Part 20 - Fifty Fifty
Setelah apa yang Aryan sampaikan, dia langsung menghubungi ayah. Meminta kode akses ayah untuk masuk ke Top Priority Floor MG Hospital. Ayah bertanya heran tapi memberikannya saja. Dengan catatan bahwa apa-apa yang akan Tania tahu dan lihat di sana tidak boleh disebar luaskan. High confidential level. Tania langsung setuju.
Saat ini dia sudah berdiri berdampingan di dalam lift bersama Aryan yang masih tidak mengerti reaksi Tania.
"Kamu kenal Mareno?" tanya Aryan heran.
Tania diam saja. Kenal? Ya, mereka bertemu sesekali, bertengkar, berbagi cerita, saling meledek, dan juga tertawa. Kemudian mereka merasakan hal lainnya. Jadi apa mereka kenal? Apa status hubungan mereka? Teman? Atau apa? Tania tidak bisa menjawab itu semua karena perasaannya selalu campur aduk ketika berhadapan dengan laki-laki itu.
"Aku tahu dia."
"Tan, apa kamu..."
"Aryan, kamu paham benar aku kan. Tolong usir pikiran aneh-aneh dari kepala kamu."
"Sorry Tan, aku nggak maksud begitu. Cuma laki-laki ini memang apa ya...auranya kuat banget persis kayak Kakaknya. Aku nggak heran kalau banyak cewek yang kejar dia." Mereka ke luar melangkah dari lift.
Mata Tania melihat ke sekeliling lantai itu. Ini seperti di dunia lain. Sangat-sangat berbeda dengan lantai bawah yang digunakan untuk pasien umum. MG Hospital adalah rumah sakit nomor satu di kota atau bahkan di negaranya. Lantai bawah mereka pun sudah hebat menurut Tania. Management MG juga dikelola dengan baik oleh pasangan suami istri dokter Sarah dan dokter Reyn. Dokter Sarah bertanggung jawab untuk lantai bawah sementara suaminya bertanggung jawab untuk lantai ini. Jadi Tania tidak berpikir bahwa MG memiliki fasilitas lebih hebat dari lantai bawah mereka. Tapi lantai ini, istimewa.
Resepsionis yang menyambut mereka adalah hologram wanita yang tersambung pada artificial intelligence. Juga beberapa peralatan canggih lainnya yang dia lihat pada lobby rumah sakit ini.
"Aryan, apa lantai ini didukung oleh ID Tech?" tanya Tania masih memandang ke sekitar.
"Ya, darimana kamu tahu?"
Tidak heran, semua teknologi rumah sakit ini persis seperti apa yang dia lihat di safe house milik keluarga Daud.
"Dimana Mareno Yan?" Tania tidak menjawab pertanyaan Aryan sebelumnya.
Aryan berjalan di depan. Berbelok menuju koridor dengan jejeran kamar di bagian kanan dan kiri. Sampai di depan sebuah pintu yang dijaga oleh dua orang pengawal, Aryan mengangguk dan berkata bahwa Tania adalah rekan kerjanya. Pengawal itu memberi jalan dan Aryan menggunakan kartu aksesnya untuk masuk.
Mereka masuk pada ruang penyambung dari ruang steril di dalam kamar. Satu tempat tidur pasien dengan segala macam jenis alat ada di dalam ruang steril. Tersambung pada tubuh Mareno yang tidak sadarkan diri.
Dua tangan Tania menutup mulutnya. Dia menahan dirinya untuk menangis namun tidak bisa. Tangannya menyentuh kaca pembatas dan dia mulai terisak. Wajah Mareno mulai berputar ulang di kepala.
"Kemungkinannya selalu 50-50."
"Saya nggak akan tinggal dimanapun di dunia ini kalau saya tidak kembali."
"Saya mengerti maksudmu dan saya nggak punya jawabannya."
"Apa kamu mau menunggu saya?"
"Jangan menangis Dok, kamu akan baik-baik saja. Selalu begitu. Jaga dirimu baik-baik."
"Tan...tenangkan dirimu." Aryan merangkul pundaknya. Karena tubuhnya ini bergetar hebat.
Kemudian Aryan mendudukkannya di salah satu kursi masih di ruang penyambung, karena memang ruang steril tidak bisa dimasuki sembarangan orang. Aryan masih memeluk Tania lembut, berusaha menenangkan sahabatnya itu. Butuh waktu beberapa saat sampai Tania sedikit tenang.
"Apa yang terjadi Yan? Tolong beritahu aku." Tangan Tania mengambil tisu yang disodorkan Aryan padanya lalu mulai membersihkan air mata.
"Mareno dipindahkan dari salah satu rumah sakit di Malaysia minggu lalu. Kondisi dia sudah seperti ini. Yang aku tahu Dokter Reyn, Dokter Sarah dan Dokter Pram berangkat ke sana beberapa minggu sebelumnya."
"Kenapa dia terluka?"
"Banyak luka tembak, kaki, lengan, perut, bahu dan dadanya. Yang parah pada dadanya karena tembus dan meleset satu inch dari jantung. Aku cek luka-luka itu, tembakan jarak dekat dengan hand gun."
"Apa dia bisa..."
"Kita selalu berusaha Tan, selalu.
Kepalanya menggeleng kuat berusaha mengusir air matanya yang jatuh. Dia terisak lagi.
"Kalian yang terhebat, paling hebat dengan segala fasilitas di sini. Selamatkan dia Aryan. Tolong selamatkan dia."
Aryan sudah memeluknya lagi. "You love him." Bisik Aryan sambil menghela nafasnya.
Tania hanya bisa merengkuh Aryan erat, berusaha mencari sedikit kekuatan saja.
***
Laki-laki itu datang karena utusan atasannya. Setiap sore, melihat dan mengecek kondisi seorang gadis muda. Setelah itu dia akan melaporkan segalanya lengkap dengan foto, juga apa-apa yang gadis itu lakukan dan siapa tamu-tamunya. Sekalipun dia tahu saat ini atasannya sedang tidak di tempat karena urusan yang penting, nanti dia akan tetap melaporkannya saja.
Dokter Antania Tielman adalah salah satu yang sering mengunjungi gadis itu. Mereka bersahabat sepertinya. Hari ini sang gadis pergi keluar dan berjalan di taman bersama sahabatnya yang pasti berkunjung setiap minggu. Mereka duduk di salah satu bangku taman di bawah sebuah pohon besar. Selalu di sana. Biasanya gadis itu akan berlari dan berjalan di sekeliling sang dokter, sementara sang dokter akan selalu bercerita. Seolah gadis itu mendengarkannya.
Tapi kali ini sang dokter sedang sedih sekali. Dia bahkan menangis sambil bercerita. Gadis itu berhenti bersenandung, wajahnya tiba-tiba muram mendengar isakan sahabatnya. Tubuhnya tetap berdiri mematung, melihat sang dokter menangis tergugu. Senyum gadis itu pergi, lalu setelah beberapa menit gadis itu mengamuk marah, menjerit-jerit hingga beberapa perawat datang untuk menenangkannya. Kemudian dengan setengah memaksa, perawat-perawat membawa gadis itu pergi meninggalkan sang dokter duduk dan menangis hebat sendirian di bangku taman.
Kemudian dia mengecek pada tablet yang dia genggam. Apakah gadis itu kembali ke kamar dan kondisinya aman? Tracker device dengan kamera sudah dipasang di kamar atas perintah atasannya. Agar dia bisa memastikan bahwa gadis itu baik-baik saja, itu pesan atasannya. Alat ini luar biasa, mungkin dia juga harus memasang satu pada mobil istrinya nanti. Satu tangannya mengusap layar, lalu muncul home page dengan logo Innovation Digital Technology di sana.
***
Ini sudah satu bulan sejak dia tahu kondisi Mareno dan laki-laki itu masih pada fase yang sama, koma. Tania sedang mengurus kepindahannya ke MG dan itu benar-benar memakan waktu. Setelah berminggu-minggu berusaha bersabar, juga bolak-balik mengunjungi Mareno dan juga menteror Aryan, dia sudah tidak bisa menunggu lagi karena paham benar semakin lama ini didiamkan semakin kecil kemungkinan Mareno untuk bangun. Jadi dia sudah memutuskan untuk datang dan menemui Mahendra.
"Ada yang bisa saya bantu?" Resepsionis di lobby sudah menyambutnya.
"Saya ingin bertemu Mahendra Daud."
"Apa sudah ada janji?"
"Bilang bahwa saya adalah Dokter Antania Tielman, datang dan ingin diskusi tentang kondisi saudaranya."
"Sebentar." Sang resepsionis mulai menghubungi seseorang di telpon. Kemudian dia meletakkan telpon itu dan berujar padanya. "Silahkan ikuti saya."
Wanita itu mengantarkan dia menuju salah satu ruangan kerja dengan nama Mahendra Daud menempel di pintu.
"Bapak Mahendra akan segera datang." Resepsionis itu pergi sedangkan dia melangkah masuk dan duduk di salah satu sofa.
Tidak berapa lama Mahendra datang. Tania sampai terkejut melihat penampakan laki-laki itu. Tubuh Mahendra lebih kurus, rambutnya sedikit berantakan dengan janggut yang sudah tumbuh di dagu. Matanya merah seolah belum tidur beberapa hari.
"Hai." Mahendra duduk di salah satu kursi. "Saya harap kamu nggak buang-buang waktu saya. Ada apa?"
"Mareno."
"Ya?"
"Apa kamu sedang mengembangkan sesuatu untuk menyembuhkan Mareno?"
Mahendra diam sejenak. "Apa urusanmu?"
"Saya ingin membantu."
"Saya tidak perlu dibantu."
Tania yang tidak perduli langsung berujar. "Trauma vascularnya parah sekali. Saya sudah baca semua laporan arteriografi, angiografi dan MDCTnya. Juga laporan operasi para Dokter hebat itu. Semua hal yang saya pun pikir benar sudah dilakukan. Mereka bahkan sudah melakukan fasiotomi karena edema sialan yang mengganggu. Juga laporan pasca operasi, karena kemungkinan komplikasi yang tinggi akibat tindakan operasi yang rumit. Tapi tidak ada gejala stenosis atau thrombosis, apa mungkin ada infeksi yang saya nggak tahu." Dia melampiaskan rasa frustasinya karena tidak bisa menemukan apa yang salah. "Kenapa dia belum bangun juga."
Mahendra mengernyitkan dahi. Dia tahu dan mengerti bahwa beberapa kali Mareno dan Tania bertemu. Tapi dia tidak tahu kenapa dokter ini semangat sekali untuk menyembuhkan laki-laki yang pernah menyakitinya dulu.
"Apa motifmu Dok?"
"Motif saya? Saya seorang dokter, saya harus menolong orang kan?"
"Tidak cukup kuat."
"Apa kamu mau berdebat motif dengan saya sementara saudaramu terbaring koma? Serius?"
Mahendra menghembuskan nafasnya. "Saya nggak terlalu suka dibantu, tapi ya saya memang sedang mengerjakan sesuatu." Dia berpikir sejenak, kemudian sudah berdiri. "Ikut saya."
Mereka berjalan menuju lift VIP yang akan mengantarkan mereka ke laboratorium bawah. Mahendra sudah mulai berujar sambil berjalan.
"Kamu benar tindakan cepat sudah dilaksanakan. Kami bahkan sudah langsung membawa tim dokter MG saat tahu Mareno pergi ke sana, untuk berjaga-jaga karena kami paham benar bagaimana dia. Tembakan jarak dekat, saya yakin kamu sudah tahu. Bagusnya tim dokter tidak melewatkan golden hour tepat saat Mareno terluka. Prosedur damage control sudah dilakukan, kontrol pendarahan, pencegahan infeksi dan operasi definitif untuk mengatasi trauma vascular dan fiksasi pada area fraktur, terutama pada kaki dan tangannya. Gampangnya, semua yang rusak sudah diperbaiki dan disambung kembali."
Mereka tiba di satu ruangan khusus yang lengkap dengan semua alat-alat dan monitor-monitor canggih. Sekarang Tania sudah mulai terbiasa dengan itu semua ketika berurusan dengan keluarga mereka. Jadi fokusnya adalah mendengarkan penjelasan Mahendra.
"Saya fokus untuk upgrade serum yang saya ciptakan. Kamu tahu kan jika penyembuhan luka itu proses yang kompleks. Melibatkan banyak kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi secara berkesinambungan. Penggabungan respon vaskuler, aktivitas seluler, dan terbentuknya senyawa kimia sebagai substansi mediator di daerah luka adalah sangat penting pada proses itu. Ada lima tahap Dok, kamu pasti hafal kan?"
"Homoestasis, inflamasi, migrasi, proliferasi, maturase. Teruskan." Dahi Tania sudah mengernyit saja.
Mahendra tersenyum senang karena akhirnya ada seseorang yang berbicara satu bahasa dengannya.
"Saya memperkuat semua proses dan tahapan itu. Misal, pada proses homoestasis, serum saya mempercepat produksi fibrinogen..."
"Yang menginisiasi komponen eksudat dan memproduksi agen pembekuan darah." Tania meneruskan.
"Yup. Juga setelah fase terakhir saya melakukan upgrade terapi genetik dengan transfeksi elektroporatif KGF DNA..."
"Tapi penelitian itu masih belum diuji coba." Tania pernah mendengar ini dari salah satu kenalan dokternya yang bekerja di salah satu departemen kesehatan.
"Itu menurutmu Dok. Kenyataannya serum saya berhasil dan sekarang saya sedang memproses upgradenya."
"Jadi, apa sudah selesai?"
"Sedikit lagi tes selesai."
"Kamu tes pada apa?"
"Pada diri saya sendiri, juga Arsyad. Dia kemarin kena tembak dan saya suntikkan serum upgrade ini untuk tahap uji coba."
"What? Kamu coba pada saudaramu sendiri?" tanya Tania heran.
"Tidak menemukan obatnya salah satu saudara saya mati. Menyempurnakan obatnya dan mencoba, kemungkinannya Arsyad hanya akan kejang atau demam saja. Dia bisa terima itu dan dia setuju."
Tania menggeleng tidak percaya. Keluarga ini benar-benar aneh sekali.
"Jadi, apa ini bisa membangunkan Mareno?"
"Kemungkinannya selalu 50:50."
"Apapun itu lebih baik daripada melihat dia begini."
"Kamu perhatian sekali Dok, apa kalian punya hubungan istimewa?"
"Dia berharap begitu." Tania menatap layar-layar dihadapannya, berusaha mengabaikan tatapan menyelidik Mahendra.
Mahendra sudah tersenyum lebar, menunggu saat yang tepat untuk meledek Mareno habis-habisan nanti ketika saudaranya itu bangun.
***
Ada banyak istilah kedokteran. Mohon maaf kalau tanpa sengaja istilah yang saya gunakan salah ya karena keterbatasan waktu riset. Semoga aja usaha Tania dan Mahendra nanti membuahkan hasil. Stay tune terusss Genks!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro