Bab 26. Berhadapan dengan Pilihan
Dalam satu jentikan jari Candraneswara, dia dan Valeri pun sudah berpindah ke dalam kamar Candra Kirana. Perempuan itu tampak duduk termenung dengan wajah gelisah, kepalanya sesekali menengok ke arah pintu seperti menunggu sesuatu.
"Ada apa dengan dia?"
"Perang," jawab Candraneswara singkat yang cukup untuk membuat Valeri tercengang.
"Hah? Perang? Siapa yang berperang?" Akan tetapi setelah pertanyaan itu, Candraneswara hanya diam.
Tidak lama kemudian, pintu kamar Candra Kirana diketuk. "Mohon maaf, Kanjeng Putri. Saya izin masuk untuk mengantarkan makanan."
"Iya, masuk saja." Pintu terbuka, tampak seorang pelayan perempuan masuk ke dalam kamar Candra Kirana. Perempuan paruh baya itu masuk ke dalam ruangan tanpa berani menatap sang pemilik ruangan.
"Apakah sudah ada kabar dari Ayahanda?" tanya Candra Kirana dengan cemas selagi sang pelayan menata makanan perempuan itu ke atas meja.
"Dengan segala hormat, Kanjeng Putri. Mohon maaf sebelumnya, tetapi setau saya belum ada surat dari Gusti Prabu untuk Kanjeng Putri. Meskipun begitu, saya tadi sempat mendengar kabar mengenai medan perang, Kanjeng Putri."
"Kabar apa?"
"Mohon izin, Kanjeng Putri. Saya hanya mengetahui bahwa Kanjeng Prabu meminta tambahan dua ribu prajurit untuk dikirim ke medan perang beserta seorang ahli pedang yang cukup terkenal."
"Ahli pedang? Apakah kamu mengetahui siapa ahli pedang itu?"
Si pelayan semakin menundukkan kepalanya dengan dalam. "Mohon maaf dengan sangat, Kanjeng Putri. Saya tidak mengetahui lebih pasti lagi mengenai identitas ahli pedang tersebut."
Candra Kirana menghela napas. "Ya sudah, kalau begitu. Lanjutkan pekerjaanmu lalu kamu bisa meninggalkan kamarku."
"Terima kasih, Kanjeng Putri. Saya laksanakan." Kemudian pelayan tersebut pun kembali melakukan pekerjaannya yang sempat terhenti untuk melayani pertanyaan Candra Kirana.
"Jika ada kabar dari Ayahanda untukku, langsung segera sampaikan kepadaku," pesan Candra Kirana sebelum pelayan itu meninggalkan kamarnya. Si pelayan tentu saja menyetujui perintah tersebut dengan sangat patuh.
Lalu dalam penglihatan Valeri dan Candraneswara, seolah waktu berjalan dengan cepat. Hingga tiba waktu Candra Kirana menerima kabar yang sangat dia nantikan.
Tanpa ada pemberitahuan, tanpa ada ketukan pintu, tiba-tiba seorang pria masuk ke dalam kamar Candra Kirana. Sang raja telah kembali dari medan perang dengan membawa kemenangan.
"Ayahanda? Apa semuanya baik-baik saja?" tanya Candra Kirana dengan penuh kekhawatiran.
Raja Jenggala segera memeluk putri kesayangannya itu. "Perang sudah berakhir, Putriku. Kerajaan kita telah memenangkan pertempuran berkat sang ahli pedang."
Sang raja melepaskan pelukannya untuk bisa menatap Candra Kirana. "Nanti akan Ayah kenalkan lelaki itu kepadamu ... Ayah sangat yakin orang itu akan menjadi orang yang baik untukmu."
"Mohon maaf, tetapi apa maksud Ayahanda? Siapa sebenarnya ahli pedang itu? Kenapa semua orang di kerajaan sampai membicarakan dia akhir-akhir ini?"
Raja Jenggala tersenyum sembari mengusap rambut putrinya. "Bersoleklah, kemudian temui Ayahanda. Ayah akan mengenalkan orang itu kepadamu."
Setelah mendengarkan perkataan ayahnya, Candra Kirana bisa menebak ke mana niat ayahnya itu. Sudah dipastikan ini adalah perjodohan lain lagi. Bahkan setelah menyebabkan peperangan hebat, sang raja masih bersikeras untuk menjodohkan Candra Kirana dengan orang lain lagi.
Namun, meski begitu Candra Kirana tetap menuruti permintaan tersebut. Setelah Raja Jenggala meninggalkan kamar Candra Kirana, perempuan itu segera membersihkan diri lalu bersolek. Kemudian Candra Kirana menemui ayahnya di ruang singgasana.
Para menteri dan petinggi kerajaan sedang berpesta untuk merayakan kemenangan. Para prajurit perang juga berpesta untuk merayakan kemenangan, tetapi di tempat yang terpisah.
"Putriku! Cah Ayu, Nduk, kemarilah." Raja Jenggala memanggil Candra Kirana yang tampak kebingungan mencarinya di tengah keramaian.
"Kemari, Ayah perkenalkan kamu kepada sang ahli pedang yang Ayah ceritakan," ucap Raja Jenggala menggebu-gebu sembari memegang pundak lelaki di sampingnya.
Sayangnya, Candra Kirana tidak bisa langsung melihat rupa lelaki itu. Hal ini karena lelaki itu berdiri membelakangi Candra Kirana. Perempuan itu pun berjalan mendekat untuk melihat dengan lebih jelas.
PRANG. Semua orang terkejut akibat sebuah gelas yang jatuh, Valeri pun ikut terlonjak kaget.
***
Sementara Valeri sedang berada di alam mimpi bersama Candraneswara, Klana pun sedang berada di dalam mimpinya. Napasnya teratur dengan mata yang perlahan terbuka, terlihat sebuah ruang kosong berbentuk kotak yang sangat luas dan berwarna putih.
Semuanya putih, kecuali kursi kayu yang diduduki Klana, dan dua kursi kayu yang berada di hadapannya. "Hah?" Klana tentu saja kebingungan, sudah lama dia tidak bermimpi.
Di tengah kebingungan tersebut, mendadak Klana mendengar suara langkah. Tap, tap, tap. Kemudian dari arah depan yang agak jauh, tampak seorang perempuan berambut panjang tampak berjalan mendekat.
Awalnya, Klana tidak bisa mengenali perempuan itu karena keterbatasan jarak pandang. Hingga lama kelamaan bentuk perempuan itu semakin jelas.
"Valeri?" Iya, Valeri muncul di dalam mimpi Klana sembari tersenyum lebar menghampiri lelaki itu.
"Mas Klana...," sapa Valeri setelah berada tepat di hadapan Klana.
Entah kenapa meskipun kebingungan, tetapi Klana merasa hatinya berbunga-bunga saat melihat Valeri berada di hadapannya. Sedang duduk sembari tersenyum lebar.
"Apa yang kamu lakukan di sini, Cah Ayu?" tanya Klana penuh kelembutan.
Valeri meraih tangan Klana, lalu menggenggam tangan itu. "Tentu saja untuk bertemu dengan Mas Klana. Aku merindukanmu, Mas."
Klana tidak bisa menahan diri untuk tidak tersipu. Klana balas menggenggam tangan Valeri. "Aku juga merindukanmu, Cah Ayu. Aku merindukan tingkah manismu yang menyenangkan hati."
"Padahal kita baru saja bertemu, Mas. Jika begini, sepertinya kita harus lebih sering lagi bertemu, kan, Mas Klana?"
"Tentu saja, Cah Ayu. Apa pun untukmu."
"Apa pun?" Klana menganggukkan kepala. "Kalau begitu, bolehkah aku memiliki cinta dan hatimu untukku seorang, Mas? Aku juga akan memberikan hal yang sama untuk Mas Klana."
"Ten-"
"Kangmas ...." Sebuah suara berhasil menginterupsi percakapan manis antara Klana dan Valeri.
Klana mendongakkan kepala dan Valeri menolehkan kepala ke samping. Entah dari mana, tetapi seorang perempuan sudah menduduki kursi di samping Valeri. Seorang perempuan dengan wajah dan perawakan yang mirip dengan Valeri.
Akan tetapi, perempuan itu berpakaian seperti perempuan Jawa pada zaman dahulu kala. Aura yang keluar dari perempuan itu pun berbeda, lebih tajam dan tegas. Klana langsung mengenali perempuan itu.
"Nimas?" Klana langsung menarik tangannya dari genggaman tangan Valeri.
"Kenapa Kangmas tega kepadaku? Bukankah Kangmas sudah berjanji akan setia kepadaku? Apakah Kangmas lupa apa yang sampai sekarang harus aku jalani demi hubungan kita?"
Klana langsung panik saat melihat kehadiran Valeri dan Candraneswara sekaligus.
"Demi Kangmas, aku harus menerima semuanya!" teriak Candraneswara.
"Mas Klana, Mas cinta sama aku, kan? Mas?"
Klana dengan ekspresi paniknya menatap Candraneswara dan Valeri secara bergantian. Klana sangat ingin bersuara untuk menenangkan dua perempuan di hadapannya itu. Akan tetapi, tidak ada suara yang keluar dari mulutnya itu. Padahal tadi saat hanya berdua dengan Valeri, Klana baik-baik saja.
"Kangmas! Kangmas harus ingat dengan kutukan itu ... aku masih menunggu Kangmas."
"Mas, jawab aku. Kamu mencintaiku, kan? Jauh di dalam lubuk hatimu, di sana kamu meneriakkan namaku, kan?"
Suara Valeri dan Candraneswara saling bersahutan, membuat Klana merasa terdesak. Sementaraitu, Klana berdiri dari tempatnya dengan kasar. Sampai-sampai kursi yang dudukinya pun terbalik dan menimbulkan bunyi yang berhasil membuat Valeri dan Candraneswara terdiam.
Untuk sesaat kedua perempuan itu hanya diam sembari menatap Klana yang berdiri di depan mereka dan ekspresi bingung bercampur takut. Mimpi ini benar-benar menunjukkan apa yang selama ini Klana pendam sendiri di dalam hati dan pikirannya.
Cukup lama Valeri dan Candraneswara hanya diam memandangi Klana. Hingga kemudian ....
"Kangmas."
"Mas."
Candraneswara dan Valeri berbicara secara bersamaan. Lebih dari itu, suara mereka kini menggema. Kemudian, entah penglihatan Klana yang terganggu atau memang benar apa yang dlihat Klana. Akan tetapi, mendadak ada dua Candraneswara dan dua Valeri di hadapannya.
"Kangmas ...."
"Mas ...."
Mereka kembali memanggil Klana secara bersamaan disertai dengan gema yang semakin terasa ramai. Sosok Candraneswara dan Valeri dalam penglihatan Klana pun kembali berlipat ganda. Lalu mereka kembali memanggil Klana secara bersamaan.
Hal tersebut terus berulang sampai sosok Candraneswara dan Valeri berlipat ganda hingga menjadi sangat banyak. Sayangnya, tubuh dan mulut Klana sama-sama tidak bisa digerakkan.
Klana membeku total di tempatnya, tetapi Klana tidak berhenti berusaha melarikan diri atau pun membuka mulutnya. Hingga kemudian, "AAAAAAAA."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro