Chapter 2
Setelah berjalan kaki dari halte, Alice tiba di apartemennya. Ruangan kecil yang agak berantakan menyambut kedatangannya. Alice membuka lemari es untuk mengecek minuman segar yang bisa dia nikmati siang ini. Hanya ada sekaleng cola dan beberapa stoples acar timun. Iya, Alice sangat menyukai acar timun.
Gadis itu mengambil kaleng cola dan satu stoples acar timun untuk dinikmati. Dia berjalan ke kursi sofa dan mengeluarkan laptopnya. Dia baru ingat ada tugas laporan yang harus diselesaikan. Alice membuka berkas tugas kuliahnya sembari membuka stoples acar.
Matanya tidak dapat beralih ke mana pun dari layar laptop. Sebagai mahasiswa tingkat akhir, membuat tugas laporan itu sudah seperti makanan sehari-hari. Alice bisa tidak tidur hanya untuk menyelesaikan tugas-tugasnya, ditemani dengan acar timun yang asam jadi matanya tetap terbuka.
Ketika mengetik laporan yang hanya menyisakan kesimpulan, pikiran tentang Sole Survivor Club kembali menghantui Alice. Entah mengapa klub aneh di internet itu seperti memanggilnya terus menerus untuk mengajaknya jadi anggota. Karena pikirannya terganggu, akhirnya gadis itu membuka browser. Dia mengetik laman yang diberikan Angel pada kolom pencarian. Proses loading pun dimulai.
Alice telah berada di halaman beranda situs SSC. Ada logo organisasi yang terpajang di atas situs dan beberapa artikel tentang horor. Dia melihat tombol registrasi di pojok kanan layar, membuatnya ingin menekan tombol itu. Beberapa senti lagi kursor menyentuh tombol, Alice menghentikan tangannya.
“Haruskah aku mendaftar? Haruskah aku menerima tantangan mereka?” gumam Alice.
Alice memperhatikan apartemen yang dia sewa selama lima tahun sebagai tempat tinggalnya selama kuliah. Langit-langitnya agak mengelupas dan dindingnya mulai memunculkan noda coklat. Gadis itu ingin memperbaiki hunian sementaranya ini, tapi tidak punya cukup uang. Dia juga harus membayar biaya kuliahnya, yang biasanya menunggu orang tuanya mengirim sejumlah uang untuknya.
“Apakah aku harus nekat demi uang?” gumamnya lagi.
Dia menekan tombol registrasi untuk melihat aplikasi yang harus diisi. Dia melihat banyak pertanyaan, termasuk nama, alamat, dan nomor telepon. Dia mengisi semua aplikasi itu tanpa ragu. Setelah selesai, Alice akan menekan submit. Namun, tangannya terhenti lagi.
“Jika aku mengirim ini, berarti aku sudah tergabung dalam tantangan mereka?” Alice berpikir lagi. Akhirnya, dia menekan submit.
Setelah mengirim, Alice diarahkan kembali ke halaman beranda. Di sana dia melihat artikel tentang tantangan yang dilakukan oleh SSC. Dia membukanya dan muncul pilihan untuk mengikuti tantangan atau tidak. Elisia agak ragu, tapi dia pun memilih iya.
Pertanyaan awal pun muncul dan langsung membacanya. Pertanyaan itu menanyakan tentang hal apa yang paling ditakuti. Terdapat banyak pilihan dari pulau tak berpenghuni, kastil berhantu, hingga kota mati.
“Aku hampir tidak takut apa pun, bahkan pulau kosong pun tidak membuatku merinding,” ucap Alice dengan sombong, “Namun kota hantu tetap menjadi hal yang paling menarik, karena aku suka misteri yang ada di dalamnya.”
Alice pun memiliki Dead City. Melihat kota mati membuatnya ingat dengan buku misterius yang dia baca di perpustakaan nasional tadi. Buku itu berisi tentang sebuah kota mati yang tidak diketahui namanya. Banyak misteri yang ada di buku itu, termasuk lima teka-teki aneh yang menggunakan beragam kata-kata kiasan. Jika ditanya lagi, Alice masih ingat teka-teki itu meski tidak tahu jawabannya.
Setelah memilih, Alice melihat pemberitahuan pada situs yang mengatakan bahwa akan ada surat undangan yang dikirimkan ke kotak surelnya. Dia membuka laman baru dan mengetik situs surel. Dia masuk menggunakan akun pribadi yang didaftarkan pada situs SSC, dan menemukan dua pesan belum dibaca pada kotak masuk. Gadis itu pun membuka surat pertama, yang berisi video dan detail tantangan. Dia membacanya sekilas, dan langsung fokus pada hadiah yang diberikan.
“Hah, dua juta dolar?!” Apa mereka serius memberikan hadiah sebesar itu?!” ujar Elisia heran.
Dia membaca peraturan tantangan, dan ternyata tantangan dilakukan secara berkelompok. Tugasnya hanya bertahan hidup di tempat-tempat horor selama tujuh hari. Bagi Alice, itu bukan masalah yang besar. Sejak SMA, Alice dan teman-temannya suka berburu hantu ke rumah-rumah kosong di Detroit.
“Untuk videonya, mungkin akan kulihat nanti,” gumamnya.
Setelah membaca semua penjelasan tantangan, dia membuka pesan kedua yang berisi surat undangan. Dia langsung membacanya tanpa ragu.
Dear Ms Reed,
Do you dare enough to take the challenge?
Prepare your guts, face your fear
Meet your team at Granny’s Motel and Restaurant, Pennsylvania
.
Dengan undangan yang telah dibaca, maka Alice berpikir bahwa dirinya telah bersedia mengikuti tantangan horor dari SSC. Dia kembali ke laman SSC untuk melihat jadwal tantangan itu dimulai. Rupanya dua hari lagi!
“Ya ampun, aku belum menyiapkan apa pun!” ujar Alice terkejut, “Setelah laporanku selesai, aku akan mencari perlengkapan.”
Alice membuka berkas tugas dan mulai mengerjakannya lagi. Dia berpikir agak keras dan membaca kembali laporan yang telah dibuat dua hari lalu. Setelah selesai, Alice menutup laptop dan berjalan keluar untuk pergi ke minimarket.
Ada satu minimarket di dekat apartemennya yang menjual berbagai macam keperluan dari alat dapur, perkakas, hingga bahan makanan. Dia membuka pintu market, pemandangannya langsung dimanjakan dengan beragam produk. Yang pertama Alice beli adalah makanan. Kali ini, dia akan membawa makanan yang bisa dibuat secara instan, seperti mie dalam mangkuk, sosis siap makan, dan makanan kering lainnya. Tak lupa, dia membeli minuman botol ukuran besar sebanyak yang bisa dibawa oleh tasnya nanti.
“Baik, makanan sudah kubeli. Kuharap cukup untuk tujuh hari selama tantangan,” ucap Alice, “Berikutnya, perlukah aku membeli panci kecil dan korek?”
Alice berjalan ke bagian alat dapur. Dia melihat panci dengan berbagai macam ukuran. Gadis itu menemukan satu panci yang khusus untuk pendakian. Dia mengambilnya dan berjalan ke kasir. Dia berpikir pasti telah menghabiskan banyak uang untuk membeli semua barang ini, tapi beruntung ini awal bulan. Orang tuanya memberi banyak uang sebagai hadiah juara satu lomba artikel di Pennsylvania.
Setelah membayar, Alice segera kembali ke apartemen. Dia langsung meletakkan semua barang itu di lantai dan memeriksanya. Yang dia perlukan adalah perlengkapan mendaki, untuk berjaga-jaga.
“Di mana aku bisa mencari alat-alat mendaki?” tanya Alice dalam hati.
Dalam pikiran, terlintas nama temannya. Dia langsung menghubunginya melalui pesan singkat.
Hey, Daniel! Apa kau punya alat pendakian yang tidak dipakai lagi?
Pesan pun terkirim. Sembari menunggu, dia membuka pesan surel berisi video yang dikirim oleh SSC. Dia menontonnya dan menyimak isi video tersebut. Para peserta yang pernah terlibat menceritakan pengalaman mereka selama menjalani tantangan SSC. Takut, menegangkan, pengorbanan, pengkhianatan, pembunuhan, dan penderitaan mewarnai kata-kata yang dilontarkan dari video itu. Alice mulai gemetar membayangkan jika di video adalah dirinya.
Ketegangan hati yang menyelimuti Alice terusik oleh suara pesan dari ponselnya. Dia mengeceknya.
Aku punya tali tambang, kapak kecil, pisau lipat, dan kasur lipat yang ingin kujual. Apa kau ingin membelinya?
Dia tidak punya pilihan, dan meminjamnya juga tidak ada jaminan barang itu akan kembali, maka Alice mengecek jumlah uang yang dia miliki saat ini. Dia agak tercengang.
Jika tidak mahal, aku akan melihatnya besok
Alice bernapas lega. Dia hanya perlu mencari korek dan obat-obatan. Dia tidak akan membawa baju ganti, karena di sana dia tidak bisa mandi. Alice berbaring di sofa dan melepas rasa penat di tubuhnya.
“Jika bukan karena mengikuti tantangan SSC, aku sudah tidur siang hari ini,” gumamnya kesal.
Alice teringat dengan cerita pengalaman dari video yang dia tonton tadi. Dia sempat gemetar ketika mendengarkan pengalaman mereka. Sepertinya Alice tidak hanya sekadar berpetualang, tapi bertahan dari segala macam serangan. Alice harus siap secara fisik dan mental. Mulai besok, dia akan berolahraga!
.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro