Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

8. Dunia Sempit

Bagian Delapan.

Aku mencintai kamu dengan cara, Mata dan perasaan yang berperan. Mata untuk memperhatikanmu dari jauh, dan perasaan untuk merasakan apa yang aku lihat, tentang kamu.

________

Dunia itu luas, terdiri dari delapan planet, lima benua, 204 negara dan bahkan milyaran manusia. Tapi entah mengapa bertemu kamu sudah seperti sebuah kewajiban yang datang di setiap harinya.

-The Cold Princess-

Seminggu berlalu, setelah kejadian di Mall itu, Darren enggan bertemu Moza kembali. Ia benar-benar merasa bersalah, walaupun ia gengsi untuk meminta maaf.

Untuk sekarang, ia memilih tidak masuk jam pelajaran ke-5 karena sedang malas bertemu tatap dengan guru serta enggan untuk berkutat pada buku. Dengan ditemani oleh Tiga sahabatnya, siapa lagi jika bukan Luis, Adnan, dan Dito, Darren merasa betah berlama-lama di dalam kantin.

"Eh iya Ren, lo masih hutang penjelasan sama kita-kita ya," ucap Dito tiba-tiba.

Darren menoleh. "Penjelasaan apaan?"

"Ck! Yang di Mall itu Ren," decak Dito.

"Nanti aja, pulang sekolah kalian ke rumah gue. Nanti gue jelasin," ucap Darren lalu bangkit dari duduknya.

Luis menoleh saat Darren beranjak. "Kemana bos?"

"Toilet. Ikut?"

Luis bergidik ngeri. "Ogah."

Darren mengendikkan bahunya lalu berlalu dari ketiga sahabatnya. Ia berjalan santai, menuju toilet. Baju yang tidak dimasukkan, tidak menggunakan dasi, serta menggunakan sepatu berwarna membuat seseorang dari kejauhan memusatkan pandangannya.

Langkahnya yang santai itu terhenti ketika seseorang menepuk bahunya, Darren menoleh. "Apa?" tanya Darren dengan nada suara yang dingin.

"Kakak melanggar peraturan," jawabnya.

"Terus?"

Seseorang di hadapannya menghela napas. "Kakak harus diberi sangsi."

"Bodo amat." Darren membalikkan tubuhnya dan berjalan kembali. Namun tangannya tercekal, dengan secepat mungkin ia menepis lengan yang mencekalnya itu dengan kasar.

"Gak usah megang juga--" ucapan Darren terhenti, ia melirik ke arah name tag seseorang di hadapannya. "Reanita."

Rea, seseorang yang kini tengah berhadapan dengan Darren itu menghela napasnya kasar. "Tapi kakak ngelanggar peraturan sekolah."

"Lo siapa? Anggota organisasi siswa cari muka?" tanya Darren, menohok hati.

Rea menelan ludahnya. Baru sekarang ia berbicara dengan bintang sekolahnya, Darren. Teman-temannya selalu membicarakan Darren yang berada di hadapannya ini. Tentang ketampanan-nya, tentang kebadboyan-nya, serta segala tentang kesempurnaanya.

Darren membalikkan tubuhnya lalu berjalan kembali meninggalkan Rea yang masih diam itu. Masa bodoh dengan peraturan, toh ia juga sekolah bayar.

👑👑👑

Kebodohan yang pernah Moza lakukan adalah, menuruti permintaan Ibu Nina untuk menjadi asistennya. Sudah berjalan tiga bulan ia menjadi asisten dari guru BK itu, ia jadi semakin menjadi pusat perhatian. Dan itu membuatnya risih.

Langkahnya terhenti ketika telah sampai di depan pintu ruang BK, ia tidak lagi mengetuknya dan langsung memasuki ruangan lalu duduk pada kursi di hadapan meja Ibu Nina.

"Ada apa Moza?" tanya Ibu Nina melihat Moza datang dan duduk di hadapannya.

"Saya mau memundurkan diri Bu," ucap Moza cepat.

Ibu Nina mengerinyitkan dahinya, tahu apa yang akan Moza bahas. "Loh? Kenapa?"

"Saya tidak mau menjadi asisten Ibu, hanya itu."

Ibu Nina menghela napasnya, ia menatap tepat pada manik mata Moza. "Kalau itu mau kamu, yasudah."

Moza langsung berdiri dan berbalik, meninggalkan ruang BK. Detik itu juga, ia sudah berhenti menjadi asisten guru BK, telah berhenti menjadi alasan para siswa melanggar peraturan, atau semuanya. Dan detik itu, ia hanya menginginkan semua hidupnya akan tenang, tidak ada gangguan lagi dari orang luar.

Langkahnya menuju taman belakang saat ini. Kelasnya mungkin tengah ramai karena akan ada kedatangan murid baru, katanya. Saat telah sampai pada taman belakang, Moza duduk pada salah satu bangku di sana. Menyenderkan punggungnya, mendongakkan kepalanya, merasakan angin berhembus yang menerpa wajahnya.

Ia menegakkan duduknya, menatap sekeliling yang sepi. Tak sengaja, matanya menangkap seseorang yang tengah berdiri menghadapnya namun kepalanya tertunduk tengah memainkan ponsel.

Dan tak lama, seseorang itu mendongak. Tatapan matanya bertemu dengan tatapan Moza, cukup lama sebelum akhirnya Moza yang lebih dulu memalingkan wajahnya. Sedangkan dari sisi lain, lelaki itu menatap wajah Moza. Rasa bersalahnya menguap kembali, dan entah sampai kapan ia harus dihantui dengan rasa bersalahnya ini.

👑👑👑

Bel pertanda jam kedelapan berbunyi. Wajah para siswa sudah lesu, banyak menguap, hingga sudah melakukan titik akhir, yaitu tidur.

Dengan hanya mengandalkan meja, Luis bisa membuat nada dangdutan kesukaannya.

"Yowis ben due bojo sing galak, yowis ben, sing omongan e seneng. Seneng gawe aku susah~"

Adnan melempar buku ke arah Luis yang otomatis langsung menghentikan kegiatan si-Empu. "Apa-apaan sih lo Nan!" kesal Luis.

"Lo yang apaan! Gue lagi tidur malah konser dangdutan!" ucap Adnan dengan nada yang menggebu.

"Berisik tai." Suara dari Darren membuat Adnan menoleh.

Adnan dan Darren memang duduk bersama pada meja pojok. Tempat yang berisikan empat anak yang susah diatur, kerjaan hanya tidur, dan hidupnya cuma penuh hibur.

"Noh Ren, Luis anjing noh yang ribut." Telunjuk Adnan menunjuk Luis.

"Berisik napa! Gue mau tidur!" kesal Darren.

Dito yang tengah memainkan ponselnya menoleh ke belakang, menatap kedua sahabatnya yang kelewat tolol itu.

"Nih dua orang! Untung gue sabar! Coba kalo nggak? gue gampar lo berdua sekarang," geram Dito.

"Bagus Dit! Gampar aja sekalian! Si Adnan kalo bisa jangan digampar, bakar aja!" Suara teriakkan Luis membuat semuanya menoleh ke arah sumber suara.

"Ngomong apaan sih?"

"Tolol."

"Garing banget dah lo Wis."

Luis berdecak, saat ia ingin menjawab seseorang berlari masuk ke dalam kelas. "Ibu Riska dateng woy!"

Sekejap, kelas mereka langsung hening. Juga Luis yang berlari menuju tempat duduknya.

Ibu Riska masuk dengan mendekap beberapa buku yang ia bawa. "Selamat siang semuanya, bisa kita mulai belajar sekarang?"

"Bisaaa!!" Serempak, siswa di kelas menjawab.

Ibu Riska duduk pada kursi-nya, ia membaca materi yang akan ia bahas. Namun tak berapa lama, ia teringat sesuatu.

"Darren?" panggil Ibu Riska.

Darren mendongakkan kepalanya, ia menatap wajah Ibu Riska dengan malas.

"Sini sebentar."

Darren menghela napasnya, lalu beranjak dari duduk nyamannya. Ia berjalan gontai ke arah Ibu Riska.

"Iya Bu?" tanya Darren ketika telah sampai di hadapan Ibu Riska.

"Nilai kamu bulan ini kosong semua. Niatnya saya hari ini akan membahas materi baru, tapi rupannya nilai ulangan harian kamu belum masuk," ujar Ibu Riska, ia menatap mata Darren.

"Jadi?"

Ibu Riska menghela napasnya. "Saya greget juga lama-lama sama kamu. Kamu dipanggil Pak Tomi tadi, katanya ada urusan bimbingan belajar buat kamu."

Darren mengerinyitkan dahinya. "Terus? Nilai ulangan harian saya?"

"Sok-sok an sekali kamu nanya nilai, nilai keterampilan aja di buku nilai saya nilai kamu masih kosong. Sekarang mending kamu ke Pak Tomi, kebetulan jam sekarang Pak Tomi gak ada waktu ngajar," ucap Ibu Riska.

Darren menghela napasnya lalu berlalu dari hadapan Ibu Riska menuju ruangan wali kelasnya, Pak Tomi. Guru yang selalu Darren banggakan karena tidak pernah menghukumnya, tapi selalu memberi surat panggilan orang tua.

Saat sudah sampai di depan pintu ruang guru, Darren mendorong pintu tersebut, ia melangkah masuk lalu duduk di kursi di depan meja Pak Tomi. Pak Tomi mendongak ketika seseorang datang dan duduk di hadapannya.

"Oh, kamu Darren." Pak Tomi menegakkan tubuhnya.

"Ada apa Pak?" tanya Darren To The Point.

"Barusan banyak guru yang kebingungan mau ngasih nilai di rapot kamu. Soalnya mereka gak punya nilai kamu," jawab Pak Tomi.

"Sekalinya ada, pasti di bawah KKM."

"Jadi gimana?" tanya Darren.

Pak Tomi menghela napasnya. "Kamu sebenarnya cuma lemah sama mata pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris, sedangkan mapel yang lain, kamu cukup bisa."

"Kemarin orangtua kamu ke sini, mau liat perkembangan kamu di sekolah, mau liat gimana nilai kamu. Dan setelah itu, orangtua kamu mau kalau kamu harus ikut bimbingan belajar," tutur Pak Tomi.

Darren masih menatap mata Pak Tomi.

"Dan, guru-guru yang lain juga setuju. Kamu bakal dapat guru bimbingan belajar Matematika dan Bahasa Inggris, kami juga sudah menetapkan siapa yang akan menjadi guru kamu,"

Krek

Pintu ruang guru terbuka, menunjukan gadis yang tengah menatap ke arah depan datar, raut wajah yang begitu Darren hapal.

"Darren? Dia akan menjadi guru bimbel kamu, Moza."

Kenapa dunia harus sesempit ini?

Bersambung..

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro