64. Regret [END]
LAST GUYS!!!
Aku berharap banyak kalian komen perbaris di bagian ini, dan juga ungkapkan semua unek² kalian selama membaca cerita ini, aku akan menerima apapun itu.
Oke Brois, happy reading ❤️
Bagian Enam puluh empat.
Kamu bukan hanya sekedar tempat singgah, kamu adalah tempat di mana aku menetap sementara dengan diberikan sejuta rasa yang belum pernah aku dapat sebelumnya.
-The Cold Princess-
Menjalin hubungan hampir lima bulan, memenuhi semester pertama di kelas sebelas dengan bermain rasa adalah sebuah fakta dari Moza dan Darren. Keduanya tidak menyangka jika akan menjalin hubungan dan memiliki rasa yang sama.
Gadis berambut kuncir kuda itu menggenggam tangan cowok di sebelahnya sambil berjalan di jalanan komplek. Mereka berdua baru saja selesai sarapan pagi di sebuah warteg.
Ia, Moza, membuka gerbang rumahnya masih sambil menggenggam tangan Darren. Gadis itu berjalan memasuki rumahnya yang sepi, papanya masih tidur karena sudah mempersiapkan barang-barang yang akan dibawa esok.
Saat membuka pintu, kedua pasang mata mereka menjadi sendu. Rumah besar itu kini hanya tersisa beberapa barang saja karena selebihnya sudah dijual dan juga dipindahkan. Beralih dari kesedihan, Moza menarik tangan Darren menaiki tangga menuju kamarnya.
Moza masih belum membereskan kamarnya. Gadis itu melepas genggaman tangannya kemudian berjalan mendekati lemari besar, mengambil koper berukuran besar, dan membukanya.
Darren melihat gadisnya yang mulai mengambil beberapa pakaian. Moza mengambil, melipat, dan meletakan pakaiannya ke dalam koper. Cowok itu tergerak mengambil beberapa aksesoris milik gadisnya dan mengumpulkannya menjadi satu di sebuah kotak kemudian meletakkannya di dalam koper.
Moza melihat cowok itu yang membantunya sambil tersenyum tipis.
"Makasih," ucapnya.
Darren membalas senyuman gadis itu sambil mengelus kepalanya. "Aku bantuin kamu bereskan semuanya."
Mereka mulai membereskannya. Moza sibuk merapikan pakaian di dalam lemari dan Darren yang mengambil semua barang-barang Moza di meja belajar ataupun meja rias.
Tangan cowok itu menumpuk buku-buku tebal milik gadisnya, tangannya tiba-tiba terulur pada buku agenda bersampul cokelat. Ia menolehkan kepalanya melihat gadisnya yang masih sibuk melipat pakaian. Kesempatan itu ia ambil untuk membuka buku bersampul cokelat tadi.
Dibawa terkejut ketika itu bukanlah sebuah buku melainkan sebuah album foto. Darren dapat melihat foto-foto gadisnya sejak bayi, tumbuh menjadi balita, masuk Taman Kanak-kanak, menjadi siswa Sekolah Dasar, mulai remaja memasuki Sekolah Menengah Pertama, dan saat gadisnya menjadi siswa SMA. Foto itu kebanyakan berisi swafoto.
Saat di kebun teh, Moza menolak Darren yang ingin melihat fotonya, saat ini Darren dapat melihat banyaknya Moza yang suka berswafoto dengan gaya yang berbeda-beda dan senyum yang manis.
Ia kembali membalik halaman dan terkejut pada lembar terakhir album foto itu. Bagaimana tidak terkejut ketika ia melihat foto dirinya di album foto Moza, foto dirinya saat pertama kali menggunakan kacamata dan meminta penilaian pada gadisnya. Di bawah foto itu terdapat sebuah tulisan dan Darren mulai membacanya.
Gak tahu apa alasannya, tiba-tiba suka aja.
Darren terkekeh membaca tulisan gadisnya. Moza hanya menuliskan satu kalimat di bawah fotonya. Ia kembali menolehkan kepala dan melihat Moza yang masih sibuk melipat pakaian.
Ah, bagaimana bisa Moza menuliskan ini? Kenapa bisa fotonya ada di dalam album foto itu?
Lagi-lagi Darren penasaran, cowok itu menarik foto dirinya dari dalam album dan menatapnya. Ah, ini adalah hasil jepretan sang bunda yang sedang terburu-buru tapi bagus juga, lumayan.
Ia membalikkan foto itu, dan lagi, ia menemukan tulisan dan kali ini lebih panjang.
Mau banget kumpulin fotonya, tapi saya cuma punya satu. Kenapa momen yang saya lewatin sama dia gak pernah menyisakan foto? Padahal saya mau menyimpannya dan tidak akan pernah melupakannya sampai kapanpun.
Bukan kekehan yang keluar, tapi hanya sebuah lengkungan saja yang keluar dari bibir Darren. Cowok itu kembali meletakan fotonya pada album bersampul cokelat tadi, ia mengambil secarik kertas alias sticky note dan mulai menulis sesuatu.
Aku baca semuanya, aku juga harusnya simpan album foto kayak kamu.—Darren A.
Cowok itu bergegas menutup albumnya, dan menumpuknya menjadi satu kemudian duduk di hadapan Moza yang masih sibuk melipat pakaian. Ia tersenyum menatap gadisnya.
"Kenapa?" tanya gadis itu.
Darren hanya menggeleng.
Moza membalas senyuman cowok itu kemudian kembali melipat pakaiannya.
👑👑👑
"Gak kerasa, dalam hitungan jam kedepan aku beneran udah pergi dari kota ini," kata Moza sambil menggandeng tangan Darren.
Berjalan di pesisir pantai tanpa alas kaki, merasakan hembusan angin yang menerpa wajah, juga suara deru ombak yang mengiringi keduanya. Darren tidak henti-hentinya tersenyum, melihat Moza yang sepertinya senang ketika ia membawanya ke pantai.
"Sebentar lagi ada sunset, mau ngopi?" tanya Darren.
Moza menolehkan kepalanya. "Kok kopi?"
"Biar jadi anak senja," jawab Darren kemudian keduanya tertawa.
Darren menarik gadisnya untuk duduk di pasir pantai, keduanya menatap lautan yang kini mulai berubah warna karena matahari mulai pergi secara perlahan.
"Aku gak tahu kenapa jalan hidup aku terasa seperti ini, berat, penuh kesakitan," ucap Moza membuat Darren menatap wajah gadisnya dari samping. "Tapi setelah kamu ikut campur dalam hidup aku, rasanya beda. Rasa berat aku mulai ringan, rasa sakit aku mulai sembuh," lanjutnya.
Darren tersenyum, tangan cowok itu merapikan rambut yang menutupi wajah gadisnya ke belakang telinga.
"Sebelumnya aku gak pernah tahu caranya bermain rasa, tapi karena kamu, senyum kamu, sifat ketus kamu, aku sampai masuk ke dalam lubang kebodohan di mana aku lupa akan diri sendiri dan lebih menyayangi kamu ketimbang diri aku sendiri," kata Darren.
Moza menatap manik hitam pekat di balik kaca tebal itu, ia bisa merasakan bagaimana cowok itu benar-benar menyayanginya. Tanpa di rasa, matahari mulai turun dan cahaya mulai menghilang. Dan saat itu juga wajah Moza mulai terasa hangat karena wajah Darren yang semakin mendekat.
Keduanya menutup mata mereka, semilir angin laut terkalahkan ketika napas keduanya saling menerpa wajah mereka. Bukan paksaan, dan juga bukan khayalan, kedua bibir mereka bersatu. Moza mulai membuka sedikit bibirnya, membiarkan Darren yang memulai, tangan gadis itu terangkat mencengkeram bahu cowok itu ketika air liur keduanya mulai terasa.
Darren mendekatkan tubuhnya, menarik tengkuk gadisnya, menghisap lembut bibir yang pernah ia rasakan sebelumnya itu. Entah pikiran dari mana Darren melakukan hal ini, tapi ia belum siap jika gadisnya benar-benar pergi.
Keduanya menjauhkan wajah mereka dan mulai membuka mata. Hari sudah gelap, matahari bahkan malu melihat keduanya hingga pergi meninggalkan lebih dulu. Darren dapat melihat wajah gadisnya yang terkejut dan ia membalasnya dengan senyuman.
Tangan cowok itu tergerak menangkup wajah Moza, sambil ibu jarinya digerakkan mengelus pipi gadis itu. "Maafin aku," ucapnya.
Moza menatap mata Darren, ia menggelengkan kepalanya. Dapat dirasakan jika ibu jari Darren terasa basah. Ya, Moza menangis.
Cowok itu terkejut, ia langsung mengelus kepala gadisnya. "Eh, kenapa? Maaf aku udah cium kamu tanpa iz—"
Lagi, ucapan Darren terpotong ketika Moza menerjang tubuhnya dan menangis di bahunya. Tangan Darren mengelus punggung gadis itu.
"Setelah dipikir-pikir, aku gak papa jalanin LDR sama kamu," ucap Darren masih terus menenangkan gadisnya.
Moza menggelengkan kepala sambil menarik tubuhnya. Gadis itu menghapus air matanya dan kembali menatap manik hitam pekat Darren.
"Kenangan yang kamu kasih selama tiga hari gak akan aku lupain sampai kapanpun," ucap gadis itu. "Aku minta kenangan dari kamu karena aku gak mau berhubungan jauh sama kamu," lanjutnya.
Darren mengernyitkan dahinya. "Kenapa? Aku gak papa kok kalo harus LDR, nunggu kamu pulang, aku tungguin kok."
Lagi, Moza menggelengkan kepalanya. "Ucapan pertama kamu adalah yang jujur, ucapan yang gak disengaja sama kamu itu yang ada di otak kamu." Moza menjeda ucapannya. "Kamu sebelumnya menolak berhubungan jarak jauh dan sekarang terima adalah hal yang salah, Ren, aku gak mau hubungan kita malah kacau karena salah satunya gak percaya sama hubungannya sendiri."
Darren terpaku, apa yang diucapkan Moza benar. Walaupun ia mencoba menerimanya, ia tetap tidak percaya dengan hubungan jarak jauh yang saling berkomitmen. Karena sembilan dari sepuluh orang yang menjalani LDR hubungan mereka kandas karena salah satu pihak yang berkhianat.
"Tapi kamu nanti bisa pulang ke sini, kan?" tanya Darren mencoba mengatur napasnya yang memburu.
Moza kembali mengusap kepalanya sambil berbicara, "Ren, kalaupun aku pulang ke sini, itu adalah kemungkinan terkecil. Rumah aku sudah di jual, keluarga pun gak banyak di sini," ucap gadis itu. "Pulang ke rumah Mama? Itu akan terjadi tapi kemungkinan juga nggak. Mama punya banyak uang dan banyak waktu untuk berpergian, jadi kemungkinan Mama yang akan ke Belanda, bukan aku yang pulang ke sini."
Kini matanya mulai basah karena ucapan gadisnya. Ia melihat Moza yang terlihat tegar dan mendekatinya untuk memeluknya sekali lagi. Pelukan ini adalah pelukan paling hangat yang pernah Darren rasakan, pelukan yang paling akan Darren ingat sampai kapanpun.
Tanpa di sadari Darren, gadis itu menyelipkan secarik kertas di saku belakang celana kemudian mulai menangis tersedu di bahu cowok itu.
👑👑👑
Walau bagaimanapun, Darren akan tetap mengantar Moza ke bandara. Setidaknya hari ini adalah hari terakhirnya bertatap muka secara langsung dengan gadisnya. Ah, tidak, mantan gadisnya.
Moza mengatakan jika ia mengambil penerbangan jam delapan dan ia sudah bersiap di jam enam. Cowok itu menyisir rambutnya sambil bercermin, pandangannya benar-benar kosong, ia seperti tidak akan menyangka bahwa perpisahan akan kembali lagi dalam hubungannya dengan Moza.
Cowok itu menghela napas kemudian meletakan sisirnya dan kembali duduk di tepi ranjang. Ia mengambil album foto dengan sampul berwarna biru muda di nakas dan mulai membukanya.
Foto-foto gadisnya yang selalu sengaja ia jepret. Saat Moza makan, saat Moza sedang belajar, saat Moza menimang Nayla atau bahkan yang lain. Keduanya belum memiliki foto bersama selama menjalin hubungan, ia akan memintanya sekarang saja agar masih punya waktu untuk mencetak foto.
Setelah melihat album bersampul cokelat milik Moza, Darren juga jadi ingin memilikinya tapi ia ingin versi yang lebih lengkap bahkan ada foto keduanya. Tapi ia belum memilikinya.
Apa ia berangkat sekarang agar masih bisa meminta foto bersama sebelum gadisnya benar-benar pergi dan memiliki banyak waktu dengan gadis itu? Ah, Darren rasa iya.
Ia akhirnya bangkit berdiri, meletakan album bersampul biru itu kemudian hendak membereskan kasurnya yang masih berantakan. Namun baru saja hendak membereskan kasurnya sebelum pergi, secarik kertas berada di balik selimut tidurnya. Cowok itu mengambil secarik kertas berwarna kuning dan mulai membacanya.
Hai Darren, maaf aku udah bohongin kamu. Aku gak mau semakin hari semakin berat karena terus kepikiran tentang kamu, aku masih sayang sama kamu tapi keadaan buat kita pisah. Aku juga sebenarnya masih mau menetap di rumah itu, hanya saja perkataan Papa ada benarnya juga.
Aku gak pernah bahagia di rumah itu, rumah itu hanya berisi kenangan pahit saja. Rumah itu saksi di mana aku mencoba bunuh diri bahkan hingga puluhan kali, rumah itu juga saksi di mana aku gemar melukai diri sendiri. Menurutku, meninggalkan tempat itu dan semuanya adalah hal yang terbaik.
Aku mau minta maaf lagi sebelumnya. Maaf, aku gak bisa lanjutin hubungan kita. Terlalu banyak kesalahan aku terhadap kamu, terlalu banyak rasa sakit yang kadang aku kasih ke kamu. Sebelumnya aku benar-benar minta maaf, karena aku pergi lebih dulu.
Aku ambil penerbangan jam dua pagi, bukan jam delapan. Itu hanya alibi agar aku gak semakin sakit untuk meninggalkan kamu, kalau kamu membaca kertas ini sebelum jam dua belas malam, itu tandanya aku masih bersiap. Tapi kalau lebih dari itu, maaf aku udah pergi.
Apapun keadaannya nanti, kamu harus tetap sehat, kita akhiri hubungan dengan cara yang manis. Aku gak akan pernah lupain kamu yang cium bibir aku di pantai. Aku anggap ciuman itu adalah perpisahan untuk kita.
Moza A.C
Air mata sudah membasahi kedua pipi Darren, cowok itu langsung berlari dan bergegas mengendarai motornya menuju rumah Moza. Ia tidak percaya jika gadisnya membohonginya seperti ini.
Saat berada di depan rumah gadisnya, cowok itu membuka gerbang dan terkejut melihat beberapa orang yang sedang membersihkan semua peralatan rumah. Ia melihat Alina yang mengatur orang-orang memindahkan barang ke dalam mobil.
"Tante!" seru Darren.
Alina menolehkan kepalanya, melihat Darren yang sudah menangis. Mata wanita itu pun sembab karena semalaman menangis.
Cowok itu berjalan cepat menghampiri Alina.
"Moza di mana Tante?" tanya Darren sambil memegang kedua bahu wanita itu.
Alina bukannya menjawab, wanita itu kembali menangis membuat Darren semakin kebingungan.
"Tante, DI MANA MOZA?!" Kini Darren mulai berteriak.
Alina menggelengkan kepalanya sambil kembali terisak membuat Darren merasa hampa seketika. Ia meluruhkan tubuhnya, berjongkok di depan wanita itu dengan tangis yang kembali keluar.
Wanita itu ikut berjongkok di depan Darren dan mengelus kepala cowok itu secara perlahan.
"Katanya, Moza bahagia sama kamu," ucap Alina.
Darren tidak mendengarkan ucapan wanita itu, hatinya terlalu sesak ketika tahu bahwa gadisnya sudah pergi.
"Moza bilang, kamu jangan sedih, siapa tahu dia bisa kembali pulang walaupun cuma beberapa hari di sini. Semua hari yang dilalui kamu sama dia, buat dia benar-benar bahagia dan mensyukuri hidupnya," ucap Alina lagi.
Ia menyesali dirinya. Harusnya ia menginap di rumah Moza agar tidak seperti ini, bahkan hanya untuk mengantar gadisnya ke bandara. Darren merasakan sakit hati yang luar biasa saat ini karena kebohongan gadis itu dan juga kepergiannya.
Tapi bagaimanapun penyesalan tidak akan membalikkan semuanya.
THE END
AH, AKHIRNYA TAMAT JUGA!1!1 maaf endingnya begini, karena aku emang sengaja hehe.
Bagaimana perasaan kalian setelah membaca bagian ini? (Wajib jawab)
Ah, selesai juga ya akhirnya huhu aku seneng banget bisa tamatin nih cerita. Btw ini cerita bahkan hampir dua tahun loh.
Ayo lemparkan unek-unekmu di sini, apapun aku terima.
Oh iya, siapa tau ada yang mau ditanyakan soal apapun itu, cerita ini, kehidupan aku, atau apapun lah, bakalan aku jawab! Yuk yuk, open QnA dan ketik pertanyaan kamu di sini
Btw, cerita baru akan segera dirilis terus pantengin lapak ini ye wkwk. Sedih juga sih anjir udah selesai gitu aja ni cerita:( tapi gak papa aku proud dengan diriku sendiri.
Semakin banyak komentar dan anti sider, semakin aku pertimbangkan adanya extra part. Oke sip.
Jangan lupa isi QnA nya, aku tunggu. See u broisquw❤️❤️
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro