Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 32. Akhir dari Sebuah Kebohongan

"Gusti Prabu, kenapa?"

"Hah?" Suara Gemuris berhasil menyadarkan Klana dari lamunannya. Entah kenapa, dari semalam Klana merasa sangat tidak nyaman. Rasa cemas yang bercampur aduk itu datang lagi, padahal sebelumnya sudah mulai mereda semenjak Klana semakin dekat dengan Valeri.

"Gusti Prabu melamun sejak tadi ... kenapa? Apakah sedang ada masalah?" Gemuris tampak khawatir.

"Tidak." Klana menggelengkan kepalanya. Kemudian lelaki itu segera menyentuh sarapannya yang hampir dingin. "Oh, iya. Gemuris, jangan lupa lakukan yang aku minta semalam. Ada firasat tidak enak tentang dia."

"Ohh ... masalah Dewa Jaya Kusuma?" cetus Gemuris yang membuatnya langsung mendapatkan pendelikan mata dari Klana. "Eee ... aaa ... iiiya, Gusti Prabu. Saya awasi."

Bahkan saat sudah berangkat bekerja dan sedang menghadapi pasien pun, Klana masih merasakan perasaan cemas tersebut. "Apa dia akan menggagalkan semuanya?" gumam Klana pada dirinya sendiri.

"Aku harus mencium Valeri secepatnya."

Sementara itu, di kamarnya valeri baru saja tersentak dan terbangun. Napasnya terengah-engah. Berbagai macam perasaan saling bertumpuk dan campur aduk dalam pikiran serta hati Valeri. Bahkan panas yang menggila di tenggorokannya, Valeri masih bisa mengingat rasa panas itu.

Namun, ada satu perasaan pasti yang berhasil mengguncang Valeri hingga begitu perempuan itu terbangun, dia langsung meneteskan air mata. Tangisan itu mulai dari satu dua tetes air mata, kemudian berakhir dengan sesenggukan. Valeri merasa sangat dikhianati.

Untungnya, tangisan tersebut tidak berlangsung lama. Begitu Valeri menyelesaikan tangisannya, dia langsung teringat pada Jaya. Tanpa mencuci muka atau bahkan repot-repot mandi, Valeri berlari keluar dari kamar untuk menghampiri kontrakan Klana. Pertama, Valeri akan menuntut penjelasan terkait segala yang terjadi tadi malam.

"Sudah bangun, Nduk," sapa Nyonya Handoko yang seperti biasa sedang merawat tanamannya. Akan tetapi, sapaan itu sama sekali tidak digubris oleh Valeri. "Nduk, mau ke mana lari-lari gitu?"

Tok. Tok. Tok. Tidak ada jawaban dari sang penghuni kontrakan. "MAS JAYA! KELUAR LO! MASA JAYA!" teriak Valeri yang berhasil membuat Nyonya Handoko menghampirinya.

TOK. TOK. TOK. Valeri kembali mengetuk pintu tersebut. Kali ini lebih keras, nyaris seperti akan mendobraknya. "JAYA! KELUAR!"

"Heh! Valeri, kamu ngapain? Nggak ada orang!" ucap Nyonya Handoko yang membuat Valeri membatalkan niatnya untuk mendobrak pintu kontrakan Jaya.

Valeri menolehkan kepala ke belakang. "Maksud Eyang?"

"Tadi pagi-pagi banget, Jaya pergi sambil bawa koper. Katanya mau pulang kampung."

Valeri menyipitkan matanya. "Pulang kampung?! Ke mana?"

"Eyang nggak tau, nggak nanya juga ... lagian ada apa, sih? Nggak sopan bertamu teriak-teriak kayak gitu!"

Valeri mengabaikan kalimat neneknya. Perempuan itu yakin, Jaya pasti sudah melarikan diri. Akan tetapi, itu tidak penting lagi. Valeri berlari kembali ke kamarnya tanpa mengatakan apapun kepada Nyonya Handoko yang kebingungan dengan sikap cucunya.

"Kita perlu berbicara, sekarang!"

"Penting!"

Valeri mengirimi pesan kepada Klana, membuat ponsel Klana bergetar di atas meja. Biasanya Klana menyenyapkan ponselnya saat jam kerja, tetapi kali ini firasat Klana tidak enak perihal Valeri. Sehingga dia mengaktifkan mode getar untuk jaga-jaga jika terjadi sesuatu dan Gemuris atau Valeri menghubunginya.

Kemudian sebuah panggilan dari Valeri kembali membuat ponsel Klana bergetar di atas meja. "Mbak, tolong pasiennya ditahan sebentar, ya. Saya mau nerima telepon, lima menit."

"Oke, Dok," jawab perawat yang bertugas dengan Klana tepat beberapa saat sebelum Klana mengangkat telepon dari Valeri.

"Satu hal yang perlu kamu tau, Tuan Klana! Aku mencintaimu dan mempercayaimu dengan sisa-sisa yang aku punya dan sekarang kamu sudah menghabiskan semua itu ... berkat kebohongan yang sudah kamu lakukan!" Sepertinya firasat Klana benar. Begitu telepon diangkat, Klana dapat mendengar suara penuh amarah dari valeri.

"Valeri, dengarkan saya terlebih dahulu ... tolong jangan egois. Saya masih ada satu pasien lagi, saya akan menjelaskan semuanya setelah selesai dengan pasien ini. Saya berjanji akan menjelaskan semuanya dan memastikan bahwa kamu percaya jika saya tidak berniat membohongi kamu. Hanya saja belum waktunya untuk bercerita."

"Oke ... terima kasih atas penjelasannya." Setelah itu sambungan telepon dipotong sepihak oleh Valeri dan Klana tidak bisa menghubungi Valeri. Nomornya telah diblokir.

Klana menghela napas sembari memegangi kepalanya. Dia tidak bisa melepaskan Valeri begitu saja. Klana sudah menunggu sembilan abad untuk bertemu perempuan itu (lagi). Akan tetapi, setelah ini pasti Valeri memutuskan untuk mengakhiri semuanya dan bisa saja besok dia sudah meninggalkan Solo.

Tentu saja, perempuan mana yang mau dijadikan pilihan kedua? Prinsip Valeri adalah menjadi satu-satunya atau tidak sama sekali? "Siapa dia berani jadiin gue pilihan?" gumam Valeri kepada dirinya sendiri sembari terengah-engah penuh amarah.

Valeri sudah tidak peduli lagi dengan sesak di dadanya. Baru kemarin Klana dan Valeri berpacaran, tetapi hari ini bagi Valeri tidak lagi. Perempuan itu dengan yakin menekan tombol blokir pada nomor dan akun sosial media milik Klana. Tidak masalah jika sekali lagi Valeri merasakan putus cinta, itu lebih baik daripada menjadi pelampiasan dari seorang lelaki yang belum move on.

***

"Kamu yakin mau majuin kepulanganmu, Nduk?" tanya Nyonya Handoko sekali lagi sembari menatap cucunya yang sedang packing.

"Iya, Eyang."

"Sebenernya ada apa? Ada masalah sama Jaya? Apa sama Klana?"

Valeri menghela napas. Dia sednag tidak mau mendengar dua nama itu. Dia tidak mau membicarakan dua nama itu. Dia tidak mau menjelaskan apa masalahnya. Dia tidak peduli lagi dengan pemilik kedua nama itu.

"Valeri nggak punya hubungan apa-apa sama mereka berdua."

"Terus kenapa? Eyang khawatir sama kamu!" Valeri seketika menghentikan kegiatannya mengepak pakaian ke dalam koper. Kemudian menatap Eyangnya debgan tatapan datar.

"Kalau emang Eyang khawatir, bisa tolong tinggalin Valeri sendiri supaya Valeri bisa menenangkan diri?"

Nyonya Handoko sejenak diam untuk menatap ekspresi dalam wajah Valeri. Kemudian menghela napas. "Ya, sudah. Tenangin diri dulu ... oh, iya. Kata Mamamu, tiketnya cuma ada yang buat besok sore."

"Iya, nggak apa-apa." Setelah mendengar jawaban Valeri, Nyonya Handoko pun meninggalkan cucunya itu sendirian di dalam kamar. Akan tetapi, Nyonya Handoko tidak berani meninggalkan jauh-jauh.

Sedang pada sisi lain. Klana segera meminta dokter lain untuk menggantikannya kemudian meminta Gemuris untuk menjemput. "Gusti Prabu-"

"BUKANKAH AKU SUDAH MEMINTAMU UNTUK MENGAWASINYA?!" teriak Klana begitu dia masuk ke dalam mobil.

"Gusti Prabu, tolong tenangkan diri terlebih dahulu ...."

"Menurutmu bagaimana aku bisa tenang?! Segala usahaku berminggu-minggu gagal dalam semalam, penantianku yang sembilan abad ... Valeri yang memutuskan hubungan kami ...." Klana sudah berusaha menahan diri sekeras mungkin untuk tidak menghajar Gemuris.

"Kita harus mengendalikan emosi, Gusti Prabu. Berpikir rasional, mencari solusi."

"Bagaimana aku masih bisa berpikir rasional dalam kondisi seperti ini? Aku bahkan tidak bisa memikirkan apa pun selain kemungkinan bahwa aku gagal dan kehilangan Valeri!"

"Saya punya sebuah ide yang mungkin ini menjadi satu-satunya kesempatan supaya usaha Gusti Prabu tidak sia-sia."

"Apa?!"

***

Ding Dong. Nyonya Handoko membukakan pintu saat mendengar suara bel rumah. Seperti dugaan, itu adalah Klana. "Selamat sore, Eyang. Valeri ada? Saya mau berbicara dengan dia."

Nyonya Handoko menghela napas. "Dokter Klana, saya tidak tau apa yang sudah kamu lakukan terhadap cucu saya sampai dia bisa semarah ini. Sayangnya, saya juga tidak bisa ikut campur. Akan tetapi, saya juga tidak bisa memberi izin Dokter untuk bertemu Valeri jika dia tidak mau."

"Iya ... Eyang."

Setelah itu, Nyonya Handoko masuk ke dalam rumah untuk menyampaikan kepada Valeri bahwa Klana datang untuk mengobrol dengannya. Akan tetapi, tentu saja Valeri menolak. "Valeri gak mau bicara sama dia, bilang aja Valeri udah nggak percaya. Jadi nggak usah repot-repot ngajak ngobrol."

Kemudian Nyonya Handoko pun menyampaikan hal tersebut kepada Klana. "Tolong bujuk Valeri, Eyang. Saya mohon."

Nyonya Handoko menggelengkan kepala. Kemudian menutup pintu. Pasti semuanya benar-benar berakhir sekarang.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro