Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

• dua •

JIRA memandangku bingung. "Bukankah hari pertama boleh tidak ada yang digantung?"

Aku menggeleng. "Aku moderatornya, Jir. Dan aku ingin hari ini ada yang digantung."

Sepintas kulihat Jira mengamatiku dengan sedikit takut, lalu ia membuang wajahnya. Aku menghela napas. Sepertinya bukan kalimat itu yang ingin kukeluarkan, kenapa aku harus mengatakan itu?

Dua menit berlalu, aku kembali berdeham. "Siapa?"

"Fian," jawab Damai kecil. "Dia tadi bilang perannya menyenangkan. Pasti dia serigalanya."

Fian membulatkan mata. "Kenapa aku? Kamu sendiri terlihat sangat berambisius menggantungku. Jangan-jangan kamu serigalanya?"

"Aku pilih Eka," kata Herra dengan santai. "Lihatlah, dia terlalu santai. Pasti dia sedang berpura-pura bersikap apa adanya."

Beberapa anggukan terlihat. Aku memasang wajah datar sebisaku. "Jadi?"

Perdebatan yang cukup alot terjadi, dan pada akhirnya mereka memutuskan menggantung Eka. Aku tersenyum lebar, satu warga desa sudah dikorbankan.

"Eka telah digantung," kataku sambil membuka kartu Eka yang menunjukkan bahwa Eka adalah seorang warga desa biasa. Beberapa keluhan terdengar, tapi dua pasang mata terlihat bahagia.

"I've told you, guys," kata Eka sambil keluar dari lingkaran. Wajahnya sedikit kesal, tapi dia tertawa puas.

Permainan pun kembali berlanjut. Di babak ke dua, Oki si penjaga mampu menjaga warga desa dari serangan serigala. Dan ketika penggantungan, Cursed pun menjadi korban.

"Aku bukan serigala," keluh Brenda sambil memajukan bibirnya. "Ya, paling tidak belum menjadi serigala."

Jira tertawa sekilas. "Maafkan aku, Brenda. Namun, kita harus membunuh siapa pun yang mencurigakan."

Permainan berlanjut, ketika malam permainan menjelang, Fian dan Damai memutuskan untuk memakan Oki. Aku sedikit terkejut, tapi menyukai muslihat yang diberikan oleh keduanya.

"Seer berhasil menerawang siapa serigalanya, tapi seorang warga desa telah diserang oleh serigala semalam. Sayangnya, penjaga tidak mampu menyelamatkannya. Oki keluar," kataku sambil membuka kartu milik Oki.

"Aku terlalu tidak egois hingga memilih menjaga orang lain," sahut Oki sambil menggaruk kepalanya sekilas. "Harusnya tadi kujaga diriku saja."

Semua tertawa, bahkan Adit melempar Oki dengan bantalan sofa. "Enyah, enyah."

Aku berdeham. "Permainan dilanjutkan, aku beri kalian waktu dua menit untuk menunjukkan siapa yang akan digantung."

"Aku seer, percayalah. Dan Fian serigalanya," kata Jira membuka perannya.

Fian mengangkat bahu. "Bagaimana bisa kamu bilang begitu, Jir? Aku bukan serigala, walaupun peran ini menyenangkan."

Damai memandang Jira sekilas. "Bagaimana jika ternyata kamu serigalanya, Jir? Sedari tadi kamu selalu menuduh orang lain."

Adit menghela napas. "Aku lebih yakin Fian yang menjadi serigalanya. Entahlah, dia tahu betul jika Oki adalah penjaga dan dia memakannya."

Perdebatan kembali terjadi. Sampai akhirnya keputusan bulat dicapai. Mereka memutuskan menggantung Fian. Damai terlihat tidak peduli, entah memang tidak peduli atau ia berpura-pura agar perannya tidak ketahuan.

"Warga desa telah ... berhasil menggantung satu serigalanya. Fian keluar," ucapku yang membuka peran Fian.

Fian tertawa. "Sial, aku ketahuan. Tenanglah, kalian tidak akan menemukan partner-ku."

Tiba-tiba semua terdiam dan memandang lurus ke arah Fian. Bahkan Fian menutup mulutnya sendiri dan menelan ludah dengan susah payah.

"Fian," panggil Herra susah payah. "Suaramu kenapa begitu berat dan serak? Kamu sakit?"

Fian menggeleng. "Aku tidak tahu, suara siapa tadi?"

Keriuhan kembali terjadi sekilas. Mangkuk berisi air dan darah kami tiba-tiba bergetar dengan hebat. Aku memandang Adit takut, dan Adit mengambil mangkuk itu kemudian berusaha menenangkan kondisi semuanya.

"Ayo kita mulai lagi," kata Adit santai.

Jira menunjuk mangkuk di tangan Adit dengan takut. "Tadi, mangkuk itu bergetar kencang! Apa kalian tidak melihatnya?"

Bima mengibaskan tangannya sekilas. "Mungkin hanya ada gempa tadi. Bukankah kalian juga merasa ada getaran?"

Beberapa mengangguk setuju.

"Teruskanlah, nanti semakin malam," seru Difa tidak sabar.

Jira terlihat membuka mulutnya, tapi kemudian dengan cepat menutupnya dan menggeleng. Aku hanya diam, mungkin dia hanya merasa percuma mengatakan semuanya.

"Malam hari tiba, semua menutup mata," kataku memulai permainan lagi.

Kali ini serigala memilih memakan Bima yang berperan sebagai Hunter. Sesuai dengan perannya, Bima berhak memilih satu orang untuk ditembak.

"Jira, mati bersamaku!" kata Bima sambil tersenyum miring.

Jira mengeluh. "Kenapa aku? Aku penerawang! Kamu bermain asal."

Aku tertawa. "Jira keluar, perannya penerawang. Dan karena Cupid telah memilih Jira untuk berpasangan dengan Difa, maka Difa ikut keluar juga. Dan peran Difa adalah--"

"Peluruku tidak berguna!" rengek Difa sebelum aku menyelesaikan kalimatku. Tangannya membentuk pistol lalu berpura-pura menembak ke arah asal. "Aku Gunner. Dor!"

Dor!

Aku terperanjat ketika mendengar suaranya tembakan di depan pintu rumah. Mataku beralih pada Adit yang berdiri sigap. Ia berjalan ke arah pintu rumah dengan hati-hati.

Rista dan Herra tampak berpegangan tangan. Begitupun Jira yang meremas tanganku kuat. Bagaimana tidak, itu tadi suara tembakan bukan? Dan kenapa bertepatan dengan Difa yang berpura-pura menembak?

Suasana mendadak hening, bahkan Difa memeluk bantalan sofa dan terduduk kaku. Tidak lama kemudian, Adit kembali dengan senyum lebar.

"Tidak ada apa-apa. Sepertinya tadi tetangga sebelah memainkan kembang api saja," kata Adit dengan senyum.

Aku memandangnya curiga, tapi memutuskan untuk tidak mendebat. "Ayo kita lanjutkan. Hanya tinggal lima orang lagi. Jadi, siapa yang akan kalian gantung?"

Perdebatan kembali terjadi, dan mereka memutuskan untuk menggantung Juna yang berperan sebagai Cupid. Tawa keras pun meledak dan membuat Juna hanya bisa terduduk kesal di pojok ruangan.

Malam kembali tiba, serigala memilih untuk memakan Rista yang merupakan seorang warga desa. Dan perdebatan kembali terjadi sebelum proses penggantungan.

"Berarti antara Damai atau Adit," kata Herra dengan mata menyipit.

"Kenapa aku? Aku orang baik, bukan manusia memang, tapi aku baik," jawab Adit dengan gaya santai. "Damai tadi sempat menuduh Jira serigala ketika Jira menunjuk Fian."

Mata Herra beralih pada Damai yang mengangkat bahu. "Aku tidak peduli. Percaya atau tidak, kalian akan kalah."

Adit tersenyum kecil mendengar jawaban Damai yang sangat diplomatis. Herra mengerucutkan bibirnya, mengetuk jari di dagu dan menghela napas panjang.

"Aku pilih Damai."

Adit tertawa puas. "Bagus. Aku juga pilih Damai."

"Baiklah, warga desa memutuskan untuk menggantung serigalanya. Damai keluar," kataku menggantung penjelasan. "Sayangnya, salah satu dari warga desa yang selamat adalah seorang pengkhianat dan dia berubah menjadi serigala dan memangsa warga desa lainnya yang selamat."

Herra membulatkan matanya tidak percaya. "Maksudmu, Adit?"

Adit tertawa lebar.

"Pembohong, licik!" omel Herra pada Adit sambil melemparinya dengan kacang yang dijadikan camilan.

Aku menengahi dengan cepat. "Serigala memenangkan permainan. The game is o--"

"Not over yet."

Sebuah suara terdengar entah dari mana disertai dengan geraman yang keras memotong ucapanku. Aku tersentak, tanpa sadar aku meremas tangan Jira yang berada di sebelahku.

"S-suara apa itu?" tanya Brenda takut.

Oki berdiri, mengelilingi ruangan dengan waspada. Di belakangnya mengikuti Adit, Bima dan Juna. Aku memandang sekeliling ruangan dengan was-was. Apa maksudnya? Permainan belum berakhir?

"Sudah kubilang ini bukan ide bagus," kata Jira membisikiku.

Aku meremas tangannya lagi. "Tidak apa, semua baik-baik saja. Semua baik-baik saja."

Lalu tiba-tiba lampu di ruangan mati. Seisi rumah menjadi gelap gulita. Teriakan demi teriakan terdengar dari seisi ruangan, mungkin Rista dan Herra yang berteriak karena mereka tampak paling berisik.

"Tenang semuanya," kata Oki sambil berjalan memasuki ruangan. Ia membawa sebuah lilin yang menyala dan beberapa lilin lain di tangan. "Di luar hujan deras, dan sepertinya semua mati listrik. Lebih baik kita tidur di ruangan ini saja, ya?"

Semua berdeham setuju. Kemudian lilin dibagikan dan mulai dinyalakan. Aku berjalan ke arah Adit.

"Apa semua baik-baik saja?" tanyaku.

"Ya, ini hanya mati listrik biasa. Jangan khawatir," jawabnya dengan tersenyum kecil.

Aku mengangguk, kemudian berjalan ke arah Jira dan berbaring di sebelahnya. Menutupi tubuhku dengan selimut dan memejamkan mata. Semua baik-baik saja, bukan?

•••

Sabtu, 31 Maret 2018
17.57 WIB

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro