Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

55. Bitch

Sepertinya update 2 kali seminggu diundur, lagi banyak pikiran banget huaa😭 tapi tenang aja tetep update tiap Sabtu kok. Ini kan udah hampir tembus 200k gitu ya, maybe nanti kalo setres aku sedikit berkurang bakal buka vote lagi buat update hari ke dua.

Jangan lupa banyakin komen. Minimal 100 komen lah wkwk

Happy reading ❤️

Bagian Lima puluh lima.

Bahkan mulutnya pun lebih mahal ketimbang harga dirinya.

-The Cold Princess-

Disa mencoba untuk menenangkan dirinya di dalam taksi. Ia meminum sebotol air, mengatur deru napasnya agar teratur, dan mencoba mengipasi dirinya dengan tangannya.

Wanita hamil itu mengambil ponselnya, memainkannya sekejap kemudian menempelkan benda pipih itu ke telinganya.

"Maaf nomor yang anda tuju, tidak dapat dihubungi-"

"Ah, kenapa gak aktif!"

Disa kembali menelpon tapi dengan nomor yang berbeda. Disa menggunakan nomor perusahaan.

"Halo deng-"

"Jordi ada di kantor?" sergah Disa.

"Dengan siapa?-"

"Jawab, Mbak!" seru Disa. Saking lantangnya, sang supir taksi pun ikut terlonjak kaget.

"Ada sesuatu yang ingin disampaikan? Sa-"

"Saya Disa Adinata, tolong sambungkan telpon ini ke Jordi atau saya suruh suami saya untuk usir kamu dari perusahaan Jordi," ancam Disa yang membuat tiba-tiba saja telponnya kembali menghubungkan, pekerja tadi rupanya langsung menyambungkan telponnya.

"Ya-"

"Jordi, ini Disa. Kita perlu bicara." Nada di dalam kalimat yang diucapkan Disa sangat menekan. "Sekarang," lanjutnya.

Helaan napas terdengar. "Disa, saya sedang kerja. Nanti saja."

"Jordi, ini tentang anak kamu!"

"Moza? Sekarang keadaan dia bagaimana?"

Disa mengernyitkan dahinya. Jordi tahu Moza sakit?

"Kamu tahu Moza sakit?" tanya Disa.

"Nggak, ya semoga saja tidak. Tapi saya takut Sheila melakukan hal berbahaya pada Moza."

"Kamu telat," kata Disa yang membuat Jordi yang di ujung sana tidak mengeluarkan suara. "Sekarang Moza di rumah sakit, mental dia rusak," lanjutnya.

"Ah, anak itu!" umpatan Jordi terdengar di telinga Disa.

"Kenapa, Di?"

Helaan napas kembali terdengar. "Tidak," jedanya. "Moza di rawat di rumah sakit mana? Saya akan ke sana setelah pekerjaan saya selesai, saya minta tolong untuk jaga Moza sebentar ya, Sa."

👑👑👑

"Berapa persentase temen sekelas kita yang percaya sama penjelasan lo?" Walaupun mulutnya sedang berbincang dengan orang lain, tatapan mata Darren tetap tertuju pada siswa-siswa yang menatapnya tajam. Cowok itu tidak segan membalas tatapan mereka dengan lebih tajam lagi, bahkan jika Darren sudah benar-benar kesal, cowok itu bahkan sampai mengajak ber- duel.

"Mungkin, empat puluh lima persen?" Alia pun ragu dengan jawabannya. "Ya lagian kan pendapat orang beda-beda. Ada yang percaya dari telinga, ada yang percaya dari mata, atau yang lebih pintar lagi harus ada dua bukti dari mata dan telinga."

Alia meletakan botol air mineralnya di atas meja. "Lo juga pas pertama liat kan ngamuk, ya mereka juga sama."

"Apa lo, gak enak sama gue? Maju sini!" seru Darren.

Alia mengikuti arah pandang Darren, cowok itu menatap salah satu siswa laki-laki yang sedari tadi memperhatikan tempatnya dengan Alia. "Udah, Ren.".

Mata Darren beralih menatap Alia. "Kesel gue, Al. Berasa emang beneran gue macarin lonte tau gak."

"HEY YO MIE AYAM BU LILIS CHECK!" seru Luis yang membawa nampan berisikan lima mangkuk mie ayam yang kemudian diletakan di atas meja. Tak lama, Adnan ikut datang membawa empat botol air mineral di kedua tangannya. Keduanya duduk setelah makanan dan minuman mereka terbagi.

"Dito mana?" tanya Alia.

"Tuuu." Luis menunjuk Dito yang sedang membeli es krim dengan dagunya.

"Cepetan gitu, mie ayamnya dingin nanti gak enak," kata Alia.

"Bilang aja lo mau dua porsi, Al," balas Adnan yang membuat Alia terkekeh mendengarnya.

Keempatnya langsung menyantap makanan mereka. Walaupun di sekolah sudah tidak ada belajar karena ujian telah selesai, namun acara pentas seni terus berlanjut hingga hari pembagian buku raport.

Drt...

Keempatnya menoleh, melihat ponsel Dito yang berada di atas meja bergetar. Darren membaca nama yang tertera di layar ponsel itu, Rendi, spam chat masuk pada handphone Dito.

"DITO INI HP LO!" teriak Luis.

Drtt...

Tak lama, ponsel Alia yang berdering. Gadis itu menatap layar ponselnya, keningnya berkerut.

"Siapa, Al?" tanya Darren.

Alia memperlihatkan layar ponselnya, nama Aruna tertera di sana. "Ada apa Aruna telpon? Idol lo keluarin album baru?" tanya Darren.

Gadis itu mengendikkan bahunya kemudian menggeser ikon di ponselnya kemudian menempelkannya pada telinga. "Halo Run, ada apa? Tum-SERIUS?!"

Ketiga laki-laki yang sedang memakan mie ayam di hadapan Alia terlonjak, Luis yang sedang meneguk air pun sampai tersedak.

"Kenapa, Al?" tanya Adnan.

Alia menatap ketiga laki-laki di hadapannya, gadis itu langsung menjepit handphone-nya diantara telinga dan bahunya. "Nan, pinjem hp lo cepet."

Ketiganya tidak ada yang melanjutkan makan, mereka menatap Alia yang kini wajahnya tengah panik. Adnan menyerahkan ponselnya pada Alia begitu saja tanpa bertanya.

Saat Alia tengah mengotak-atik ponsel Adnan sambil berbicara dengan lawan bicaranya di telpon, Dito datang dan langsung duduk di sebelah Alia.

Alia menoleh ketika melihat Dito yang duduk di sebelahnya. "Dit, Rendi spam chat ke lo," kata Darren.

Dito mengambil ponselnya, ia membuka benda pipih itu dan membaca pesan masuk. Dan saat itu pula, Alia menghela napasnya. "Makasih ya, Run." Kemudian Alia menutup telponnya.

"Aruna ngomong ap-"

"Anjing!"

Belum selesai Darren bertanya, Dito tiba-tiba saja mengumpat.

"Kenapa, Dit?" Luis menarik ponsel Dito.

Alia menundukkan kepalanya sambil menyerahkan ponsel Adnan kepada Darren.

"Aruna tanya fakta tentang ini," kata Alia.

Darren mengambil ponsel Adnan dari Alia kemudian membaca satu artikel di blog sekolahnya.

MOZA ARIESHA SISWI TELADAN YANG RUPANYA MENJUAL DIRI DI LUAR SEKOLAH.

Tangan Darren yang memegang ponsel Adnan menguat. Kilatan amarah cowok itu datang kembali, emosi yang menguap tadi pagi kembali datang.

"Bilang ke gue, Al. Siapa yang lakuin ini?"

Alia menatap mata Darren ragu. "Anak jurnalis yang selalu publish di blog sekolah," cicit Alia.

Tanpa berbicara apapun lagi, Darren langsung meninggalkan kantin sembari berlari. Bahkan, ponsel Adnan pun Darren bawa. Keempatnya pun langsung mengikuti Darren.

Tanpa ba-bi-bu lagi, ketika Darren telah sampai pada ruang jurnalis, cowok itu langsung menendang pintu, membuat siswa yang berada di sana langsung terlonjak kaget.

"SIAPA YANG SURUH KALIAN PUBLISH TENTANG MOZA?!"

Sekitar lima belas orang di ruang jurnalis itu terdiam menatap Darren.

"KALIAN GAK TAHU APA-APA, BISANYA CUMA SEBARIN HAL BURUK DOANG!"

Brak!

Darren menendang salah satu kursi di sana. Cowok itu berjalan mendekat ke arah siswa jurnalis yang mulai memojokkan tubuh mereka. Pandangan Darren tak sengaja menatap layar monitor yang menampilkan berita tadi yang ia baca.

"Apa ini jual diri? Sok tahu banget kalian, tahu rumahnya Moza aja kagak, kan?" Darren langsung menarik mouse kemudian melemparkannya pada layar monitor itu. "Sampah!" serunya sembari menatap seluruh siswa jurnalis di hadapannya.

"Darren!" panggilan Alia membuat cowok itu menoleh. "Ayo balik, jangan ngerusuh."

"Nanti, Al. Gedek gue liatnya, kagak tau apa-apa tapi kalo sebar berita kek orang tolol. Kalian sadar gak sih yang kalian lakuin itu bikin nama sekolah kita buruk."

"Sebenernya kita publish masalah itu bukan kemauan kita," ucap salah satu siswa jurnalis itu.

Darren terdiam, ia mengernyitkan dahinya. "Bukan kemauan kalian?"

Lima belas siswa jurnalis itu mengangguk. "Iya, lagian siapa yang mau bikin nama sekolah sendiri tercoreng?"

"Kal-" ucapan Darren terpotong ketika ia sadar sesuatu. "Aish, SHEILA!"

Cowok itu kembali berlari keluar meninggalkan ruang jurnalis menuju kelas Sheila. Sedangkan keempat teman Darren hanya menghela napas mereka.

"Ah, hp gue..." lirih Adnan.

👑👑👑

"Lo temen-temennya Sheila, kan?" tanya Darren ketika sudah sampai di depan kelas Sheila.

Segerumpul perempuan itu menatap Darren tajam. "Songong banget lo manggil Sheila kagak ada embel-embelnya. Berasa paling tua, lo?"

Demi apapun, rasa ingin menampar mulut pedas kakak kelasnya sangat tinggi. "Harus banget pake kata 'Kak', ya?"

"Ya iyalah, anak mana sih lo kaga tau etika banget!"

Darren berdecih. "Ya jelas gue anak Bandung, emangnya lo? Anak Bandung tapi kelakuan jahannam. Punten Teteh, salah server."

"Heh, lo ya!" seru gadis itu.

"Apa?" Darren menaikkan dagunya mulai menantang.

"Gak ada sopan santun banget lo sama kakak kelas. Inget, yang lebih tua itu harus dihormati!"

Seruan demi seruan yang dilontarkan oleh Darren dan kakak kelasnya menarik perhatian siswa yang berlalu-lalang.

Darren berkacak pinggang, masih menantang gadis di hadapannya. "Susah emang ngomong sama orang yang lahir duluan tapi otaknya belum keluar sampe sekarang," kata Darren.

"Ini nih yang bikin gue gak suka sama angkatan lo, yang cewek kek lonte, yang cowok mulutnya kayak banci!"

"Eh, lo pikir gue suka sama angkatan lo? Kagak bego!" Darren menatap tajam lawan bicaranya.

"Asal lo tahu, angkatan lo adalah angkatan paling gak waras yang pernah gue tau! Minta-minta banget dihormatin adik kelas, giliran udah dihormatin eh malah belagu. Mikir dong, lo kira angkatan gue takut? Kagak! Lo bukan orang tua, bukan guru, bukan Tuhan, lo ngajak ribut sama gue? Gue sikat!" lanjutnya.

Siswa yang mendengarkan ucapan Darren menganga. Mereka tidak percaya ucapan cowok itu begitu menusuk hati kakak kelasnya. Bahkan yang satu angkatan dengan Darren sampai bersorak gembira. Unek-unek mereka akhirnya tersampaikan.

"Apanih rame-rame?" Sheila datang melewati kerumunan siswa di depan kelasnya.

Gadis yang tadi beradu bicara dengan Darren menoleh menatap Sheila. "Ini Shei cowoknya si lonte."

"ENAK AJA LO BILANG MOZA LONTE!"

Oke, selamat Darren. Karena unek-unekmu tersampaikan, kini angkatanmu mulai berani melawan. Siswa laki-laki yang satu angkatan dengan Darren, yang notabene-nya adalah fans Moza di sekolah mendengar ucapan kakak kelasnya kini berteriak.

"Mulut lo minta banget gue lempar ya, kita adik kelas lo berusaha sabar tapi kelakuan lo makin hari makin gak ada akhlak!"

Sheila mengernyitkan dahinya. "Lo ngomong apa sama Darren sampe adik kelas pada ngamuk?"

Bukannya menjawab, gadis itu malah memasuki kelasnya.

"Ngapain lo di sini?" tanya Sheila saat menatap Darren.

"Lo yang suruh anak jurnalis buat publish masalah Moza, kan?"

Sheila terlihat menahan tawanya. "Iya. Kenapa emang?"

Darren mengepalkan tangannya, cowok itu menatap lawan bicaranya dengan tajam. "Kenapa lo lakuin itu?"

"Cewek lo gatel sama cowok, wajar sih Elina bilang dia lonte." Sheila menatap Darren dengan senyum meremehkannya.

"Lo tahu kan berita itu bikin nama sekolah kita hancur?"

Sheila mengangguk. "Iya, tapi kalo sekolah kita tidak buka suara, pasti bisa aja banyak cewek yang ikutan dan terjerumus kayak cewek lo."

"Mulut lo..." Darren mendesis.

"Hahaha, cewek lo pantes dapet hal itu. Kalo aja tu cewek berangkat sekolah, udah gue labrak lagi," kata Sheila. "Lagian lo kok masih mau sih belain dia? Gila sih, itu lonte pake pelet apaan ya kok bisa-bisanya lo masih tetep bela dia."

"Lo tahu kan kalo di video itu bukan Moza?"

Sheila mengernyitkan dahinya. "Jelas-jelas itu dia."

Darren berdecih, "Cih, yang lo sebarin itu bukan Moza. Lo harusnya malu karena salah orang."

"Maksud lo?"

Darren mendekatkan bibirnya ke telinga Sheila. "Lo rupanya lebih tolol dari temen lo si Elina tadi."

👑👑👑

Ceklek!

Darren menolehkan kepalanya melihat sang bunda datang.

"Udah makan?" tanya Disa.

Cowok itu hanya menjawab pertanyaan Disa hanya dengan gelengan kepala.

"Kamu makan dulu sana, Bunda yang jaga Moza. Kita gantian."

Darren tersenyum kemudian bangkit dari duduknya. Cowok itu berjalan keluar ruangan menuju kantin rumah sakit untuk membeli beberapa makanan. Saat sampai di kantin, ia mengambil dua bungkus roti dan satu botol air mineral. Ia akan memakannya di ruangan Moza saja.

Saat berjalan di koridor rumah sakit sambil membawa makanan yang ia beli di kantin, seseorang yang Darren hapal wajahnya menatap dirinya. Ia terpaku melihatnya, orang itu benar-benar berdiri menatapnya, sehat, dan tidak ada cacat sama sekali. Saking terkejutnya, makanan yang dibawa Darren sampai terjatuh.

"Moza!" panggil Darren.

Bukannya menjawab, orang itu malah memasuki ruangan Moza sambil berlari. Darren langsung memungut makanannya lalu berlari menyusul orang itu.

Yang benar saja, gadisnya sudah sadar? Tapi kenapa tidak ada luka sama sekali?

Bersambung....

Jujur banget, aku belum revisi bagian ini. Ngetik asal ketik aja, aku harus konsisten sedangkan pikiran lagi kemana-mana. Jadi kalo ada kata yang gak paham, banyak typo atau yang lain maafkan yaa😭😭

Tapi tetep harus jawab pertanyaan ini, bagaimana perasaan kalian setelah membaca bagian ini? (Wajib jawab)

See u in next Saturday babe

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro