9. First Meeting
Chapter 9
Mata Rose terbuka lebar begitu membaca sebuah email yang masuk ke komputer kerjanya.
"Son of a bitch," umpatnya.
Permainan apa lagi yang ingin Nicklaus mainkan sekarang?
Cepat atau lambat, Rose akan segera mengetahuinya dan membalas perbuatan sepupunya itu.
Sumpah demi Tuhan, kalau saja lelaki itu ada di dekatnya atau paling tidak ruangannya berada tepat di sampingnya, sudah pasti Rose akan segera menghampirinya lalu memutuskan leher Nicklaus saking kesalnya.
Ini sudah jam 11 malam, namun Nicklaus masih bisa-bisanya membuat Rose seemosi ini. Maksudnya, apakah tidak bisa lelaki itu membuat emosinya meledak besok saja? Rose ingin tidur dengan nyenyak malam ini setelah apa yang ia lalui hari ini. Setidaknya, biarkan ia menghabiskan Jumat malamnya dengan tenang.
Menggerang kesal, Rose menggerakan kembali mouse dan membaca ulang email masuk dari Clara, asisten pribadinya. Berharap barang kali ada yang berubah di sana walaupun ia sadar kalau itu adalah sesuatu yang tidak mungkin.
------------------------------------------------
From: Clara Holland ([email protected])
To: Rosalié Adrianna Walton ([email protected])
Undangan Meeting
15 January 2019
Dear, Ms. Walton...
Berikut saya lampirkan Berita Acara Meeting Lanjutan SM Projek 911 yang diberikan langsung oleh Nicklaus Walton selaku Wakil Eksekutif untuk diperbincangkan pada pertemuan yang akan dilaksanakan pada:
Waktu: Senin, 18 Januari 2019
Jam: 10:00 sampai dengan selesai
Dan Tuan Nicklaus juga meminta saya menyampaikan agar Anda menjadi pembicara pada meeting yang akan menjelaskan secara detail perihal kelanjutan SM Projek 911 ke depannya. Beliau juga meminta Anda agar tidak terlambat barang sedetikpun.
Terimakasih.
Tertanda,
Clara Holland
Sekretaris of Departement Rose Walton
Walton International Company
21 W 34th St, New York, NY 10001, USA
Attachment: 1
Tap to Download: Berita Acara Meeting Lanjutan SM Projek 911.pdf – 1061 KB
--------------------------------------------
Tiba-tiba saja kepala Rose terasa pening.
Dia tidak salah baca kan? Sudah dua kali dia membacanya, tapi masih belum dapat juga menerima kenyataan yang harus ia hadapi setelah ini.
Apa katanya? Tidak terlambat barang sedetikpun?
Nicklaus, bajingan itu. Harus ia apakan agar laki-laki itu berhenti membuat ulah?
Keinginan terakhir Rose hari ini adalah diganggu oleh sosok Nicklaus di pagi-pagi buta saat concelear bahkan tak dapat menutupi kantung matanya yang sehitam arang.
Apa-apaan sih ini? Bagaimana bisa seorang Rose Walton yang biasanya tampil fabolous bahkan ketika baru bangun tidur sekalipun atau make-upnya yang sudah berantakan karena terlalu lama bekerja itu datang ke kantor dengan wajah lusuh seperti ini?
Ini tidak bisa dibiarkan.
Rose meraih kacamata hitam dari tas limited edition keluaran Chanel edisi winter 2019 dan mengenakannya guna menutupi matanya.
Selain mata, Rose juga bersusah payah dalam menutupi kekesalannya yang akan segera meledak dalam hitungan detik dengan berusaha keras untuk tersenyum kepada beberapa karyawan yang sudah datang dan menunduk serta tersenyum menyapanya.
Tapi, tentu saja seorang Nicklaus tidak akan membuat Rose tenang barang sedetik pun.
Tidak hari ini.
"Hello, Cousin."
Nicklaus muncul entah dari mana dan tiba-tiba saja sudah berjalan berjajar dengan Rose untuk masuk ke kantor.
Mood Rose langsung anjlok seketika. Ia memejamkan matanya sebentar dan tak berniat sama sekali untuk membuka kacamata hitamnya. Biarkan saja wajah Nicklaus buram dari sudut pandangnya saat ini karena ia tidak tahu apa yang akan terjadi kalau matanya dapat melihat dengan jelas kala laki-laki itu tengah tersenyum meledeknya.
Merasa diabaikan, Nicklaus memperpendek jarak antara dirinya dengan Rose.
"Wearing an earpod, huh?"
"Not in a good mood, Nicklaus." Rose berujar malas.
Nicklaus pura-pura kecewa. "Kenapa? Padahal, hari ini adalah hari bagus untukmu karena kau akan segera mewujudkan mimpimu perihal SM Projek 911 itu."
Rose hanya memutar bola matanya, tidak peduli walaupun tahu kalau Nicklaus tak dapat melihatnya.
Ia terlalu mengantuk untuk menanggapi ocehan tidak penting milik Nicklaus.
"Dan lagi, ada apa dengan pakaianmu yang casual ini? Kau tidak lupa kan?"
Rose berhenti tepat di depan elevator pribadi miliknya yang berada jauh di dalam dari elevator biasa tempat para karyawan berlalu lalang. Ia menoleh dan melipat kedua tangannya di depan dada, menatap Nicklaus yang penampilannya kelewat rapih dari ujung kepala sampai ujung kaki.
"Well, itu bukan urusanmu kan?" timpal Rose.
Nicklaus tertawa pelan, nadanya terdengar begitu meledek di telinga Rose. Laki-laki itu maju selangkah dan tersenyum simpul.
"Tentu saja itu urusanku. Aku ini kan atasanmu."
Cukup. Rose sudah muak meladeni permainan orang gila satu ini.
Pintu elevator berdering dan terbuka.
"Mari kita lihat berapa lama kau akan bertahan dengan jabatan itu," tandas Rose, melenggang masuk ke dalam lift dan segera menuju ruangannya. Meninggalkan Nicklaus di luar.
Sementara di tempatnya, Nicklaus tertawa sejadi-jadinya. Kenapa meledek sepupunya itu selalu seseru ini?
Tapi cepat-cepat ia merapihkan tatanan dasi dan jas yang ia kenakan dan berjalan menuju elevator pribadi miliknya yang terletak tak jauh dari milik Rose, menuju ruangan kerjanya dan memanggil sekretarisnya untuk ikut serta.
"Bawa segala perlengkapan yang diperlukan untuk meeting hari ini," titah Nicklaus, sambil menatap pada layar ponselnya yang tiba-tiba saja berubah putih.
Dia baru ingat kalau pagi tadi ponselnya tercebur ke dalam bathtub dan ia baru menyadari satu jam setelahnya ketika ia hendak berangkat kerja.
Kurang ajar.
"Baik, Tuan Nicklaus," balas Brenda, kembali ke ruangannya sendiri dan segera menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan Nicklaus untuk rapat hari ini.
Sementara di tempatnya, Nicklaus berdecak sebal lalu membanting ponselnya.
"Aku butuh ponsel baru." Ia bergumam, kemudian berlalu keluar dari ruangan kerjanya. Dan saat ia menoleh, Brenda sudah berdiri lengkap dengan berkas dan laptop di pelukannya, menunggu Nicklaus.
Langsung saja, Nicklaus berjalan menuju elevator dan menekan tombol angka 12, tempat di mana ruangan meeting besar berada dengan Brenda yang mengekori.
"Setelah rapat, belikan aku ponsel baru dengan nomer lamaku," titah Nicklaus pada Brenda di belakangnya.
Walau tahu Nicklaus tak dapat melihatnya, Brenda tetap mengangguk. "Baik, Tuan."
Mereka tiba di lantai 12 tempat meeting diadakan, lalu Brenda berlari kecil agar berjalan beberapa langkah di depan Nicklaus. Ia menggeser segala perlengkapannya ke tangan kiri sementara tangan kanannya ia gunakan untuk membuka pintu masuk ke ruangan meeting untuk Nicklaus.
Pura-pura berlagak keren, Nicklaus mengeratkan jasnya dan ia benarkan kancingnya sesaat sebelum masuk dan dihadapkan dengan dua belas petinggi perusahaan termasuk Rose yang sudah duduk di tempatnya.
Hanya saja, ada sesuatu yang aneh di mata Nicklaus. Ia mendapati Rose sudah berganti pakaian lengkap dengan pakaian yang lebih formal dan rok span miliknya. Rambutnya yang semula acak-adul juga sudah ia kuncir kuda. Bibirnya pun kini terbalut lipstick merah tua dengan sedikit blush on di pipinya.
Apakah perempuan itu memiliki kekuatan super untuk melakukan segala sesuatu sebegitu cepatnya?
Mengaesgala detail yang entah kenapa terlihat semakin jelas di matanya, Nicklaus duduk di tempatnya, berhadapan dengan Rose selagi Brenda dan Clara--sekretaris Rose--menyiapkan berkas miliknya di meja yang berada di pojok ruangan.
Suasana cenderung sepi, sampai pintu terbuka. Menampakkan Damian Walton dengan sekretarisnya yang baru tiba.
Seketika, semua yang berada di dalam ruangan bangkit dari posisinya dan berdiri, menunjukkan tanda hormat masing-masing kepada Damian.
Nicklaus mendumal dalam hati. Dasar tua bangka gila hormat.
Biarpun begitu, Nicklaus tetap berdiri dan ikut menghormat. Ia tidak ingin dipecat di hari pertamanya menunjukan kinerja dan ajang pamer di hadapan sepupunya yang gila jabatan itu.
Yang satu gila hormat, yang satu gila jabatan. Great. Hebat dan lengkap sekali hidup Nicklaus, sampai-sampai dikelilingi orang-orang seperti itu.
Tak berselang lama, rapat dimulai. Dan yang Nicklaus lakukan hanya memerhatikan Rose yang matanya terus menyipit selagi menyimak pembukaan rapat yang disampaikan oleh sekretaris Damian, dilanjutkan oleh Brenda yang merumuskan dengan seksama pembahasan milik Nicklaus.
Tidak ada gentar sedikitpun di mata Rose, hanya kilat penuh ambisi yang dapat Nicklaus lihat di sana.
Kemudian, meeting berlanjut pada Clara selaku sekretaris Rose, menjabarkan segala sesuatu secara rinci perihal projek SM 911. Inti dari rapat ini diadakan dan Clara pun segera menarik Rose untuk menjelaskan lebih lanjut.
Rose bangkit dari duduknya dan maju ke depan layar dan meraih pointer miliknya yang ia gunakan untuk menunjuk layar besar di depan.
"Pada pertengahan tahun 1989, Walton Company merencanakan pembangunan salah satu pusat belanja besar di Santa Monica, sebagai central perbelanjaan kota dan cabang terbesar kedua di Los Angeles setelah berhasil di Beverly Hills." Rose memulai pembicaraannya selagi menunjuk ke arah peta yang terpampang di layar.
"Rencana pembangunan berada pada kisaran awal tahun 1991. Tetapi, terjadi pemberontakan oleh warga setempat yang merasa tanahnya diambil secara tidak adil oleh Walton Company. Oleh karena itu, Walton Company merubah lokasi target awal ke tempat berikutnya. Tidak ada berita terkait yang menghubungkan peristiwa pertama dengan lokasi selanjutnya. Namun setelah pengesahan di akhir tahun 1989--" Rose menekan tombol pada pengarahnya dan layar berganti. Menunjukan secara jelas potongan koran berita yang Rose dapatkan di email tempo hari.
"Sebuah bom bunuh diri terjadi di Santa Monica pada awal tahun 1990, atau tepatnya di lokasi yang akan Walton Company gunakan sebagai lokasi pembangunan pusat belanja. Lengkapnya, bom bunuh diri itu terjadi jam 5 sore pada tanggal 25 Januari 1990. Menyebabkan 149 orang tewas, 31 orang luka berat, 28 orang luka ringan, dan 11 orang dinyatakan hilang. Dan seminggu setelahnya, total korban tewas bertambah 162 orang, dengan luka berat 25 orang, luka ringan 30 orang, sementara 2 lainnya masih dinyatakan hilang hingga berita tersebut dirilis."
Rose menghela napasnya sebentar. Menatap secara bergantian para petinggi perusahaan yang raut wajahnya semakin berubah kala Rose melanjutkan presentasinya. Nicklaus ikut memerhatikan dengan mata menyipit selagi benaknya menerka-nerka.
"Alih-alih melanjutkan SM Projek 911 setelah peristiwa tersebut terjadi, Sebastian Walton--Ayahku, malah menghentikan projek tersebut dan seluruh perusahaan bungkam. SM Projek 911 dibuat seolah tak pernah ada," jelas Rose, melipat kedua tangannya di depan dada. "Tetapi, dana pengeluaran saat itu belum terganti lantaran lokasinya yang masih terlantar hingga saat ini. Maka dari itu, aku memutuskan untuk melanjutkan SM Projek 911 di Santa Monica dan membangun pusat perbelanjaan yang lebih besar lagi dari rencana awal."
Nicklaus bangkit dari posisinya, bertepuk tangan sambil menggelengkan kepalanya dan berdecak kagum.
"Aku setuju soal pembangunan lanjutan ini," timpal Nicklaus. "Apakah ada yang keberatan?"
Seisi ruangan masih bungkam. Termasuk Damian, yang mana masih tidak dapat Nicklaus yakini apakah Kakek Tua itu akan terus terdiam saat di kepala Nicklaus sudah terbayang akan sosoknya yang langsung marah-marah memaki dirinya yang bertindak ugal-ugalan di waktu meeting.
Nicklaus menggeser kursi duduknya dan maju ke depan, berdiri berdampingan dengan Rose yang memelototinya dengan tatapan tidak suka dan merangkulnya.
"Kalau begitu, aku akan menemani Rose menyelesaikan projek ini dari awal sampai akhir."
Rahang Rose hampir terlepas dari tempatnya. Berada di ruangan yang sama dengan Nicklaus selama beberapa menit saja sudah membuat Rose muak. Tapi apa katanya barusan? Menemaninya menyelesaikan projek dari awal sampai akhir? Apakah ada yang lebih buruk dari ini? Neraka dunia Rose akan segera menghampiri, terlebih setelah peristiwa beberapa tahun silam terbesit di benaknya sekali lagi dan membuat Rose cepat-cepat menggelengkan kepalanya.
Tidak lagi.
[ n o t e s ! ! ! ]
Jangan lupa follow Instagram gue ya, biar gak ketinggalan info tentang mereka berdua si guguk dan meong!
Instagram @melanieyjs
Dan.... haruskah gue buat instagramnya Rose & Nicklaus?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro