58. Sisi yang Hilang
Nyariin ya gak update² sampe jam segini😂 Nah gitu dong kalo ditargetin komennya sampe tembus, kan aku jadi seneng🌝
Target lagi bagian ini tembus komen 150++
Tadinya bagian ini mau aku potong jadi dua, berhubung part nya udah kebanyakan jadiin satu aja.
Btw aku nabur bawang di bagian ini, tapi dikit jadi kalian gak akan nangis h3h3.
Bagian Lima puluh delapan.
Whatever the situation, mom always be good person.
–The Cold Princess-
Moza sudah memperingatkan berkali-kali agar Darren tidak menggunakan kata aku-kamu tapi sepertinya cowok itu tidak mengindahkannya sama sekali. Moza juga sudah tidak peduli, terserah cowok itu saja ingin melakukan apa.
Ini adalah hari keempat Moza setelah tidur tiga hari. Gadis itu sudah tidak terlalu mendapatkan pengobatan fisik, tapi ia mendapatkan pengobatan psikis yang sangat besar. Setiap enam jam sekali, psikiater selalu datang ke ruangannya, bertanya, dan mengajaknya bercanda agar pikiran gadis itu tidak terlalu berat dan juga untuk mencoba menghapus perlahan ingatan-ingatan buruk agar ia tidak berpikir untuk menyakiti diri sendiri lagi.
Kali ini Darren membawa Moza ke taman rumah sakit, gadis itu menolak menggunakan kursi roda padahal pahanya masih memiliki luka. Katanya, "Jangan bikin gue makin keliatan kayak orang sakit."
Oke, turuti saja.
Tangan Darren merangkul bahu Moza menuju salah satu bangku di sana, keduanya terduduk kemudian terdiam. Sesekali Darren membenarkan letak infus juga tiang infus gadis itu agar tidak menggangu. Satu tangan Darren sedari tadi menggenggam tangan Moza, ia seperti enggan kehilangan gadis itu. Darren sudah melakukan hal seperti ini berkali-kali padanya.
"Sekolah gimana?" tanya Moza.
Memang, setelah Moza tersadar, Darren seakan membungkam mulutnya. Cowok itu tidak pernah berbicara tentang sekolah, saat keempat teman cowok itu menjenguk pun seolah sudah mengatakan bahwa tidak boleh membawa nama sekolah dihadapannya.
"Gak gimana-gimana," balas Darren.
Moza menghela napasnya. "Waktu video itu pernah terputar pas SMP, sekolah gempar. Gue gak yakin kalo di SMA baik-baik aja."
Ibu jari Darren bergerak mengelus tangan Moza yang ia genggam. "Jangan ungkit lagi, lupain ya."
"Gimana gue mau lupain? Gue seperti hilang harga diri karena video itu."
Kepala Darren menoleh, ia melihat sisi wajah Moza. Gadis itu masih menatap ke depan tanpa tertarik melirik cowok di sebelahnya.
"Mama kamu sering dateng ke sini sebelum kamu sadar, dia jagain kamu, dia bahkan nangis untuk minta maaf sama kamu. Mama kamu juga tahu kesalahannya, jangan jadiin beban ya," kata Darren.
Angin yang menerpa wajah keduanya membuat salah satu dari mereka merasa ingin tertidur. Kepala Moza tiba-tiba sudah bersandar di bahu Darren, mata gadis itu sudah tertutup. Tangan yang menggenggam tangan Moza Darren lepas kemudian beralih ke atas. Ia merangkul bahu gadis itu dan menepuk-nepuknya pelan menjaga tidur gadisnya tetap nyaman.
👑👑👑
Reza mendongak ketika melihat sekaleng soda menggelinding menghampirinya. Ia melihat Alia yang membawa sekantung belanjaan berdiri tidak jauh darinya.
"Eh, Alia," ucap Reza.
Cowok itu sedari tadi sedang berjongkok di hadapan rumahnya sembari memberi makan kucingnya. Ah, bukan kucingnya, tapi kucing milik almarhumah adiknya.
Alia ikut berjongkok di sebelah Reza, gadis itu ikut mengelus kepala kucing. "Kenapa gak sekolah-sekolah, Ja?"
"Keluarga Nenek di Solo ngajak gue buat tinggal di sana, gue mau pindah, Al."
"Loh, kok pindah? Kenapa? Lo kan belum lama di SMARPU masa pindah gitu aja?" ujar Alia.
Kepala cowok itu menggeleng. "Sekolah pasti gempar, ya?"
"Ja, bukan itu." Alia berusaha mengalihkan pembicaraan Reza.
"Awal masalah itu dari gue, gue yang punya video itu."
Alia terdiam, ia mulai mendengarkan ucapan Reza dan berhenti menyela. Ia malah kembali bertanya. "Lo yang sebar video itu lewat Kak Shei?"
Reza menatap Alia, kemudian menghela napasnya. "Rasanya kalo gue datang dan minta maaf ke Moza terlalu salah buat dilakuin. Tapi, kelakuan gue selalu bikin Moza merasa seperti itu–"
"–bukan gue yang sebarin video itu ke grup angkatan sekolah, itu benar kelakuan Sheila, tapi video itu dari hp gue. Gue juga ikut salah sama masalah ini."
Lagi, Reza kembali menghela napasnya. "Kalo yang dikirim ke Darren, itu bener gue yang lakuin karena gue terlalu cemburu sama Darren, gue selama ini berusaha buat dapetin Moza tapi Darren yang dapet. Gue gak suka kalo Moza sama cowok lain, gue terlalu suka sama Moza. Tapi kalo yang satu sekolah, itu Sheila–"
"–Sheila tahu kalo Moza deket sama gue, Sheila marah ke Moza, Sheila marah ke gue, Sheila marah ke Om Jordi, hari itu gue putus sama Sheila dan hari itu pula hubungan Om Jordi sama Tante Marina berakhir. Om Jordi yang mutusin hubungan, Tante Marina sampai gak makan berhari-hari dan itu buat Sheila makin marah sama Moza."
Alia mendengarkan semua ucapan Reza, ia tidak berani bersuara sama sekali.
"Tante Marina sudah mencoba merebut perhatian Moza supaya Om Jordi suka sama dia sampai mengabaikan anaknya sendiri. Sheila pikir, Moza terlalu mendapatkan semuanya. Moza dapat perhatian Tante Marina, Moza dapat gue, Moza dapat kepopuleran, dan segalanya. Sebelum putus, Sheila juga pernah mengancam gue buat jatuhin Moza atau nggak video itu disebar. Gue sayang sama Moza, gue gak mau hancurin hidup Moza, dan gue malah memilih buat putusin Sheila. Gue buat keputusan yang salah..."
Tangan Alia langsung merangkul bahu Reza, gadis itu mengelus perlahan, mencoba menenangkan cowok di sebelahnya.
Mata cowok itu menatap mata Alia, pelupuk mata Reza sudah berair dan beberapa detik kemudian luruh begitu saja. "Gue udah hancurin hidup Moza, Al."
Alia langsung beralih, gadis itu berjongkok di depan Reza kemudian meletakan kepala cowok itu di bahunya, tangannya mengelus perlahan punggung Reza.
"Bukan semuanya kesalahan lo, Alia tahu, Eja gak akan sejahat itu."
👑👑👑
Sebelum Darren benar-benar meninggalkan Moza yang sudah tertidur, tangan cowok itu menyempatkan untuk mengelus kepala gadis itu. "Tidur yang nyenyak, cepat sehat ya," bisiknya kemudian berjalan keluar meninggalkan Moza yang sudah terlelap sendirian.
Saat suara pintu yang tertutup berbunyi, dua puluh detik kemudian Moza kembali membuka matanya. Sejauh ini Moza masih menyukai cowok itu, walaupun jika ditelaah secara rinci lagi seharusnya ia menjauhinya saja. Tapi ketika melihat tatapan Darren yang begitu khawatir, peduli, dan juga rasa bersalah saat menatapnya membuat ia juga seperti merasa ingin terus bersama.
Ceklek
Papanya datang, tidak dengan Nayla. Pria itu duduk di sebelah brankar Moza kemudian meletakan kantung plastik yang tadi ia bawa. "Kok belum tidur?"
"Waktu Moza belum sadar, Mama sering ke sini ya, Pa?" tanya Moza.
Kedua sudut bibir Jordi terangkat. "Maafin Papa, Papa tahu kamu gak suka disentuh Mama, tapi, Mama sudah ta—"
"Mama kaget liat keadaan aku?" Moza langsung memotong ucapan papanya.
"Jelas, dia malah lebih kelihatan gak perca—"
"Kalo Papa, gimana?" Lagi, ucapan papanya kembali dipotong.
Jordi terlihat menghela napasnya, tangan pria itu terulur mengelus kepala putri sulungnya. "Kalau ditanya apa yang Papa rasain saat tahu keadaan kamu begini, Papa juga ingin ikutan seperti kamu."
"Mama kamu juga sama, dia datang dan marah sama Papa. Dia kira kalau Papa lalai jagain kamu, walaupun emang iya kenyataannya. Papa kaget ternyata kamu punya masalah sama mental kamu, Papa gak percaya kalau kamu bisa nekat menyakiti diri sendiri bahkan sampai ingin mengakhiri hidup." Kedua tangan Jordi turun, ia menggenggam tangan putrinya. "Mama kamu hampir putus asa lihat kamu punya banyak luka. Dia sebenarnya sayang sama kamu."
"Papa inget kan gimana cara Mama pas ke rumah, pas dia narik tangan aku secara paksa buat ikut dia. Dari mana kata sayang yang terselubung di sana?"
Jordi masih tersenyum. "Dia mau bawa kamu sama Nayla pas tahu Papa mau nikah lagi, tapi kamu nolak secara kasar dan bikin Mama kamu emosi, jadi dia lakuin hal itu ke kamu."
Mata Moza masih terpaku pada tatapan papanya.
"Za, kamu inget kan, waktu kamu kecil, Mama kamu suka beliin mainan?"
Moza mengangguk, tidak sulit baginya untuk mengingat setiap kejadian-kejadian tentang Mamanya.
"Dia sayang banget sama kamu, setiap dia mau pergi buat kerjaannya, dia selalu bilang ke Papa, 'Jagain anak aku, kasih makanan yang sehat,, jangan nunggu aku pulang, buat Moza tidur lebih cepat biar anak aku bisa istirahat yang cukup.'," ujar Jordi. "Setiap kamu udah tidur, diam-diam Mama kamu suka buka pintu kamar kamu, cek keadaan kamu sudah tidur beneran atau belum. Dia suka kasih mainan buat kamu lewat Papa karena dia malu sama kamu," lanjutnya.
"Waktu dia hamil Nayla, dia selalu bilang kalau dia gak mau punya anak lagi karena dia gak tahu bagaimana cara menjaganya nanti. Mama kamu takut kalau Nayla bakal seperti kamu yang selalu manggil-manggil nama dia dan selalu puji dia. Dia tahu kamu di sekolah diolok-olok sama temen-temen, dicap anak pelacur, dan hal buruk yang lain. Makanya dia mencoba gugurin kandungan karena takut Nayla akan punya hidup yang sama seperti kamu," ucapan Jordi terjeda. "Hidup dengan penuh hinaan."
Moza tidak ingin menangisi mamanya, tapi mendengar semua apa yang dikatakan sang papa membuatnya tidak bisa menahan air matanya lagi.
"Mama itu sayang sama kamu, hanya saja dia pakai cara yang salah. Dia perhatian banget sama kamu, tapi terlalu malu untuk ditunjukin secara terang-terangan di depan ka—"
"Aku mau ketemu Mama, Pa!"
👑👑👑
Canggung. Satu kata yang menjelaskan suasana kedua orang itu.
Alina datang, ia masih berdiri di hadapan brankar Moza. Tidak mendekat, tidak bergerak, hanya menunduk saja. Jordi sudah keluar dari ruangan itu, menyisakan kedua perempuan yang sama-sama sedang bergelut dengan pikiran mereka.
"Ma—"
"Za—"
Keduanya berbicara bersama. Alina mengangkat kepalanya melihat Moza yang terduduk di atas brankar.
"Mama duluan," kata Moza.
Alina mulai berjalan mendekati putrinya, ia berdiri di samping gadis itu dan duduk secara perlahan di tepi brankar. Tangannya terulur mengambil tangan Moza yang terdapat infus dan mulai menggenggamnya.
"Maafin Mama," lirih wanita itu, ia bahkan menundukkan kepalanya lagi, malu walaupun berhadapan dengan putri kandungnya sendiri. "Maafin semua perlakuan Mama terhadap kamu, Mama akui Mama salah, maaf karena Mama terlalu pedulikan ego dan menuruti keinginan ego Mama." Perlahan nada bicara Alina menurun hingga sebuah isakan terdengar.
"Maafin Mama yang udah jadi beban di hidup kamu, maafin Mama kamu jadi bahan olokan teman-teman kamu, maafin Mama karena kamu menanggung malu karena kerjaan Mama. Tolong maafin Mama, Za..." Ucapan pilu itu terdengar langsung dari mulut Alina, kepala wanita itu menunduk semakin dalam hingga mencium tangan putrinya. Moza yang melihat itupun tertegun, baru kali ini Moza melihat mamanya menangis, sebelumnya Moza tidak pernah melihat mamanya sampai merasa bersalah seperti ini.
"Jangan pernah berpikiran untuk mati, Mama sayang sama kamu, jangan pernah sakiti diri sendiri lagi. Kamu sakit, Mama juga ikut sakit."
Moza bisa melihat bahu mamanya bergetar hebat, ia juga sudah merasakan bahwa tangannya sudah terasa basah. Mamanya menangis karena kesalahannya.
"Mama malu sama kamu, Mama bingung untuk kembali berdamai sama kamu. Mama sadar kesalahan yang Mama perbuat terlalu besar bahkan dimaafkan pun rasanya salah. Tapi cuma ini yang bisa Mama lakuin ke kamu," kata Alina kemudian tangisnya kembali terdengar.
Sebelah tangan Moza menepuk bahu Alina.
"Ma..."
Alina mengangkat kepalanya, ia melihat wajah Moza yang memerah dengan pipi yang sudah basah. Kedua mata gadis itu juga berkaca-kaca sehingga membuat pelupuk matanya berair.
Moza tetap anak kandung Alina, ia tetap merasakan batin sang mama. Ia ikut menyesal mendengar semua penuturan mamanya, ia ikut merasakan sesak atas apa yang Alina lakukan padanya.
"Jangan nangis," kata Alina sambil menghapus air mata di pipi gadis itu.
"Aku mau minta maaf, Ma." Moza akhirnya bersuara.
Alina menggeleng. "Mama yang salah, buat apa kamu minta maaf. Mama yang buat kamu menderita kenapa kamu minta maaf, ini mur—"
"Maafin aku, Ma!" Moza memotong ucapan mamanya dengan berteriak. Alina yang melihatnya pun terdiam.
"Maafin aku yang udah benci Mama selama ini, aku kira Mama benci aku, karena itu Mama gak pernah mau sentuh atau ngajak aku bicara."
Mata gadis itu menatap manik mata sang mama. "Kenapa Mama harus perhatian sama aku pas aku sudah tidur? Kenapa Mama selalu beliin aku mainan dan dikasih lewat Papa? Mama sayang aku tapi kenapa harus nunjukin nya dibelakang?"
Bahu Moza mulai bergetar.
"Kesalahan terbesar yang pernah Mama lakukan adalah, bilang ke kamu kalau Mama tidak pernah cinta sama Papa kamu," kata Alina. "Harusnya Mama tidak usah bilang seperti itu, seharusnya Mama diam saja supaya kamu tidak benci sama Mama. Mama juga sakit hati kalau tahu kamu membenci Mama," lanjutnya.
"Dari kecil aku mau rasain enaknya dipeluk Mama, disisirin rambutnya sama Mama, dimasakin sarapan sama Mama, dibacain cerita sebelum tidur sama Mama–" ucapan Moza terhenti ketika napasnya mulai tidak teratur karena tangisnya. "Aku mau rasain dicium sama Mama," lanjutnya kemudian tangisnya kembali terdengar.
Kepala gadis itu tertunduk, helaian rambutnya mulai menutupi wajahnya. Alina menyingkirkan rambut itu ke belakang telinga gadisnya. Wanita itu mendekatkan wajahnya kemudian mengecup kening putri sulungnya yang membuat tangis Moza semakin kencang.
Tangan Moza yang digenggam Alina mengepal kemudian menarik tubuh mamanya dan memeluknya. Alina yang mendapat perlakuan hal itu terkejut, ia juga ikut menangis. Satu tangan wanita itu terulur mengelus rambut panjang putrinya, dan sesekali mengecup pelipis gadis itu.
Sedangkan Moza sudah menyembunyikan wajahnya di ceruk leher sang Mama dengan kedua tangan yang sudah melingkar di pinggang Alina.
"Aku sayang Mama," ucap Moza di sela tangisnya.
"Mama jauh lebih sayang sama kamu."
Akhirnya Moza dapat menemukan satu sisi hatinya yang kosong. Ruang kasih sayang seorang ibu akhirnya terisi hari ini. Dan Moza bersyukur akan hal itu.
Bersambung...
Bagaimana perasaan kalian setelah membaca bagian ini? (Wajib jawab)
Oh iya kata kalian aku buat cerita baru yang genre teenfic atau romance?
Bantu vote ya yeorobun
Teenfiction
Romance
Yang udah vote terimakasih banyak, sayang aku sama klean😗😗 bagian berikutnya ada kejutan, tolong pada vote dan komennya ya yeorobun 😊😊
See u in Friday Brois😗 mulai Minggu depan aku update Jumat Sabtu ya. Have a nice day!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro