Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

1. Kisah Orang Misterius

       Baku, Azerbaijan, pada 18 April 2018 ...

       Cerita berawal dari seorang gadis yang memakai jumpsuit biru serta dibalut jaket denim biru gerau tengah menghentikan mobilnya di pinggir jalan taman Bayraq Meydanı, kemudian masuk ke taman itu lewat belakang dinding pembatas bendera Azerbaijan, naik sampai ke puncak dataran atas. Terlihat ada tulisan ‘Dövlət Bayraq Meydanı’ di dindingnya.

Sebuah taman yang luas dan menjadi tempat wisata tujuan di Baku, Azerbaijan. Kalau berdiri menghadap utara, di sebelah kiri, ada lautan yang luas melingkar, jalan pasir yang melingkar mengelilingi danau serta bergaris-garis macam jalan kecil ke barat yang dipenuhi rerumputan di ruas jalan itu, dan rerumputan serta pohon yang tumbuh di sana. Sementara di kiri utara, ada bangunan persegi terbuat dari semen—mungkin, karena saya tidak bisa banyak menjelaskan ini—dan tiang bendera, serta bendera Azerbaijan yang besar berkibar tangguh di atasnya. Bendera Azerbaijan mirip seperti Bendera Turki; memiliki lambang bulan sabit dan bintang, namun warnanya berbeda; Bendera Azerbaijan berwarna biru muda, merah, dan hijau. Di sebelah kanan, terdapat jalan lintas di mana mobil sang gadis berhenti sejenak di pinggirnya, dan gedung-gedung yang tinggi. Di utara Bayraq Meydanı, barulah terdapat lautan yang begitu luas. Seluruh taman ini dihiasi tiang lampu setiap jalannya.

Sang gadis turun dari mobil, melangkah menuju kursi taman, duduk sembari kemudian meraih ponselnya dan mengetik.

“Semoga anak itu mengangkat teleponku.” Gadis tersebut menggumam, kemudian menghubungi seseorang.

______

       Di sisi lain, aktivitas kafe di siang ini lumayan ramai pengunjung. Seorang gadis tengah sibuk melayani kafe besar berdinding halus warna coklat beige ini, mendatangi pengunjung yang sudah duduk manis, kemudian bertanya pada pengunjung sambil membawa catatan pesanan.

“Mexi mocha, challah,” kata salah satu pengunjung, sementara gadis inilah yang mencatat pesanan.

Usai mencatat, gadis memberitahu pengunjungnya untuk menunggu, kemudian berlalu. Tak lama kemudian, ponsel di sakunya berdering. Tangannya merogohi ponsel saku, lalu mengeluarkan ponsel tersebut dengan kesal.

Naməlum nömrədən? Bu məşğul günortadan sonra məni kim çağırdı?!” guman gadis ini menggerutu. Mengangkat telepon sambil ke dapur. “Meraba? Sən kimsən? Niyə mənə zəng etdin? Cepat jawab!”

“Ayolah, jangan begitu kasarnya padaku, Ara. Ini aku Ağnı,” melas suara gadis bernama Ağnı ini. “Sekarang aku berada di taman bendera, dan aku menunggumu di sini. You want to meet me now?

İstəməz. Mən məşğulam.” Di dapur, Ara men-spaker ponselnya, kemudian meletakkannya di atas meja dapur. Ia mengambil rokpresso, air panas, susu kukus hangat, coklat klasik mexican, susu kocok, dan kopi yang sudah digiling, kemudian meletakkan semuanya di meja sebelah ponselnya.

“Kau ini ... selalu saja sibuk terus!” Suara Ağnı mengeras di telepon.

“Ha-ha-ha, maaf.” Ara cengengesan. Ia mengisikan bubuk kopi ke portafilter, lalu padatkan dengan tamper spoon yang ada. “Kau mau espresso, café latte, hm?”

“Gratis untukku?”

“Ya, aku yang bayar hari ini ... hm, jika kaudatang.” Ara kemudian mengambil gelas, meletakkan gelas itu di bawah rokpresso.

“Oke. Sisakan café latte untukku.”

Həmişə sənin üçün, Sevgim!”

Çox sağol!

Telepon dimatikan Ağnı. Ara pun mulai melanjutkan pembuatan kopi. Menuangkan air panas ke lubang di atas rokpresso. Kemudian, kedua tangannya menarik dan mendorong pelan lengan rokpresso hingga kopi hangat mengalir ke gelas. Singkat cerita, ia mencampuri kopi espresso dengan bubuk coklat klasik mexican dan krim susu kukus, kemudian dihiasi dengan krim susu kocok serta ditaburi lagi dengan granule coklat klasik mexican. Ara akhirnya tersenyum di hadapan kopi yang dibuatnya.

_____

       Mobil berhenti di parkiran dekat kafe. Ağnı melangkah menuju kafe dan masuk ke dalam beranda kafe. Terlihat kafe itu masih lumayan ramai. Gadis ini memandang ke atas sejenak yang terlihat lampion warna-warni bergantungan di atas, kemudian memandang ke depan, dan duduk di kursi. Terkekeh kala Ara datang menghampirinya dengan membawa nampan berisi segelas café latte dan kue coklat.

Bu sənin üçündür.” Ara meletakkan nampan itu di meja, kemudian duduk di hadapan Ağnı. Tersenyum ramah.

“Sedikit susu kukus?”

“Ya. Seperti biasanya kau suka memperhatikan tubuhmu. Takut gemuk kaubilang.”

Çox sağol, Sevgim!” Ağnı senang. Tersenyum sambil menarik nampan itu. “Kau memang temanku! Benim harika kız arkadaşlarım!

Ah, geri təşəkkür.  Silakan dicoba dulu, Qızım Mənim Dostumdur,” ramah Ara mempersilakan temannya untuk menikmati café latte buatannya.

Ağnı menyeruputi café latte buatan temannya. Senang bisa menikmati kopi ini lagi ala temannya, dan beruntung temannya yang traktir. Kemudian, ia memotong kue coklat dengan sendok kecil. Coklatnya lumer dari dalam. Ia pun antusias menikmati kue ini. Ini enak!

Eeem, ini sangat enak!” puji Ağnı.

“Terima kasih karena kau menikmatinya. Aku jadi senang,” balas Ara, tersenyum sambil menopang dagu memandang temannya.

“Oh, iya, Ara, aku punya sesuatu untukmu.” Sembari Ağnı menunjukkan ponselnya dan membuka video.

Ne bu?” Ara penasaran, memandang video berita yang diputar.

Nəsə,” jawab Ağnı. Video berita pun jalan. Terlihat ada rumah, kemudian seorang pria yang tewas di kamarnya.

Dalam video berita tersebut, reporter mengatakan;

“Şəxsi evdə, yataq adam'da olduğu yerdə ölü tapıldı. Bu adam çılpaqdır, yataqda uzanmaq, sinəsində bıçaq yarası içərisindədir. Müstəntiq adamnın öldürüldüyünə dair sübutlar tapdı, amma ancaq bundan əvvəl kimsə ilə cinsi əlaqədə idi. Qatil qadındır mı?”

Seorang pria ditemukan tewas di rumah pribadi, tepat di mana dia berada di kamar tidur. Kondisi pria ini telanjang, berbaring di tempat tidur, luka tusuk di dada. Penyelidik menemukan bukti bahwa dia telah dibunuh, tetapi sebelum itu, dia berhubungan seks dengan seseorang. Apakah pembunuhnya seorang wanita?

“Müstəntiqlər qəsdən adam öldürməyi aşkar edirlər. Çox güman ki, bu, ona seks təklif edən bir qadından başlayır. Ancaq bu əlaqə əsnasında, ölənə qədər adamı xəncərlə kürəyindən bıçaqladı. Bu hələ bir fürsətdir, amma yenə də bu məlumatı araşdırırıq. Təəssüf ki, xəncərdə qadının barmaq izi yox idi.”

Penyelidik mendeteksi pembunuhan berencana. Kemungkinan besar itu dimulai dengan seorang wanita yang menawarkan seks kepada pria. Namun, selama berhubungan, wanita itu menikam pundak pria dengan belati sampai meninggal. Itu masih kemungkinan, tetapi kami masih menyelidiki informasi ini lebih lanjut. Sayangnya tidak ada sidik jari wanita di belati.

Usai menonton video tersebut, Ara memandang Ağnı yang masih sibuk dengan ponselnya. Ara melihat dia tampak serius dengan itu.

“Jadi, apa kesimpulannya?” Ara menyipitkan mata, merapatkan kedua tangannya di atas meja.

“Karena kaulah yang sering melewati tempat itu. Kudengar kejadiannya pukul dua, tiga puluh menit waktu subuh. Aku tahu karena mungkin biasanya kau melewati tempat itu di waktu yang sama ... er, kurang lebih tiga puluh menit sesudah kejadian.” Ağnı menjelaskan dengan serius dan hati-hati. Demikian supaya Ara tidak tersinggung dengan apa yang dijelaskannya. Baginya, Ara biasa pulang dari kafe di waktu demikian pada dini hari, melewati tempat kejadian. Jadi, bisa jadi dengan penjelasannya itu Ara dapat mengatakan semuanya.

Ara menoleh malas dari temannya sembari menopang dagu. “Ya, aku memang sering melewati tempat itu.”

“Lalu? Apa kau tahu kejadian itu?”

Yox. Seperti biasanya tempat itu sepi, dan aku baru tahu kalau ada berita seperti ini. Memangnya kenapa kautanyai aku perihal yang tidak kuketahui? Apa kau mencurigai aku sebagai pelakunya, hm?” Ara tersenyum sinis. Tak terima dengan apa yang Ağnı jelaskan.

“Bu-bukan begitu, tapi—”

Nə?!

Tak lama kemudian, seorang pria mengenakan kaos polos lengan panjang, celana denim selutut, dan berkacamata tiba-tiba memasuki kafe ini.

Tünaydın, Aşkı, Arkadaş!” sapa pria tersebut sembari mengangkat salah satu tangannya, dan tangan lain melepas kacamatanya.

Ah, İlkər? Maşallah! Bugünde sen çok yakışıklısın! Nasılsın, Ağabey?” Ağnı berdiri dari kursi, memeluk İlkər yang baru saja datang. Di tengah pelukan itu, İlkər hanya diam memandang Ara yang duduk memandangnya murung.

Ne? Ağnı'ı konuşuyu İlkər'i çok yakışıklı bir adam? Ne oldu Ağnı'ye?!

Ara heran, cemburu, kesal pada Ağnı yang amat dekat dengan İlkər. İlkər ini pacarnya, tapi kenapa bisa sedekat itu dengan temannya? Apa mereka punya hubungan spesial di baliknya? Tapi kadang İlkər bisa bersikap romantis saat bersama dirinya atau tak ada temannya itu. Ara tidak bisa menghindari pria itu karena cinta, bahkan pernah berhubungan intim beberapa kali saat gairah salah satu dari mereka berdua membludak. Jadi, dirinya tak bisa melepaskan pria itu begitu saja, dan pria itu tidak seenaknya meninggalkannya kala habis manis, sepah dibuang.

İlkər tersenyum samar di hadapan Ara yang sinis memandangnya. “Aku baik, Ağnı, seperti biasanya.”

Ağnı melepaskan pelukan İlkər. Tersenyum memandang wajah pria itu yang tampan baginya; mata yang indah, brewok tipis yang lumayan menggoda, tubuh yang kekar, dan rambut acak-acakan yang menggugah hatinya. Ah, pantas saja Ara merangkak-rangkak pada pria seperti İlkər.

“Silakan duduk di sebelah pacarmu, Ağabey,” kata Ağnı, tersenyum samar.

“Oh, tentu! Hep prenses kraliyet'im ben'le!” seru İlkər, duduk di sebelah Ara sembari merangkul Ara. Ara dengan malasnya menepis rangkulan itu. Senyum İlkər memudar.

“Ya, selalu,” ujar Ağnı yang turut duduk di hadapan mereka.

“Kau mau kopi?” tawar Ara dingin, tidak memandang pacarnya. Malas.

“Espresso,” jawab İlkər, tersenyum samar.

Antusias Ara berdiri dari kursi, berlalu dari mereka berdua menuju dapur. Di dapur, Ara mengisikan bubuk kopi ke portafilter, lalu padatkan dengan tamper spoon yang ada, setelah itu menuangkan air panas ke lubang di atas rokpresso. Kemudian, kedua tangannya menarik dan mendorong pelan lengan rokpresso hingga kopi pun mengalir ke gelas.

Tak lama kemudian, seorang pria lain datang dan berdiri di batas antara dapur dan beranda kafe. Pria itu menekan lonceng dan bekercing. Ara memandang pria yang ada di hadapannya tersenyum ramah.

“Aku mau café latte juga biskuit tawar. Bisakah berdemikian?” pinta pria itu.

“Tunggu sehabis ini,” kata Ara, memegang sisi atas gelas berisi espresso, mengantarkannya pada İlkər. Pria ini memperhatikan Ara bicara sejenak pada pria yang duduk di hadapan seorang gadis. Terlihat dua orang itu menyebalkan. Setelah itu, kemudian Ara kembali menghampirinya sambil membawa nampan. “Kau pesan apa tadi?”

“Café latte juga biskuit tawar,” jawab pria tersebut.

“Sebentar.” Ara pun masuk dapur, melepaskan portafilter dari rokpresso, membuang ampas kopi, mencucinya, kemudian merendam portafilter tersebut dengan air panas.

“Ngomong-ngomong siapa namamu?” tanya pria.

“Kenapa kauingin tahu namaku?” Ara mengangkat portafilter yang sudah direndam, mengisikan bubuk kopi ke portafilter, lalu padatkan dengan tamper spoon yang ada.

“Tidak ada, hanya ingin tahu saja. Apa tidak masalah?” Pria itu tersenyum.

“Aku Ara İskəndərli.” Sambil menuangkan air panas ke lubang di atas rokpresso. Kemudian, kedua tangannya menarik dan mendorong pelan lengan rokpresso hingga kopi pun mengalir ke gelas. Setelah itu, pun ia menuangkan susu kukus ke espresso. Pria itu tersenyum melihat Ara yang pandai membuat kopi. Ara kemudian mengukir hiasan kopi dengan lidi dari bambu dengan lincah. Ukiran daun yang indah.

“Sancar Dəniz.” Sancar mengulurkan tangan untuk berjabat. Tersenyum pada gadis di hadapannya.

Xöşgəldin burədə, Bəy” sambut Ara tersenyum, tapi tidak membalas jabatan Sancar karena sibuk menyusun biskuit di piring.

_______

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro