9. Jadwal
Bagian sembilan.
Kejujuran itu membahagiakan walaupun pahit, tidak seperti Kebohongan yang manis namun menyakitkan.
-The Cold Princess-
"Ck! Gue gak bisa! Masih aja lo maksain gue buat ngerjain soal ini!" teriak Darren sambil mengacak rambut belakangnya frustasi.
Moza menoleh, ia menatap buku yang sama sekali belum ada coretan jawaban soal tersebut. "Perlu gue jelasin ulang?"
Darren menatap Moza. "Lo kalo jelasin itu kayak lo nunjuk nama negara di atlas dunia. Tunjuk ini, tunjuk itu. Gak ngasih tau,dari mana ini? Dari mana angka ini. Gitu!"
Moza diam, lalu ia menarik buku paket mata pelajaran Matematika itu. Ia membalikkan beberapa lembar kertas di sana lalu mendekatkannya pada Darren, ia mendekatkan posisi tubuhnya, mencoba meraih Darren untuk fokus padanya.
Semenjak ucapan Pak Tomi barusan, sekarang Darren harus mengikuti bimbel pada jam pulang sekolah dengan dibimbing oleh Moza, manusia paling datar menurutnya.
Saat sebelahnya bergeser, Darren melirik ke arah Moza dengan sudut matanya. "Gak usah deket-deket."
Moza tidak menghiraukan ucapan Darren, ia langsung menarik bahu Darren agar berusaha menatapnya. Moza meletakan buku paket itu di meja lalu,
"Tiga dihasilkan, ketika kita membagi antara angka ini dan ini," ucap Moza cepat lalu kembali duduk menatap buku Fisika-nya.
Darren menganga. "Udah? Gitu doang?" tanya Darren tak percaya.
"Zigot di dalam rahim juga bisa kali cuma gitu doang!"
Moza menoleh lagi, tanpa menjawab ucapan Darren. Darren membanting pulpennya. "Kenapa lo nurutan banget sih buat jadi guru bimbel gue? Gue aja yang punya nilai Matematik merah biasa aja, gak ada minat buat ngebuat warna merah itu jadi hitam."
Darren diam, ia menatap mata Moza lekat lalu menghela napas. "Udahlah, gue mau pulang," ucap Darren beranjak dari duduknya.
"Kembaliin waktu 45menit 31detik gue kalo gitu."
Darren menoleh ke arah Moza, lalu duduk kembali di sebelahnya. "Apa? Kembaliin waktu lo? Makan nih gelas!" Darren menyodorkan gelas ke depan wajah Moza lalu berlalu meninggalkan Moza yang masih diam.
👑👑👑
Melihat Disa yang sedang menyediakan makanan makan malam pada waktu yang lebih awal membuat Darren megerinyitkan dahinya, ia mendekat ke arah bunda-nya.
"Tumben jam segini udah matang semua, Bun." Darren mengambil ayam goreng di meja lalu memakannya.
"Eh! Jangan dimakanin, sengaja Bunda masak jam segini. Soalnya temen-temen kamu udah pada dateng, terus juga Ayah kamu sebentar lagi pulang."
Seketika Darren teringat tentang ketiga sahabatnya, ia langsung lari ke arah tangga menuju kamarnya. Saat ia membuka knop pintu, ia patut bersyukur karena kamarnya tidak berantakan seperti biasanya saat dikunjungi oleh ketiga sahabatnya itu.
Ia melihat Luis yang tengah memainkan ponsel, Dito yang sedang duduk santai di balkon serta Adnan yang sudah tertidur pulas di ranjangnya. "Udah lama?" tanya Darren memecah keheningan.
Dito yang berada di luar menoleh lalu masuk ke dalam kamar. "Lumayan. Gimana tadi bimbelnya?" tanya Dito.
"Yah, gitu. Ngomong sama manusia sejenis Moza itu kayak ngomong sama ayam, gak mungkin terjawab. Palingan kalo dijawab ya satu-dua suku kata doang," desah Darren lalu merebahkan tubuhnya di atas ranjang, bersebelahan dengan Adnan.
"Kasian si Bos," celetuk Luis.
Darren menoleh ke arah Adnan yang tengah tertidur di sebelahnya. "Kalian ngapain aja tadi?" tanya Darren, mengalihkan pandangannya dari wajah Adnan yang masih tenang terlelap.
"Gak ngapa-ngapain kok, mau nonton video Kakek Sugiono yang baru juga takut nyokap lo tiba-tiba masuk kamar," jawab Luis, begitu polos sekali.
"Tai, jiwa pecinta bokep kalian gak ilang-ilang," dengus Darren.
Luis menyengir lebar, ia menepuk-nepuk perutnya. "Ren, laper nih."
"Nanti, bokap gue bentar lagi pulang. Makannya barengan aja sama bokap nyokap gue."
Luis mengangguk lalu men-lock ponselnya, ia menatap Darren yang kini sudah terduduk kembali juga Dito yang tengah duduk di tepi ranjang.
"Sekarang apa?" tanya Luis.
Darren bangkit dari rebahannya lalu duduk di atas karpet. Ia menyuruh Dito juga Luis duduk di hadapanya saling berhadapan. "Sekarang kalian mau tanya apa?"
Dito menegakkan duduknya. "Gue mau tanya soal di Mall itu, kenapa turun dari studio pipi lo malah merah? Kek abis bekas tamparan gitu,"
Darren menghela napasnya. "Gue kira lo mau nanya apa, rupanya pipi gue? Udah sembuh kok, pipi gue udah putih lagi."
Dito menatap Darren garang. "Cerita gak lo?" ancam Dito.
Darren terbahak. "Haha! Segitunya, iya deh iya gue ceritain.
"Jadi, waktu pas pulang sekolah Om Jordi nelfon gue, katanya pulangnya sekalian anterin Moza. Gue sebenernya mau nolak, tapi gak enak, jadi gue terima aja. Eh pas gue ajak pulang dia malah ngilang dan bilang malah mau ke Mall. Gue cari dia di Mall tapi gak ketemu-ketemu, jadi ya gue telfon lo, suruh kalian bantu cari," ujar Darren. "Kalo masalah pipi, itu gak sengaja kena anak kecil lagi main karet terus kena pipi gue."
Bohong, itu semua bohong. Darren mengarang cerita demi menyembunyikan satu hal tentang Moza. Biarkan ia saja yang mencari tahu tentang siapa Moza, dan siapa lelaki yang bersama Moza di toilet bioskop itu.
"Bener kena karet? Ada gitu di Mall bocah main karet?" tanya Dito meyakinkan.
Darren terkekeh. "Iya, kena karet. Gue juga masih inget kok muka bocahnya."
Darren tertawa getir dalam hati Haha! Bocah? Gue ke sana aja gak liat bocah sama sekali.
"DARREN! AYO MAKAN! AYAH MU SUDAH PULANG!" pekikkan Disa dari lantai bawah mengejutkan semuanya, termasuk Adnan yang kebangun, terkejut karena suara menggema itu.
Dengan wajah bantalnya, Adnan menyembunyikan wajahnya pada bantal. "Suara siapa seh?! Kek apaan banget," gumam Adnan.
Darren memukul kepala Adnan agar bangun dari tidurnya. "Bangun! Nyokap gue udah masak, yakin gak ikut makan?"
Secepat kilat, Adnan bangkit dari tidurnya. Ia membuka mata dan masih berada di atas ranjang, ia terduduk. "Makan ya? Yuk!"
"Giliran makan aja cepet, nih anak! Gemes banget gue, pengen nabok," ucap Dito.
Adnan tak memperdulikan ucapan sahabatnya, ia segera bangkit dan berlari menuju ruang makan. Ia sudah menganggap rumah Darren adalah rumahnya. Cowok berkacamata itu langsung duduk pada kursi meja makan.
"Halo tante Disa?" sapa Adnan.
Disa mengerinyit saat Adnan hanya sendirian. "Yang lain kemana Nan?"
"Gak mau makan katanya, udah buat Adnan semua aj--
"Kutil kuda! Enak aja lo!" Luis datang sambil menoyor kepala Adnan.
Disa menggelengkan kepalanya melihat kelakuan dua teman anaknya itu, saat itu juga Dito dan Darren turun dari tangga. "Temen kamu Ren?"
"Bukan Bun! Mereka bukan temen Darren," elak Darren sambil menunjuk Luis dan Adnan.
"Jahat lo Ren," ucap Adnan.
Tak lama, Dalvin datang dari arah kamarnya. Ia sudah mengganti kemeja kerjanya dengan kaus polos serta celana pendeknya. Dalvin duduk di kursi sebelah Disa.
"Wah, kalian belum pulang ke rumah, ya?" tanya Dalvin pada ketiga teman putra-nya itu.
"Iya nih Om, lagi kangen sama masakan Tante Disa jadi pulang ke sini buat numpang makan," jawab Luis.
Dalvin menaikkan alisnya. "Yakin kangen masakan tante Disa? Bukan karena kamu lagi kena marah Mama kamu? Sampai gak dapet jatah makan malam lagi, gitu?"
Adnan tertawa. "Apa? Gak dapet jatah makan? Pantes badan lo tuying gini Wis!"
"Brisik!" sentak Luis yang membuat semua orang di ruangan itu tertawa.
Dalvin menatap anaknya yang tengah tertawa terbahak. "Kamu Darren? Udah nentuin kapan buat bimbelnya?" tanya Dalvin.
Tawa Darren terhenti, ia menatap wajah ayah-nya. "Yah, guru-nya jangan Moza napa?"
"Ih! Kenapa? Nih ya Ren, kata Jordi, Moza itu dapet rangking terus di kelas, terus juga juara umum terus. Tadi juga Ayah sempet ke rumah Jordi, Ayah liat banyak piala sama piagam atas nama Moza semua! Mulai dari lomba olimpiade Matematika, Fisika, debat bahasa Inggris, coba? Keren kan anaknya Jordi?"
"Giliran anak sendiri malu-maluin," celetuk Disa.
Dito, Adnan dan Luis langsung terbahak. "Wadoh! Kasian amat lo Ren," ucap Dito di sela tawanya.
"Ck! Bunda... Darren gak malu-maluin kok, orang belum pernah masuk tv gara-gara kenakalan Darren." Darren menatap bunda-nya.
"Oh, jadi kamu nunggu masuk tv dulu gitu? Mau pake cara gimana, sayang? Kena grebek balapan liar? Atau terciduk pas make narkoba--
"Sst! Kebiasaan ribut terus!" sergah Dalvin.
"Anak kamu yang duluan!" tunjuk Disa.
Darren menganga. "Salah Darren apa Yah?!" tanya Darren pada ayah-nya.
Selagi mereka berdebat, ketiga teman Darren sudah tertawa terbahak melihat ekspresi Darren yang begitu mengocok perut bagi mereka.
"Udah! Bunda, kamu jangan suka ngekang anak, nanti yang ada anak kita jadi makin begundal," peringat Dalvin pada istrinya.
"Tuh Bun, dengerin!" sungut Darren.
"Dan kamu Darren!" tunjuk Dalvin yang membuat Darren menatap ayah-nya.
"Senin, selasa, rabu, kamis, sabtu, minggu," ucap Dalvin.
Darren mengerinyitkan dahinya. "Apanya, Yah?"
"Jadwal kamu bimbel sama Moza."
"Apa?!"
Bersambung...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro