Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Day 1 - Mysterious Things

Page 2
Audrey's Journal - The News

Entah dari mana aku harus memulai menulis. Hari ini ada kejadian yang cukup mengejutkan. Bahkan, jantungku masih berdebar cepat saat ini.

Pagi tadi, aku berangkat kerja seperti biasa, tapi kusempatkan ke makam ibu dulu. Aku menaburkan bunga mawar dan kenanga, serta menyiraminya dengan air dan minyak wangi di pusaranya. Pagi itu, Rhea Cemetery sepi, hanya ada dua orang yang memang bertugas menjaga area pemakaman. Tidak ada pengunjung.

Aku menyapa ibu dan berkeluh kesah tentang hari-hariku, seperti bercerita kepada teman. Namun, aku senang, aku seakan merasakan kehadiran ibu.

Ketika aku menutup mata untuk berdoa, aku mendengar suara burung berkaok. Aku segera membuka mata karena suara itu terdengar dekat sekali. Ternyata, aku melihat gagak hitam hinggap di nisan ibu.

Gagak itu tidak begitu besar, seperti gagak pada umumnya. Bulunya hitam mengkilat, matanya bulat besar, sayapnya mengepak-ngepak. Sesekali dia mengusapkan paruhnya ke sayapnya. Entah kenapa aku tidak begitu nyaman menatap matanya, seakan-akan dia menatapku lekat.

Gagak hitam dipercaya sebagai hewan pembawa sial, juga pembawa keberuntungan dalam satu waktu.

Sebagian orang percaya bahwa gagak hitam adalah jelmaan malaikat maut. Jika dia hinggap di atap rumah seseorang, maka tidak lama akan ada yang meninggal di rumah itu. Sebagian orang lagi percaya bahwa gagak hitam adalah hewan yang menuntun keberuntungan agar memasuki rumah yang sudah disinggahi gagak hitam. Kalau gagak hitam berkaok, maka suara itu juga bisa menolak bala bagi si pemilik rumah.

Sejujurnya, aku antara percaya atau tidak. Bagiku, kedudukannya sama seperti hewan lain. Dia hanyalah makhluk hidup yang sama-sama menghuni dunia. Namun, karena kepercayaan orang-orang, aku jadi sedikit terpengaruh hingga cukup lama memikirkan tentang kehadiran gagak itu. Apakah dia membawa nasib baik atau nasib buruk untukku?

Setelah selesai berdoa dan kulihat gagak itu pergi, aku melanjutkan perjalanan menuju toko roti. Tidak ada yang istimewa di toko. Seperti biasa, toko roti ramai pembeli. Aku harus menyunggingkan senyum sejak toko buka. Begitulah pekerjaan yang berhubungan dengan kustomer. Tak jarang, ada kustomer yang cerewet, tapi kita harus tetap tersenyum dan ramah terhadapnya, meskipun dalam kasus kustomer yang salah.

Pernah suatu kali, seorang kustomer mengambil kue dari etalase, menjilatnya dengan santai, lalu mengembalikannya ke tempat semula tanpa rasa bersalah. Dilihat dari penampilannya, kustomer ibu-ibu berbadan besar itu tampak seperti keluarga bangsawan. Dia memakai pakaian berbahan sutra panjang, sepatu mengilap, dan topi bundar lebar. Riasannya juga menor. Dia berjalan dengan anggun, memandangi etalase kaca yang penuh dengan berbagai macam kue. Namun, dengan mudahnya dia melakukan hal seperti itu di toko roti.

Tentu aku yang mengetahuinya langsung menegur. Tahu apa yang membuat kesal? Bahkan saat menegur pun, kita harus berlaku dengan sopan. Tersenyum, berbicara semanis madu, tanpa ada makian atau menghakimi. Sebisa mungkin, kita harus bersikap ramah dan tidak membuat pembeli tersinggung.

Dengan hati-hati, aku hanya berkata bahwa kue yang sudah dicicipi tadi bisa langsung dibayar di kasir. Tidak ada tuduhan, tidak ada intimidasi. Namun, wanita itu berkata dengan suara keras bahwa aku pegawai toko roti rendahan yang tidak tahu diri. Dia berkata bahwa itu menyinggungnya, seakan dia tidak akan membayarnya dan kabur. Lalu, dia memberitahuku silsilah keluarganya yang mempunyai kedudukan tinggi. Sejujurnya, aku tidak ingin mengetahuinya, aku hanya ingin dia membayar rotinya. Aku diam saja dan menerima segala makiannya.

Selama bertahun-tahun, rutinitas ini yang kulakukan. Selalu tersenyum manis, padahal hati kecut. Melelahkan bekerja seharian penuh, tapi uang yang kudapat tidak pernah bisa kunikmati. Yah ... Setidaknya aku masih bisa makan.

Setelah selesai bekerja di toko roti, aku istirahat sejenak dia alun-alun. Menikmati roti yang dibawakan Nyonya Olwenn. Lalu, aku menuju ke Kuki de Cafe, berganti seragam, dan siap melayani pengunjung kafe hingga jam 10 malam.

Jarak kafe ke rumah hanya sekitar 1 km. Aku sudah terbiasa jalan kaki, melewati gang-gang sebagai jalan pintas. Di perjalanan pulang, tak ada yang aneh, hingga satu waktu langkahku terhenti karena merasakan kehadiran seseorang. Aku mempercepat langkah. Tanganku merogoh tas, jika sesuatu terjadi aku sudah siap untuk melawan dengan pisau lipat yang selalu ada di tasku. Aku selaku menyimpan pisau lipat dan alat jarum kejut untuk melindungi diri. Aku semakin takut dan tak sadar aku berlari.

Saat itu yang kupikirkan adalah cepat mencapai rumah. Namun, beberapa meter sebelum sampai rumah, aku yang sedang berlari cepat seakan terpental ke belakang. Tubuhku menghantam tanah. Aku menabrak seseorang yang ternyata adalah seorang laki-laki.

Perawakannya tinggi, rambutnya yang panjang sebahu dikuncir ke belakang. Pakaiannya seperti kapten kapal, lengkap dengan topi bajak laut. Ayahku dulu adalah buruh nelayan dan sering melayani kapten-kapten kapal di pelabuhan. Dia membantuku berdiri, meskipun awalnya aku agak ragu-ragu.

Benakku masih bertanya-tanya, muncul dari mana dia? Apakah yang kurasakan tadi adalah kehadirannya? Malam-malam begini? Apakah dia berniat jahat?

Nuraniku berkata agar aku segera pergi dari tempat itu, tapi kata-kata lelaki itu membuat langkahku terhenti. Dia bertanya apakah aku membutuhkan uang? Aku menjawab bahwa semua orang membutuhkan uang, lalu untuk apa dia bertanya?

Aku sebenarnya hendak mengabaikannya saja, meskipun wajahnya jujur saja sangat tampan. Namun, seumur hidup, aku tidak pernah memikirkan yang namanya lelaki. Jadi, tak masalah jika aku mengabaikannya. Aku memang tidak terbiasa dengan orang asing. Jangankan menjalin hubungan, teman dekat saja aku tidak punya. Memang, aku mempunyai banyak rekan kerja, tapi bukan berarti aku dekat dengan mereka. Di dunia kerja, lingkungan kerja yang mempunyai pegawai dengan gaji rendah sepertiku juga sering terjadi bentrok. Macam-macam kasusnya. Seperti Hanna, rekan kerjaku yang bertugas memanggang kue. Dia terkenal suka mencari muka di depan Nyonya Olwenn. Hanna tidak segan-segan berani menjelek-jelekkan karyawan lain agar dia terlihat baik.

Ada juga Amie. Dia adalah rekan kerjaku di Kuki Kafe. Dia sering menyebarkan curhatan teman-teman kepada orang lain. Karena itu, dia cukup tidak disukai oleh pegawai shift malam. Ah, lebih baik tidak berteman dengan siapapun. Aku cukup nyaman dengan diriku sendiri.

Maka dari itu, jika bertemu dengan orang asing seperti sekarang, aku merasa takut. Tanganku di dalam tas selempangku sudah siap dengan alat jarum kejut, berjaga-jaga jika dia menyerangku.

Namun, ketika aku hendak pergi, dia tiba-tiba saja menyebutkan namanya dan memperkenalkan diri. Dia juga bilang tidak bermaksud jahat. Kapten Quest. Itulah namanya.

Bah! Siapa itu Kapten Quest? Kenapa dia seakan-akan ingin berinteraksi denganku?

Kemudian, dia menyerahkan sebuah kertas tebal bertuliskan The Holy Serpent. Dia berkata bahwa dia adalah kapten kapal yang ingin memberikan harta karunnya kepada orang yang tepat. Namun, orang itu harus menemukan jimat suci. Kertas tebal itulah tiket untukku jika ingin berpartisipasi. Yang lebih mengejutkan, dia tahu segala kisahku.

Aku bertanya bagaimana dia bisa mengenalku dan mengetahui kisahku, tapi dia hanya tersenyum miring. Entah kenapa auranya yang membuatku merinding, juga berhasil membuatku tidak bisa berkata apapun. Alih-alih bertanya, aku hanya diam.

Katanya, aku hanya harus berkelana ke Mysteriuous WGALand demi mencari jimat suci bersama The Holy Serpent. Jika aku ingin mengikuti misi ini, aku harus menggunakan tiket itu untuk bisa masuk ke dalam kapal.

Jimat suci? Apa itu?

Seakan bisa membaca pikiranku, Kapten Quest menjelaskan padaku bahwa jimat suci itu adalah jimat yang akan membawa keberuntungan bagi pemiliknya. Keberuntungan itu meliputi keuangan, jodoh, dan segala macam urusan akan lancar.

Mendengar itu, aku berpikir apakah jika memiliki jimat itu, hidupku tidak akan sengsara lagi? Apakah aku bisa melunasi utang-utang ayah dan membebaskan diriku sendiri dari perjanjian ayah dengan Tuan Mikael?

Aku memang sudah putus asa. Bunga yang diberikan Tuan Mikael terus bertambah jika aku tidak rutin membayar. Meskipun aku rutin pun, pokok utang tetaplah besar bagiku, tidak mungkin aku melunasinya dalam waktu dekat. Meskipun aku belum menjadi budak resminya Tuan Mikael, tapi aku merasa sudah menjadi budaknya sejak ayah berutang padanya.

Aku memandang lama kertas undangan itu dan ketika menoleh, seseorang yang bernama Kapten Quest tadi telah menghilang.

Ke mana perginya dia?

Setelah sampai rumah, aku segera membuka kertas itu. Ada informasi ajakan naik kapal The Holy Serpent. Hari, tanggal, jam keberangkatan sudah tercantum. Harinya adalah lusa. Selain itu, juga tercantum nomor kamar kabin yang mungkin akan jadi kamarku.

Tanganku gemetar membaca undangan itu. Jika ini benar dan bukan penipuan, aku akan melakukan petualangan besar. Jurnal ini akan diisi oleh cerita-cerita besar, alih-alih keluhan. Mungkin, tidak ada salahnya jika aku mengikuti misi ini.

Kalau benar, aku akan mengajukan cuti kepada Nyonya Olwenn dan Kuki Cafe.

Rhea City, 23.39

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro