Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 6. Intrik Cinta Segi Tiga

Pukul sembilan malam, Valeri sudah kembali tertidur setelah meminum obat demamnya. Perempuan itu terlalu gegabah untuk berpikir bahwa tidurnya malam ini akan berjalan dengan tenang dan nyenyak. "Sial!" gumam Valeri.

Gadis itu kembali melihat Candraneswara di dalam mimpinya. Masih di tempat yang sama dengan tempat sebelumnya, sebuah taman. Candraneswara tampak pada jarak dua meter tersenyum pada Valeri sembari duduk di kursi taman.

Valeri menghela napas. Dia takut, tetapi dia tidak bisa terus-terusan seperti ini. Dia sudah berusaha menghindar, ternyata juga tidak bisa. Jadi yang bisa Valeri lakukan untuk menghentikan mimpi aneh ini adalah dengan memberanikan diri menghampiri Candraneswara.

Candraneswara pun menyadari jika Valeri yang dengan sendirinya datang. "Bagaimana, Nduk? Sudah siap mendengarkan ceritaku?"

Anggukan kepala diberikan kepada Valeri. Perempuan itu berasumsi bahwa Candraneswa ingin didengarkan ceritanya. Jadi Valeri akan mendengarkan apa pun itu.

"Aku akan mendengarkanmu, tetapi saat sudah selesai, tolong pergi. Jangan mendatangiku terus-terusan di dalam mimpi," tegas Valeri sembari duduk di samping Candraneswara.

"Kalau begitu, dari mana kita harus memulai? Perjodohan Kangmas Inu Kertapati dengan Candra Kirana?" Valeri diam saja tanpa menanggapi, jadi Candraneswara menyimpulkan bahwa dia bisa menceritakan semuanya dari awal.

"Ya, baiklah. Kita mulai dari situ."

Mendadak, kursi taman yang mereka duduki pun rasanya seperti berputar. Valeri buru-buru berpegangan pada kursi tersebut karena takut jatuh. Setelah kursi itu berputar, pemandangan di sekitar Valeri pun berubah.

Di sebuah tempat dengan banyak orang berkumpul. Pakaian mereka sangat khas dengan corak Jawa. Dari sini, Valeri semakin meyakini bahwa Candraneswara berasal dari masa lalu. Lalu di tengah-tengah kerumunan tersebut terdapat dua orang anak kecil yang dilihat dari penampilan, sepertinya mereka bukan orang biasa.

"Mereka dijodohkan sejak kecil." Semua orang yang berada di hadap Valeri satu per satu menghilang. Sedangkan kedua anak kecil tadi perlahan bertumbuh dewasa. "Mereka besar bersama dan mulai mengetahui bagaimana rasanya."

Sekarang semua orang telah menghilang dari pandangan Valeri. Tersisa dua anak kecil tadi yang sudah tumbuh menjadi seorang remaja perempuan dengan rambut panjang dan perawakan yang anggun serta si anak lelaki yang sudah tumbuh kumis tipis di wajahnya. "Sayang sekali, Candra Kirana mencintai Kangmas Inu Kertapati tetapi Kangmas mencintai orang lain. Angreni namanya, perempuan biasa yang cantik, tangguh, dan baik."

Seorang perempuan lainnya muncul dan berdiri di samping si lelaki. Valeri menyimpulkan bahwa bocah lelaki dan perempuan tadi adalah Inu Kertapati dan Candra Kirana. Sementara perempuan yang baru muncul itu adalah Angreni. Valeri dapat melihat Inu Kertapati dan Angreni yang saling bertukar tatapan penuh cinta. Sedangkan Candra Kirana perlahan menghilang dari pandangan Valeri.

Candraneswara menghela napas. "Akan tetapi, dibalik cinta yang begitu besar dari Kangmas Inu Kertapati, nahas sekali nasib Angreni. Banyak orang yang tidak menyukai kehadirannya dalam kehidupan Kangmas Inu Kertapati karena dia dianggap telah merusak rencana perjodohan dari dua kerajaan besar di Tanah Jawa pada saat itu."

Gambaran Angreni di depan Valeri pun menghilang seperti Candra Kirana. "Angreni dibunuh dan Kangmas menemukan jasadnya di antara bunga angsana di Pantai Kamal."

Kursi taman kembali berputar, Valeri pun kini melihat Inu Kertapati memeluk jasad Angreni yang bersimbah darah di tepi pantai. Inu Kertapati menangisi cintanya. Separuh hatinya pergi terbawa deras ombak politik kerajaan. "Maka dengan berat hati, Kangmas melarungkan jasad Angreni ke laut.

Valeri dan Candraneswara kembali dibuat berputar-putar oleh kursi taman. Begitu kursi itu berhenti, pertempuran ada di depan mata mereka. Valeri nyaris mendelik saat melihat medan tempur yang bentuknya sudah seperti habis dihujani darah.

"Kangmas Inu Kertapati membawa kesedihannya berkelana. Sebagai ungkapan rasa sedih, Kangmas menaklukkan berbagai kerajaan. Terjun ke medan perang seperti orang kesetanan."

Valeri bisa melihat Inu Kertapati yang memakai zirah perangnya. Pedang di tangan pun meliuk-liuk seperti dibawa menarik dengan kaki-kaki yang begitu lincah. Sampai kemudian ujung pedang itu berada tepat di depan mata Valeri.

Jleb! Valeri membuka matanya seketika. Napasnya terengah-engah. Gadis itu akhirnya bangun dari mimpi dengan tubuh yang sudah banjir keringat.

Sementara Candraneswara di dalam guanya pun merasakan lelah yang tidak karuan. Dia seperti terpental dan menatap tembok setiap kali keluar dari mimpi Valeri. Lalu di saat bersamaan, seseorang muncul di samping Candraneswara, Dewa Jaya Kusuma.

"Apakah kamu menunggu kedatanganku?" tanya Dewa Jaya Kusuma dengan begitu percaya diri.

"Saya lebih menunggu mendapatkan izin untuk berkomunikasi dengan Kangmas Inu Kertapati. Saya bisa merasakan energinya berusaha meraih saya, Batara," jawab Candraneswara dengan jujur dan sembari tersenyum.

Dewa Jaya Kusuma mendengus kesal. Lagi-lagi Inu Kertapati. Mendengar namanya saja, Dewa Jaya Kusuma bisa langsung terbakar cemburu.

"Bisakah kamu berhenti mempedulikannya? Apa jangan-jangan kamu masih mencintainya?" tanya Dewa Jaya Kusuma dengan pandangan penuh curiga. Ada perasaan takut di dalam diri Dewa Jaya Kusuma bahwa mungkin Inu Kertapati akan kembali merebut perempuan yang dia cintai.

"Batara–"

"Panggil aku Kangmas seperti kamu memanggil orang itu."

Candraneswara tersenyum, dia senang melihat kecemburuan Dewa jaya Kusuma terhadap Inu Kertapati. Membuat Candraneswara merasa dicintai.

"Baiklah .... Kangmas Jaya Kusuma, bukankah saya sudah menyatakan rasa cinta saya kepada kangmas?" Candraneswara duduk di tepi ranjang sembari menatap mata Dewa Jaya Kusuma yang masih setia berdiri di samping perempuan itu.

"Kalau begitu buktikan, Cah Ayu. Lupakan dia dan hidup bersamaku. Aku akan membebaskanmu dari tempat ini."

"Saya sedang berusaha membuktikan kepada Kangmas. Saya sedang berusaha lepas dari tempat ini dengan membebaskan Kangmas Inu Kertapati dari kutukannya. Sehingga setelah itu, kita bisa bersama. Selain itu, Kangmas Sayang."

"Kenapa kamu susah-susah memilih cara seperti itu. Aku memberimu pilihan yang lebih mudah." Dewa Jaya Kusuma mulai terpancing emosinya sendiri. Dewa Jaya Kusuma pun mendorong Candraneswara hingga tertidur di atas ranjangnya. Lelaki itu menekan bahu Candraneswara hingga Candraneswara sendiri ketakutan.

"Jika kamu memang mencintaiku, kamu akan memilih pilihan yang aku berikan. Bukannya bersusah payah demi orang itu. Jika kamu masih seperti ini, itu berarti kamu masi memiliki perasaan kepadanya."

"Kangmas, tolong lepaskan saya terlebih dahulu." Candraneswara merintih, meminta untuk dilepaskan. Sedangkan Dewa Jaya Kusuma masih saja dikuasai emosinya sehingga tidak mau melepaskan Candraneswara.

"Katakan yang sejujurnya, Cah Ayu. Kamu masih memiliki rasa kepada Inu Kertapati, kan? Kamu masih memiliki rasa kepadanya, kan?" Dewa Jaya Kusuma mulai mendekatkan wajahnya kepada Candraneswara.

"Kangmas, tolong ... baiklah, saya memang masih ada rasa. Akan tetapi, tidak seperti yang Kangmas pikirkan." Candraneswara mulai meninggikan suaranya yang sedikit membuat Dewa Jaya Kusuma mengendurkan tekanannya kepada Candraneswara.

"Saya masih menyimpan rasa bertanggung jawab atas kutukan yang diterima Kangmas Inu Kertapati. Jika saat itu Kangmas Inu Kertapati tidak memiliki hubungan dengan Angreni, dia tidak akan dikutuk seperti ini. Bukankah Kangmas Jaya Kusuma sendiri yang mengatakan bahwa saya yang Kangmas culik adalah bagian dari jiwa Angreni. Saya masih bisa mengingat semuanya, Kangmas!

"Seharusnya saya sebagai Angreni, pada saat itu tidak nekat mencintai seorang Inu Kertapati yang sudah dijodohkan dengan Candra Kirana. Jika saya saat itu tidak nekat, mereka pasti hidup bersama dengan bahagia sampai akhir. Tanpa perlu ada huru-hara seperti apa yang sudah terjadi."

Dewa Jaya Kusuma perlahan menjauhkan diri dari Candraneswara, melepaskan Candraneswara dari cengkramannya. "Tolong percaya kepada saya, Kangmas. Meskipun saat saya terlahir kembali sebagai Angreni, saya tidak membawa ingatan saya sebagai Dewi Anggar Mayang. Akan tetapi, hati saya masih bisa merasakan cinta Dewi Anggar Mayang yang begitu besar kepada Kangmas. Jadi tolong izinkan saya tetap membantu Kangmas Inu Kertapati. Hanya membantu, tidak lebih."

Dewa Jaya Kusuma mendengus. "Baiklah. Hanya membantu," putus lelaki itu akhirnya. Candraneswara berhasil membujuk sang kekasih hati yang begitu pencemburu ini.

Candraneswara tersenyum sembari menganggukkan kepala. Kemudian perempuan itu bangkit dari tepi ranjang. "Terima kasih, Kangmas," ucap Candraneswara sembari memeluk Dewa Jaya Kusuma.

"Aku mencintaimu, Cah Ayu. Sangat." Dewa Jaya Kusuma membalas pelukan Candraneswara yang terasa begitu hangat baginya.

"Saya pun sangat mencintai, Kangmas."

***

Tujuh hari berlalu dalam Klana melakukan puasanya. Lelaki itu semakin kuat merasakan energinya terhubung dengan Candraneswara. Hingga di dalam semadinya, Klana mendengar sebuah suara menyapa.

Suara yang begitu hangat dan familier. "Kangmas, memanggil Candraneswara?"

Klana membuka matanya. Di sekitar lelaki itu semuanya sudah gelap, kecuali Candraneswara yang memancarkan cahaya. "Sudah lama, Nimas."

Candraneswara tersenyum. "Iya, Kangmas. Saya sudah kembali."


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro