Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 33. Perjanjian

DUARRR! Terdengar suara petir menggelegar di luar sana. Tidak lama kemudian menyusul suara hujan yang begitu deras. Valeri yang tadinya berbaring di atas tempat tidur pun bergegas menuju jendela yang jika tidak ditutup, maka angin akan membawa air hujan masuk ke dalam kamar Valeri.

Akan tetapi saat tanpa sengaja menatap ke luar jendela, Valeri melihat sesuatu yang aneh di luar gerbang kediaman Keluarga Handoko. "Mas Klana?" Valeri mengerutkan dahinya sembari bertanya-tanya. Apakah lelaki itu sama sekali tidak pergi sejak sore tadi?

Klana berdiri di luar mobilnya sembari menatap ke arah pintu rumah Keluarga Handoko. Matanya tampak penuh pengharapan jika saja Valeri keluar dan membukakan pintu untuknya. Bahkan saat hujan deras mulai turun, lelaki itu sama sekali tidak beranjak masuk ke dalam mobil. Dia takut jika melewatkan saat Valeri membuka pintu.

Untuk sesaat, Valeri merasa kasihan. Akan tetapi, seolah bagian-bagian dari masa lalu Valeri berbisik, "Dulu juga kamu selalu maafin mereka berulang kali, Val. Terus-terusin aja kalau mau sakit hati terus."

Valeri segera menggelengkan kepalanya. Tidak, dia tidak akan jatuh ke dalam tipu daya percintaan lagi. Valeri sudah cukup. "Nggak! Bodo amat!" Valeri memutuskan untuk menutup jendela dan menggeser tirainya. Memilih mengabaikan Klana yang kehujanan di luar sana.

Setelah itu, Valeri kembali berbaring ke tempat tidur. Akan tetapi, tidak lama kemudian terdengar suara ketukan pada pintu kamar Valeri. Tok. Tok. Tok. "Val, kamu sudah tidur? Eyang mau bicara sebentar bisa?"

Sebenarnya, Valeri sedang malas mengobrol dengan siapa pun. Meski begitu, Valeri tetap beranjak membukakan pintu. "Ada apa, Eyang?"

"Gini, Val. Sebenernya Eyang nggak mau ikut campur, tapi masalahnya Dokter Klana-"

"Nungguin di luar?"

Nyonya Handoko menganggukkan kepala. "Mungkin kalau nggak hujan, Eyang bisa bodo mata. Tapi ini hujan, Val. Coba kasih satu atau dua menit aja waktu buat ketemu, siapa tau habis itu dia mau pulang."

"Ck." Valeri berdecak. Dia nyaris lupa, jika ada apa-apa dengan lelaki itu, pasti neneknya juga yang kena. "Ya, udah."

Mau tidak mau, Valeri mengambil asal payung di dekat pintu kemudian keluar dari rumah. Sedangkan Klana langsung menegakkan tubuhnya saat melihat pintu rumah terbuka. Mata Klana berbinar melihat Valeri mulai membuka payung lalu berjalan mendekatinya.

Entah kenapa bagi mata Klana, Valeri terlihat sangat indah di antara air hujan yang jatuh ke bumi. Dari Valeri membuka payung hingga berjalan menerjang hujan deras, seolah semua berjalan dengan lambat. Klana terpaku dan terpesona.

"Mas Klana punya tiga menit buat ngomong, mulai dari sekarang," ucap Valeri dengan tegas berhasil menyadarkan Klana dari keterpukauannya.

"Eee ... Valeri, sebelumnya saya minta maaf tapi boleh saya minta waktu lebih lama untuk menjelaskan semuanya?"

"Dua setengah menit lagi!"

"Baiklah, saya akan langsung pada intinya. Valeri, saya sudah menunggu momen ini selama sembilan abad. Saya tidak bisa kehilangan kesempatan ini lagi. Saya hanya membutuhkan satu ciuman untuk mengakhiri kutukan ini. Tolong-"

"Satu menit lagi!" Valeri mulai muak melihat wajah lelaki di depannya. Belum lagi mendengar apa yang Klana katakan, rasanya kepala Valeri mendidih.

"Tolong, Valeri. Pertimbangkan apa yang saya katakan. Saya tidak akan untung secara sepihak di sini. Jika kutukan saya berhenti, maka kamu juga bisa memutus hubungan dengan kehidupan sebelumnya. Jad-"

"Cukup! Saya nggak peduli dan nggak ada urusan sama Mas Klana lagi. Jadi sekarang Mas Klana pulang atau saya panggil polisi?" Kemudian tanpa banyak basa-basi lagi, Valeri berjalan meninggalkan Klana.

"Val! Saya mohon!" teriak Klana untuk mengalahkan suara hujan. Sayangnya, meskipun suaranya berhasil terdengar oleh Valeri, perempuan itu juga sudah tidak mau tau lagi dengan Klana.

"Valeri ...," lirih Klana sebelum Valeri benar-benar menghilang di balik pintu rumah.

***

PLAK! "Apa yang Kangmas lakukan?!" Candraneswara sudah tidak takut lagi jika Dewa Jaya Kusuma mengamuk dan menghukumnya. Candraneswara muak dengan semuanya, dengan kutukan, dengan terkurung di tempat ini, dengan ketidak bebasannya.

Sementara itu, Dewa Jaya Kusuma menarik napasnya dalam-dalam dan kemudian menghela napasnya perlahan untuk menahan emosi. Lelaki itu sudah menebak reaksi Candraneswara akan seperti apa, jadi Dewa Jaya Kusuma tidak akan mengamuk sekali pun Candraneswara menamparnya. Selain itu, Dewa Jaya Kusuma juga sudah lelah dan muak dengan penantiannya.

"Sekarang saya harus bagaimana, Kangmas?! Apa saya dan Kangmas Inu Kertapati harus menunggu sembilan abad lagi untuk mengakhiri semua ini? SAYA LELAH TERKURUNG DI SINI! SAYA KESEPIAN! SAYA INGIN DIBEBASKAN!" Candraneswara sudah tidak bisa mengendalikan suaranya lagi, dia hanya ingin berteriak marah sembari meneteskan air mata. "Kenapa?! Kenapa Kangmas merusak semuanya?"

"Aku tidak merusak apa pun, Cah Ayu." Dewa Jaya Kusuma menjentikkan jarinya. Kemudian secara tiba-tiba suasana gue di sekitar Candraneswara pun runtuh dan digantikan dengan sebuah taman indah di atas awan. Candraneswara melihat hal tersebut hanya bisa melongo kebingungan.

"Saya tidak bisa dan tidak mau mencabut kutukan Klana karena sebuah kutukan hanya akan hilang saat syaratnya tidak terpenuhi. Akan tetapi, saya bisa membebaskanmu sejak kemarin-kemarin. Itu hal mudah karena kamu dikurung itu bukanlah kutukan. Sayangnya, kamu yang sejak dulu bersikeras untuk tetap menunggu Inu Kertapati."

"Tetapi, Kangmas. Saya sudah berjan-"

"Janji? Lihatlah di sekitarmu, Candraneswara. Berhenti bersikap bodoh untuk lelaki itu. Dia bisa saja mendapatkan ciuman Valeri dengan cara apapun dari kemarin-kemarin, lalu kenapa dia mengulur-ulur waktu? Apakah selama sembilan abad ini, dia bahkan berusaha mencari reinkarnasi yang dimaksud itu?"

Candraneswara terdiam. Dia tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Kemudian Dewa Jaya Kusuma menggelengkan kepala. "Tidak, dia hanya diam menunggu seperti orang bodoh ... dan kamu masih mau memperjuangkan orang semacam itu? Lihatlah saya di sini, Cah Ayu."

"Kangmas ...."

Dewa Jaya Kusuma memegangi kedua pundak Candraneswara dan menatap mata perempuan itu dengan lekat. "Tolong lihat saya yang berusaha memperjuangkanmu, Cah Ayu. Jangan buat saya menjadi Rahwana untuk mendapatkan kembali apa yang memang milik saya."

Candraneswara sebelumnya tidak pernah melihat Dewa Jaya Kusuma menangis. Akan tetapi, baru saja setetes air mata jatuh dari pipi kanan lelaki itu. Candraneswara tidak tahan untuk membiarkan hal tersebut terjadi. Perempuan itu langsung memeluk kekasihnya. "Maafkan aku, Kangmas."

"Tidak apa-apa, Cah Ayu. Tidak apa-apa." Dewa Jaya Kusuma membalas pelukan itu dengan erat.

"Saya akan berhenti ... tentang kutukan Kangmas Inu Kertapati. Akan tetapi, butuh satu kali kesempatan. Hanya satu kali, Kangmas."

"Kesempatan untuk apa?" tanya Dewa Jaya Kusuma tanpa melepaskan pelukannya.

"Untuk menemui Valeri. Hanya satu kali, setelah itu kita akan kembali bersama."

***

"Valeri ... Valeri ...." Suara lembut itu, Valeri sangat mengenalinya. Dia kembali lagi di dalam mimpi Valeri.

Valeri menolak untuk membuka mata. Valeri tau pasti jika membuka mata, dia tentu sudah tidak berada di kamarnya dan orang pertama yang muncul adalah Candraneswara. "Valeri, Cah Ayu ... buka matamu. Kita perlu berbicara."

"Val ...." Candraneswara masih berusaha membuat Valeri membuka matanya. Kali ini Candraneswara sedikit mengguncang bahu Valeri. Akan tetapi, Valeri tetap kekeh untuk tidak membuka mata.

"Valeri, buka matamu!" Candraneswara mulai memaksa.

"Tidak! Tidak akan! Aku tidak mau bertemu denganmu. Aku tidak mau berurusan dengamu, dengan Jaya, atau dengan Klana lagi. Aku tidak mau!"

"Kalau begitu aku akan terus menghantui mimpimu. Aku akan terus mendatangimu," ancam Candraneswara yang sebenarnya juga tidak bisa Candraneswara lakukan.

"Terserah!"

"Aku juga membawa Kangmas Klana ke sini. Lihatlah di belakangmu."

Entah bagaimana, perkataan Candraneswara secara spontan berhasil membuat Valeri menolehkan kepala ke belakang lalu membuka matanya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro