Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 12. Obrolan-Obrolan dan Keinginan

Ting. Pintu lift kembali terbuka saat di lantai lima. Seorang lelaki sudah berdiri di depan lift, menunggu. Pakaiannya rapi, dengan celana bahan dan kemeja serta tas jinjing yang disediakan perpustakaan untuk membawa masuk barang-barang pengunjungnya. Valeri sejenak melebarkan mata saat melihat lelaki itu, kikuk tentu saja.

"Dokter Klana?"

"Valeri?"

Mereka berbicara bersamaan, membuat keduanya sama-sama canggung dan kikuk. Valeri dan Klana hanya saling pandang. Sampai pintu lift nyaris kembali tertutup. Klana buru-buru menggunakan kakinya untuk menahan pintu lift dan Valeri reflek menekan tombol untuk kembali membuka pintu lift sehingga Klana bisa masuk ke dalam.

Klana dan Valeri pun berdiri bersebelahan. Klana hendak menekan tmbol lantai satu setelah menekan tombol menutup pintu. Akan tetapi, ternyata tombol lantai satu sudah terlebih dahulu ditekan Valeri sebelumnya.

"Halo ..., Val," sapa Klana dengan agak terbata. Padahal terakhir mereka bertemu, Klana begitu percaya diri. Akan tetapi, ternyata tidak saat mereka hanya berdua.

"Hai, Dokter ...." Klana juga sama canggungnya, tetapi perempuan itu masih bisa tersenyum sembari menganggukkan kepala dengan sopan.

"Kamu kuliah di sini? Kok, saya nggak pernah lihat."

Meskipun gugup dan canggung, tentu saja Klana tidak boleh melewatkan kesempatan untuk berinteraksi dengan Valeri. Sejak mengetahui bahwa Valeri adalah Candraneswara, Klana sudah sangat berpikir keras mencari cara untuk berinteraksi dengan Valeri. Klana juga merasa tidak mungkin dia tiba-tiba datang ke rumah Nyonya Handoko untuk menemui Valeri, pasti perempuan itu akan merasa aneh. Meskipun Klana sempat terpikirkan cara tersebut yang untungnya segera dicegah Gemuris.

Yah, walaupun Gemuris tidak setampan Klana, tetapi dia memiliki lebih banyak pengalaman dengan perempuan dari zaman ke zaman. Klana beruntung memiliki ajudan seperti Gemuris di saat seperti ini. Setidaknya ada yang mencegah Klana mendekati Valeri dengan cara kunonya.

"Eh, nggak, Dok. Saya nggak kuliah di sini. Saya kuliahnya di Jakarta. Tadi ikut Mbak Vina aja."

"Oh ...."

"Dokter sendiri kenapa di sini? Dokter lanjut pendidikan di sini?" tebak Valeri dengan sok tahu. Perempuan itu mulai tertarik untuk mengobrol dengan Klana. Tentu saja hanya tertarik mengobrol, tidak lebih. Oh, atau setidaknya begitu klaim Valeri terhadap apa yang dia rasakan.

"Iya, saya lanjut pendidikan di sini. Tapi saya habis hari ini ke sini karena ada seminar, terus mampir ke perpus buat nyari buku. Ada buku yang pengen saya baca, tapi ternyata isinya nggak sesuai yang saya harapkan. Jadi nggak jadi saya pinjam," jelas Klana dengan cukup panjang.

Jarang-jarang Klana berbicara cukup panjang kepada orang yang baru dia temui. Tentu saja kecuali untuk menjelaskan sesuatu mengenai kondisi pasiennya.

"Terus sekarang Vina di mana?" tanya Klana lebih lanjut.

Valeri sendiri juga tidak mengetahui kakak sepupunya itu di mana sekarang. "Tadi katanya di lantai satu, cuma udah satu jam nggak ada ngabarin. Mungkin masih di lantai satu. Ini saya mau ke sana."

"Oh, pantesan," ucap Klana mencocokkan penjelasan Valeri dengan tombol lantai satu yang sudah ditekan.

Ting. Pintu lift kembali terbuka, ternyata mereka sudah sampai lantai satu. Mereka pun berpisah di lobi. Klana yang mengambil barang-barangnya di loker, sedangkan Valeri yang berpikir untuk mencari kakaknya di ruang koleksi lantai satu.

Namun, setelah beberapa saat mencari, Valeri juga tidak kunjung menemukan Vina di mana pun. Sehingga perempuan itu memutuskan untuk keluar perpustakaan terlebih dahulu, dan melupakan bahwa mereka sudah janjian di lobi perpustakaan.

Tepat saat Valeri akan keluar dari perpustakaan, ternyata Klana baru selesai mengantri untuk mengembalikan kunci loker. Mereka pun kembali bertemu di pintu perpustakaan.

"Loh, belum ketemu sama Vina, Val?" Klana kembali menyapa. Perasaan canggung mulai menguap dari diri lelaki itu. Entah kenapa, Valeri memberikan perasaan nyaman untuk diajak mengobrol.

Valeri tersenyum sembari sedikit mencebikkan bibirnya, senyuman kecewa. "Belum, nggak ada tadi saya cari di lantai satu," jawab Valeri setelah menggelengkan kepala.

Sayangnya, sesuatu yang tidak diduga tiba-tiba terjadi. Kruyuk, suara perut Valeri cukup keras sampai bisa didengar oleh Klana. Ternyata Valeri lupa juga bahwa dirinya belum sempat sarapan dengan benar tadi pagi.

Klana dan Valeri saling bertukar pandangan. Valeri pun merutuki dirinya sendiri karena merasa malu. Sedangkan Klana justru menganggap ini sebagai kesempatan untuk bisa berlama-lama dengan Valeri.

"Saya mau makan siang habis ini, kamu mau ikut sambil nunggu Vina? Ada kantin di lantai dasar kalau mau."

Klana membuat penawaran yang Valeri pikir tidak ada salahnya jika perempuan itu terima. Lagi pula, Valeri merasa sepertinya akan lama jika menunggu Vina. Entah apa yang kayak sepupunya itu lakukan.

"Boleh," setuju Valeri.

Kemudian mereka bersama-sama menuju kantin yang dimaksud Klana. Ada beberapa penjual di sana. Lalu dari beberapa pilihan yang ada, Valeri memilih untuk memesan chicken katsu, sedang Klana memesan lele goreng dengan sambal matah.

"Kamu suka ayam?" tanya Klana. Satu-satunya pertanyaan yang terpikirkan di dalam kepala Klana setelah memikirkan dia harus mengobrolkan apa dengan perempuan yang sedang duduk dan makan dengan lahap di depannya.

"Emm ...." Valeri ber-humming untuk berpikir sekaligus menelan makanannya. "Tergantung."

Klana mengangkat salah satu alisnya. "Tergantung gimana?"

"Kalau udah jadi masakan, apa pun, saya suka. Soalnya ayam bisa jadi masakan macam-macam."

"Emang kenapa kalau belum dimasak?" Sepertinya Klana harus benar-benar diajari cara untuk mengobrol dengan generasi Z seperti Valeri.

Valeri pun mengulum senyumnya sendiri mendengar pertanyaan itu. Lalu melihat ekspresi Valeri, Klana mengerutkan dahinya bingung. Dia merasa tidak ada yang salah dengan pertanyaannya. Dulu saat dia masih kecil, terkadang dia juga bermain-main dengan ayam yang berkeliaran di sekitar kerajaan. Terutama dengan anak-anak ayam yang masih kecil dan itu bukan sesuatu yang aneh.

"Kenapa, Val?" Klana mengulangi pertanyaannya.

Valeri menggelengkan kepala. "Nggak apa-apa ... maksud saya, kalau masih mentah jelas saya nggak akan suka, dong, Dok. Kalau masih hidup ... saya takut. Soalnya dulu waktu masih kecil, saya pernah diseruduk induk ayam."

Klana melebarkan matanya. "Oh, iya? Kok, bisa? Dulu waktu masih kecil, saya malah sering mainin anak-anak ayam."

"Wow .... Jadi dulu waktu saya masih kecil–umur lima tahun mungkin–terus main ke rumah Eyang, waktu itu Eyang Kakung masih melihara ayam di belakang rumah. Terus, ada induk ayam yang telur-telurnya baru menetas. Nah, karena kelihatan lucu, saya mainin anak-anak ayamnya. Saya pegang-pegang. Sekali, dua kali nggak apa-apa. Tiga kali, saya dikejar induknya sampai diseruduk sampai saya jatuh, terus saya nangis. Habis itu saya takut sama ayam hidup, takut diseruduk lagi."

Klana terkekeh mendengar cerita Valeri. Klana bisa membayangkan, tingkah Valeri mungkin mirip dengan tingkah Candra Kirana saat masih kecil. Pecicilan tetapi juga mudah menangis karena tingkahnya sendiri.

"Lucu," komentar Klana yang membuat sedikit dentuman keras pada jantung Valeri. Akan tetapi, Valeri buru-buru menepis perasaan berlebihannya.

"Iya, dulu emang selucu itu. Kalau kata Mama, tingkah saya selalu ada-ada aja."

Lalu saat Klana dan Valeri sedang asik mengobrol, tiba-tiba ponsel Klana yang berada di atas meja pun bergetar. Valeri melihat alarm di ponsel Klana baru saja memberikan sebuah pemberitahuan jam yang menunjukkan tepat pukul dua belas siang.

"Val, sepertinya saya nggak bisa lama-lama ngobrol, nanti setengah satu saya ada jadwal jadi harus buru-buru kembali ke rumah sakit. Gimana? Kamu masih mau nunggu Vina di sini?"

Berat hati, Klana terpaksa meninggalkan Valeri demi pekerjaanya. Meskipun dulu Klana hanya iseng melakukan pekerjaan ini untuk mengisi waktu luang, tetapi lima belas tahun semenjak awal mulai dia berkuliah bukanlah waktu yang sebentar dan Klana merasa memiliki tanggung jawab yang besar atas pekerjannya.

"Oh, nggak apa-apa, Dok. Saya juga mau ke parkiran, mau nunggu Mbak Vina di parkiran aja, siapa tau ternyata udah dicariin."

Mereka pun sepakat untuk meninggalkan kantin, makanan mereka juga sudah diselesaikan selagi mengobrol tadi. Klana pun mengantar Valeri ke dekat tempat mobil Vina diparkirkan, yang ternyata juga tidak jauh dari tempat mobil Klana terparkir.

"Valeri, semoga kamu tidak kapok mengobrol dengan saya," ucap Klana yang menurut Valeri tiba-tiba.

Valeri pun kembali merasa gugup dengan tidak jelas. Mungkin karena perempuan itu mulai berpikir, bahwa akan ada lain kali untuk mengobrol dengan Klana.

Valeri berusaha menutupi kegugupannya dengan tersenyum. "Kenapa harus kapok, Dok?"

"Emm ... karena saya ingin lebih sering mengobrol dengan kamu. Saya ingin menjadi lebih dekat dengan kamu. Boleh, kan?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro