Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 30. Apa yang Sangat Pasti?


"Apa yang mau kamu lakukan di dekat Valeri?" Tatapan Klana terhadap Jaya langsung berubah begitu Valeri masuk ke dalam rumah.

"Tidak ada, aku hanya ingin mengetahui kabar dari reinkarnasi kekasihku," jawab Jaya dengan memberi penekanan pada kata kekasih.

Awalnya, Jaya mendekati Valeri memang hanya berniat mengawasi Klana dan perempuan itu, serta membantu Angreni. Akan tetapi, berhadapan dengan Klana secara langsung seperti ini ternyata memantik rasa dendam Jaya yang sudah tersimpan selama ratusan tahun. Dendam seorang lelaki yang harus terpisah dengan pujaan hati, kekasih hati, cinta, tambatan hidupnya, Angreni sang titisan Dewi Aggar Mayang.

"Dia kekasihku," balas Klana dengan ketusnya yang tidak mau kalah untuk memberi penekanan pada kata kekasih.

"Dia siapa? Valeri? Aku dengar-dengar kalian belum meresmikan hubungan sebagai sepasang kekasih. Jadi seharusnya aku masih memiliki kesempatan juga, kan?"

"Valeri dan Candraneswara, sama saja. Dia adalah kekasihku, orang yang ditakdirkan untukku. Bukan untukmu."

Jaya tertawa pelan penuh ejekan setelah mendengar kalimat tersebut keluar dari mulut Klana. "Jika kamu mau tau ... sebenarnya yang ditakdirkan untukmu hanya Candra Kirana. Sedangkan Angreni? Dia adalah kekasihku, ditakdirkan untukku. Akan tetapi, berani-beraninya kamu mengkhianati cinta tulus Candra Kirana untukmu dan berselingkuh dengan kekasih orang lain?!"

Jaya menggeleng-gelengkan kepala dengan senyum miring di bibirnya. "Klana, Klana ... betapa tidak tau diri dan memalukannya tingkahmu."

"Sialan! Sebenarnya apa ma-"

"Nak Jaya ... Nak Klana ...," sapa Nyonya Handoko yang berhasil menghentikan perdebatan jaya dan Klana sebelum Valeri menyadari ketegangan di antara mereka berdua.

"Malam, Eyang. Ini saya bawain pesenan Eyang tadi pagi," sapa Jaya sembari menyodorkan bungkusan yang dia bawa dari tempat kerja.

"Selamat malam, Eyang."

"Wahh ... terima kasih, Jaya! Ini berapa, biar Eyang ganti." Nyonya Handoko menerima bungkusan yang dibawa oleh Jaya.

Melihat Jaya lebih dahulu direspon oleh Nyonya Handoko, ternyata cukup membuat kepala Klana semakin mendidih. Amarah seperti meletup-letup memenuhi pikiran Klana.

"Nggak usah, Eyang. Buat Eyang aja ... anggap itu salam perkenalan Jaya sebagai tetangga baru Eyang." Jaya berbicara dengan sangat ramah kepada Nyonya Handoko dan membuat kemarahan Klana semakin terbakar.

Saat Nyonya Handoko dan Jaya sibuk mengobrol dan Klana memperhatikan mereka, Valeri sendiri justru sedang memperhatikan Klana. Valeri merasa sungkan karena Klana jadi seolah terlihat diabaikan. "Eyang, Valeri sama Mas Klana pamit dulu, ya." Valeri buru-buru menyela pembicaraan Nyonya Handoko dan Jaya sebelum semakin panjang.

"Oh, iya. Nggak apa-apa, hati-hati, Nduk."

"Saya izin mengajak Valeri makan malam, ya, Eyang."

"Iya ... hati-hati, tolong Valeri dijaga, ya."

"Iya, Eyang."

***

"Kamu kenal dengan laki-laki tadi?" tanya Klana saat di jalan.

"Mas Jaya? Heem." Valeri menganggukkan kepala. Perempuan itu masih santai sembari memperhatikan jalan tanpa menyadari ekspresi Klana yang sudah sangat masam seperti seorang koki yang habis menggosongkan masakannya.

"Dia tetangga baru Eyang, sempat ngobrol juga beberapa waktu lalu. Emang kayaknya dia ramah dan baik gitu ke semua orang, Mas." Klana semakin mengeratkan genggamannya pada setir mobil. Dia merasa kesal setengah mati mendengar suara tenang Valeri memuji-muji lelaki lain.

Bukan sekedar kesal karena lelaki yang dipuji Valeri adalah Dewa Jaya Kusuma. Akan tetapi, rasa kesal itu lebih terasa seperti rasa tidak terima karena Valeri seolah begitu menyukai lelaki lain di depan Klana. "Kamu ada hubungan apa sama dia? Kelihatannya akrab banget."

Valeri menolehkan kepala untuk menatap Klana karena dia merasakan suara lelaki itu tidak sehangat biasanya saat berbicara dengan Valeri. "Nggak ... ada. Aku nggak ada hubungan apa-apa," jawab Valeri dengan sedikit terbata setelah menyadari kekesalan Klana.

"Oh, ya? Kalian kelihatan dekat. Kamu suka sama dia?"

"Hah?" Valeri mulai kebingungan karena jelas-jelas selama ini Valeri sudah terang-terangan menunjukkan rasa sukanya kepada Klana. "Suka? Maksudnya apa, sih, Mas?"

Klana menolehkan kepalanya sekilas kepada Valeri sembari menaikkan salah satu alisnya. "Ya, kamu ada rasa suka sama dia atau tidak?"

"Nggak, lah." Valeri tanpa sengaja meninggikan suaranya.

"Ya sudah, kalau begitu jauhi dia. Jangan temui dia, jangan bicara dengannya lagi, jangan berinteraksi apapun dengan lelaki itu."

Senyap. Klana menolehkan kepalanya sekilas pada Valeri dan menyadari bahwa perempuan itu balik menatapnya dengan tatapan kesal. "Kenapa? Kamu tidak terima saya minta untuk menjauh dari dia?"

"Kalau aku terima-terima aja, Mas. Masalahnya, emang kamu ini siapaku sampai aku harus nurutin omonganmu? Kita aja nggak punya hubungan apa-apa, hubungan kita aja nggak jelas. Jadi kenapa saya harus nurutin permintaan Mas Klana kalau saya aja nggak tau saya ini siapa dalam hidup Mas Klana. Bukannya selama ini status kita masih teman?"

Klana terdiam seketika saat mendengar ucapan tersebut. Dia menelan ludahnya sendiri. "Saya merasa selama ini kita dekat-"

"Aku juga ngerasa gitu, mas. Dikira aku nggak merasa gitu? Tapi apa? Selama ini kita sering keluar bareng, saling perhatian, udah kayak orang pacaran. Tapi cuma kayak, Mas Klana juga nggak pernah ngajak aku pacaran."

SET. Mendengar kalimat terakhir Valeri, Klana seketika menghentikan mobilnya hingga membuat kendaraan-kendaraan lain di belakang membunyikan klakson. TIIIN, TINNN, TINN! Untuk sesaat, Klana dan Valeri diam hingga perlahan suara klakson berhenti dan kendaraan-kendaraan di belakang pun kembali berjalan melewati mobil Klana yang berhenti mendadak.

Huft ... Klana menghela napas. Sementara Valeri memalingkan wajahnya, sebisa mungkin menghindar untuk bertatapan dengan Klana. Akan tetapi, tiba-tiba sebuah tangan meraih pergelangan tangan Valeri perlahan. Cukup tiba-tiba untuk membuat tubuh valeri tersentak hingga spontan menolehkan kepala pada Klana.

"Kalau begitu jika saya ... tidak. Tidak jika." Klana menelan ludahnya sendiri selagi menatap lekat ke dalam mata Valeri yang gugup. "Kalau begitu saya memintamu menjadi kekasih saya, Cah Ayu. Apakah kamu bersedia?"

Valeri tidak langsung menjawab, dia tetap diam selama beberapa saat sembari perlahan menggigit bibirnya sendiri. Lalu ..., "HAHAHAHA ...." Valeri tidak bisa lagi menahan tawanya. Sementara Klana mulai mengerutkan dahinya begitu mendengar Valeri tertawa.

"Saya salah ngomong, ya?"

Valeri menggelengkan kepala sembari berusaha meredakan tawanya. "Mas Klana lagi ngelamar aku?"

"Hah? Nggak ... saya lagi minta kamu jadi pacar saya. Kamu nggak mau jadi pacara saya, ya?"

Valeri tersenyum, tampak manis sekali di mata Klana. "Nggak, kok. Aku mau jadi pacar Mas Klana. Tapi-"

"Tapi apa?" sahut Klana tidak sabaran.

"Tapi tolong jangan pakai diksi yang tadi lagi."

"Oh ...." Klana menganggukkan kepalanya pelan dengan sedikit bingung. "Baiklah kalau begitu. Sekarang kita lanjut jalan, ya."

"Heem."

Klana segera kembali melajukan mobilnya. Tanpa sadar lelaki itu melajukan mobilnya sembari tersenyum sendiri. Entah kenapa, ada perasaan lega yang terasa aneh dan sudah sangat lama tidak Klana rasakan. Saking lamanya, Klana sampai tidak bisa mengenali perasaan apa itu.

"Oh, iya. Masalah tadi, aku bakal jauhin Mas Jaya, kok. Bahkan tanpa diminta sama Mas Klana. Soalnya aku sendiri juga kurang nyaman sama dia."

"Kurang nyaman? Bukannya tadi kamu bilang kalau dia baik?"

Valeri menganggukkan kepala. "Iya, dia emang baik, Mas. Cuma, aku merasa nggak nyaman aja dan nggak tau kenapa. Aku kalau nggak nyaman sama orang pasti bakal menjauh dengan sendirinya atau paling nggak, menjaga jarak."

"Ah ... gitu. Berarti kamu nyaman sama saya, dong? Soalnya kamu nggak menjauh."

Valeri menaikkan salah satu alisnya sembari menatap Klana. "Mas Klana bercanda? Kalau aku nggak nyaman, mana mungkin aku mau jadi pacar Mas Klana? Hah?"

Klana terkekeh mendengar jawaban tersebut. "Iya ... pacar." Kemudian Klana meraih tangan Valeri untuk digenggam dengan salah satu tangannya. Sementara tangan yang lain tetap mengendalikan setir.

"Iya, yang penting sekarang kita udah resmi. Iya, kan, Pacar?" Valeri sengaja memberi penekanan pada kata pacar untuk sedikit membuat Klana salah tingkah.

Namun, alih-alih Klana salah tingkah. Justru Valeri yang dibuat salah tingkah dengan Klana yang mengusap puncak kepala Valeri lalu berkata, "Iya, Cah Ayu."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro