganti baju dan membuka pintu lagi, "Aku akan mencari mereka."

   “Aku akan ikut denganmu. Aku tidak mau menjadi pengasuh untuk tiga gadis di sini.” Harold berdiri sembari membawa pisau.

   Kevin mengangguk. “Baiklah. Haruka, kau yang bertanggung jawab atas keamanan teman-temanmu!”

   “Apa? Baiklah!” Haruka menarik Claire dan Jessica agar mendekat. “Tetaplah bersama agar kita aman!”

   Kevin dan Harold mulai membuka pintu, lalu melangkah keluar. Tidak ada apa pun yang aneh di sekitar mereka, hanya kabut yang masih tebal. Mereka menembus kabut yang beraroma seperti asap itu. Sesekali, mereka mendengar suara geraman monster di dekat mereka.

   “Aku tidak tahu monster apa mereka itu, tapi kurasa kita akan baik-baik saja,” ucap Kevin yang menghibur Harold.

   “Kurasa begitu, tapi mereka cukup sensitif pada suara. Kita tetap harus pelan-pelan,” balas Harold.

   Tiba-tiba, terdengar geraman monster yang lebih keras dari arah kiri. Semua monster berlari ke arahnya. Kevin mendorong Harold ke tanah dan telungkup sebentar. Setelah monster-monster itu lewat, mereka segera berdiri.

   “Monster-monster itu pasti mengejar Alastair dan Alice! Ayo kita menghampiri mereka!” Kevin berlari ke dalam gang sempit.

   "Hei, apa kau gila?!" Harold pun mengikutinya. "Tunggu aku!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro