Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

9. Zoe

Part 9 Zoe

Erzan jatuh berjongkok, membiarkan lututnya menyentuh rerumputan yang dipotong rapi. Membentuk gundukan sepanjang satu setengah meter, sementara tangannya memegang bagian atas batu nisan tersebut. Nama Elzan Rajhendra terukir dengan huruf bersambung dan rapi. Erzan membacanya dengan napas yang terasa berat di dada.

Jiwanya hanya tersisa setengah, karena setengahnya sudah terkubur di dalam sana. Di dalam tanah yang dingin di bawahnya. 

‘Jendra, bukan? Namamu.’

Mata Erzan memindai, dari ujung kepala hingga ujung kaki dan tertawa dalam hati melihat gadis manis dengan mata berbinar hijau itu. Senyum ceria menyelimuti wajah mungil itu, seolah tak pernah ada beban di hidupnya yang memang tak terbiasa kesulitan. ‘Erzan, panggil saja Erzan.’

Tangan Nada terulur, masih dengan senyum yang lebih lebar. ‘Aku Nada. Kau bisa memanggilku Nada meski semua orang memanggilku putri manja.’

Ujung bibir Erzan menyeringai ketika membalas uluran tangan tersebut. Sepertinya julukan yang tepat, Princess. Balasnya dalam hati.

‘Dan kakekku selalu memanggilku Princess.’

‘Mungkin dia juga harus memanggilku Prince.’

Nada tertawa kecil dan duduk di seberang meja. ‘Aku ingin membicarakan tentang rencana kakek pada kita. Dan maaf, aku …’  Gadis itu tampak ragu.

‘Kau memiliki seseorang di hatimu.’

Kedua mata polos itu diselimuti rasa bersalah. ‘Maafkan aku. Kakek seharusnya mempertimbangkan posisimu juga, aku tahu kau juga memiliki seseorang.’

‘Tidak juga,’ jawab Erzan ringan sambil mengedikkan bahu.

Nada mengernyit tak mengerti.

‘Ah, ya. Tapi sepertinya kakekmu sangat menginginkan hal baik dari kita berdua.’

Nada menghela napas panjang. ‘Aku tahu, aku tak bisa menolak harapan besarnya terhadapku dan aku tak bisa menyalahkan betapa dia menyukaimu dan betapa hanya kau orang baik yang dipercayanya untukku. Hanya saja, dia belum mengenal Gibran sebaik dia mengenalmu. Butuh waktu untuk lebih mengenal dan sungguh aku sama sekali tak bermaksud menyinggungmu. Kau tampan dan aku tahu kau memiliki hati yang tulus. Itu sama sekali tak mengurangi rasa kagumku padamu hanya saja hatiku sudah mencintai seseorang. Kau tahu, cinta tidak bisa diatur seperti yang kita inginkan dan aku berharap bertemu denganmu lebih awal.’

Erzan mendengarkan semua kata-kata itu dengan keengganan. Inilah alasan kakaknya meminta dirinya duduk di sini. Kakaknya paling lemah dengan hal sentimentil seperti ini dan ia tak akan menyalahkannya. 

‘Katakan saja apa yang kau inginkan.’

Nada menghela napas untuk kedua kalinya, lebih panjang sambil menatap wajah Erzan. ‘Aku ingin kita berpura-pura menikah.’

Erzan mendengarkan karena tempaknya Nada masih memiliki banyak kalimat yang ingin diucapkan.

‘Hanya di depan kakek. Selebihnya, aku tak akan mengganggu urusanmu dengan kekasihmu, dan begitu pun dengan dirimu.’

Erzan menyeringai. Sepertinya semuanya akan berjalan lebih mudah. Apakah gadis polos ini tidak tahu kesepakatan dalan pernikahan itu?

Pada awalnya, Erzan pikir semuanya berjalan lebih mudah. Sangat mudah mengingat betapa sang kakak mencemaskan dirinya. Meminta tolong dengan keputus asaan. Sampai kemudian dirinya tahu apa yang dicemaskan. Pernikahan itu tidak terjadi dengan mudah.

‘Kupikir ini adil. Dia menyelamatkan nyawaku dan sekarang aku harus menyelamatkan cucu kesayangannya.’

‘Kau melakukannya untuk dirimu sendiri.’

Elzan berusaha tersenyum dengan bibirnya yang dipenuhi darah. ‘Dia baik-baik saja, kan?’

Sekali lagi Erzan bernapas dengan berat. Lebih berat dari sebelumnya ketika suara Elzan yang kehabisan napas semakin melirih dan lemah. Hingga tangan penuh darah sang kakak jatuh terlunglai di tanah dan kepala mendekam dalam pelukan kuatnya. Tak ada air mata yang jatuh, tetapi separuh jiwanya terbang. Tak pernah kembali. Rasa kehilangan dan ketakutan menggantikan  lubang gelap yang tak terbatas di dadanya.

Elzan mencintai Nada. Itulah sebabnya sang kakak tak sanggup menjalani pernikahan sandiwara itu.

*** 

“Kau selalu lebih sering menggunakan mulutmu dibandingkan otakmu, Abby.” Kalimat itu sukses membuat senyum sepupunya membatu. Matanya melotot marah tetapi Jonathan menahan Abby. “Hanya karena Jonathan menikahimu, kau pikir dia mencintaimu?”

Wajah Jonathan ikut membeku.

“Dasar wanita sombong!” Abby meronta dari kedua lengan sang suami, sementara Kavian menarik sang adik keluar dari ruang resepsionis.

“Kau sudah tahu tentang ini?” Nada melepaskan diri, menatap Kavian dengan kejengkelan yang hanya berkurang sedikit dari kejengkelannya terhadap Abby. Ia tahu semua orang di keluarganya akan mengkhianatinya demi warisan yang dibekukan atas nama dirinya dan pernikahannya dan Erzan. Tetapi Kavian dan mamanya akan menjadi daftar paling akhir yang akan mengkhianatinya.

“Itu yang kita butuhkan, Nada. Aku hanya tak ingin melukai perasaanmu dan kurasa kedatangan bedebah itu sudah cukup menambah penderitaanmu.”

“Sangat.” Suara Nada tajam dan dingin. Hatinya terasa lebih sesak dan berat. Tak butuh menambahnya dengan pembicaraan tersebut. Dua wanita berpakaian ungu dan merah muda mengarahkan keduanya ke ruangan khusus. Tubuhnya butuh dirilekskan. Sangat butuh. Jika memungkinkan juga hatinya meski Nada tahu semua pelayanan di spa ini tak akan membantu masalah batinnya.

Hingga sore hari, Nada masih kesulitan mengusir kegelisahannya. Wajah Gibran masih tidak bisa enyah dari kepalanya. Juga perasaan terperas di dadanya. Sanggupkah ia menghadiri acara malam ini? Kavian membawanya untuk kepentingan bisnis dan dirinya tak keberatan karena bisa sedikit menghindar dari Erzan. Betapa pun sebentarnya kesempatan untuk menjauhi pria itu, ia tak akan melewatkannya.

“Sudah siap?” Kavian menyela lamunan Nada yang masih duduk tertunduk di ujung tempat tidur di salah satu kamar hotel tempat pesta itu berlangsung. Tas kecil yang ditaburi kristal swarovski tampak berkilau ketika pria itu memutar-mutar di tangan kanan. Lalu mendaratkannya di pangkuan sang adik dengan lembut. “Aku baru mengambilnya dari bawah.”

Nada membuka pengait tas tersebut dan memasukkan ponselnya. Hanya itu satu-satunya benda yang dibawanya dari rumah sewaan Erzan tadi pagi. Pandangannya mengarah pada gorden yang sedikit terbuka. Dari celah itu ia tahu hari sudah mulai gelap dan kedatangan sang kakak menjelaskan bahwa pesta akan segera dimulai.

“Kita berangkat sekarang?”

Nada tak menjawab. Sudah terlambat jika dia tidak turun. Ditambah ada yang harus dibicarakan dengan sang paman. Ia menyambut lengan yang disodorkan Kavian dan keduanya keluar dari kamar. Masuk ke dalam lift, turun dan keluar masih dengan kegelisahan yang semakin jelas. Dan ia sudah bersiap diri akan sesuatu yang mengejutkan ketiga bergabung di pesta, tetapi tak menyangka kejutannya akan secepat ini. Mereka bahkan belum menemukan sang paman di tengah gerombolan para tamu undangan, ketika melihat pasangan tamu yang menarik perhatian banyak orang. Erzan dan wanita itu … Nada mengingat wanita itu tetapi tidak tahu namanya.

“Bagaimana mungkin bedebah itu mengenalnya?” umpat Kavian dalam nada iri yang lirih. “Dia pikir menipu wanita Violencia dan menggandengnya ke pesta bisa menutupi reputasi kriminalnya?” lanjutnya dengan dengusan meremehkan bercampur jengkel dan iri.

“Kau mengenalnya?”

Kavian beralih pada sang adik. “Zoe Violencia. Dia manager bisnis dari Erz Group. Kepercayaan dari presdir. Aku yakin kedatangannya untuk mewakili presdir Erz Group yang terlalu sibuk. Tapi lihatlah …”

Nada tak mendengarkan lebih banyak gerutuan yang dipenuhi rasa iri dari sang kakak. Itu bukan hal baru baginya. Perhatiannya lebih fokus pada Erzan dan wanita cantik bergaun merah marun itu. Yang penampilannya semakin disempurnakan dengan embel-embel di belakangnya. Jadi karena itu Erzan memiliki semua fasilitas mewah itu? Menggunakan Zoe untuk membantu bisnis atau pekerjaan apa pun yang sibuk dilakukan Erzan akhir-akhir ini. Pantas saja setiap pagi Erzan selalu berpenampilan rapi dan tertata. Rupanya Erzan adalah simpanan …

“Dia yang sedang dijodohkan dengan keluarga Pradipta.”

Nada kembali terkejut, kali ini bersama sesuatu yang terasa retak di dadanya dan mulai patah. Keluarga Pradipta? Keluarga Pradipta hanya punya satu penerus dan itu adalah Gibran. Sekarang Nada benar-benar ingin menghilang dari tempat ini?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro