39. Perfect Alia
Bagian ini banyak cuap-cuap tentang hal Kpop. Yang tidak suka per KPop-an, boleh skip saja. Oke?
Bagian Tiga puluh sembilan.
Terlalu sempurna hidupnya, hingga rasanya aku ingin sekali menjadi dia.
-The Cold Princess-
"Moza?"
Moza menoleh dan menatap seseorang yang memanggilnya.
"Alia?"
Alia terdiam, menatap Moza dari ujung kepala hingga ujung kaki gadis itu. "Za..." lirih Alia.
"Ngapain lo?" Nada bicara Moza sama seperti biasa, ketus dan menekan.
Alia menggeleng, matanya berkaca-kaca, ia berjalan mendekati Moza. Sedangkan Moza siap mengambil ancang-ancang untuk lari dari tempat itu. Namun, ketika Moza ingin lari, lengan kanannya sudah tercekal. Alia menahannya.
Gadis itu tidak berbicara sama sekali, ia hanya diam sambil menatap wajah Moza, rasanya bukan seperti ini wajah Moza yang ia kenal, wajah Moza yang ia tatap kali ini adalah wajah yang lusuh, penuh masalah, penuh penderitaan, dan penuh dengan rasa sakit. Bukan seperti yang ia lihat setiap hari di sekolah yang terlihat sangat galak. Ia bingung dengan keadaan Moza kali ini.
Moza juga menatap mata Alia, mata gadis di hadapannya seakan berbicara bahwa ia kebingungan. Moza tahu akan seperti itu. Ia pun ketika melihat Alia, entah kenapa emosinya naik kembali. Matanya kembali berair. Ia menahan sekuat tenaga untuk tidak meluruhkan air matanya lagi.
"Za, kenapa?"
Dua kata itu sukses membuat Moza meluruhkan air matanya. Gadis itu menangis kembali.
Alia menarik tubuh Moza. Ia memeluk gadis cantik di hadapannya, membiarkan Moza meluapkan semua emosinya. Biarlah bahunya basah, Alia sedang tidak memikirkan itu sama sekali. Tangan Alia terus mengusap punggung Moza, sampai lima belas menit pun usai, dan Moza sudah meredakan tangisnya.
Alia merapikan poni Moza, mengelus kepala gadis itu dengan sangat lembut. "Mau gue antar pulang?"
Moza menatap Alia kemudian menggeleng.
"Kenapa? Ini udah malam, Za. Gak baik," ucap Alia.
"Gue gak pulang," jawab gadis itu dengan nada berbisik.
Alia terdiam. "Kenapa?"
Moza menggeleng kembali.
"Ada masalah keluarga?" tanya Alia.
Moza menatap Alia, ia terdiam. Alia mengerti gerak tubuh Moza, ia paham jika di rumahnya sedang kacau.
"Mau nginep di rumah, gue?" tawar Alia.
Kelopak mata Moza melebar, kenapa Alia begitu tahu isi pikirannya?
"Keluarga gue baik kok, mereka seneng kalo ada yang nginep di rumah. Ayo Za, ikut gue pulang aja," paksa Alia.
Entah kenapa, tubuh Moza tiba-tiba bergetar. Alia segera memeluk gadis itu kembali, sambil mengelus kepala Moza.
"Ayo pulang, besok kita masih ujian." Alia melepaskan pelukannya, mengelus bahu Moza. "Kalo gak mau pulang, kita ke rumah gue ya," lanjutnya.
Moza akhirnya mengangguk. Ia sedang bermusuhan dengan papanya, sedang ingin berjauhan dengan segala masalah di rumahnya hingga akhirnya ia memutuskan untuk ikut dengan Alia.
👑👑👑
"Assalamualaikum, Ma Alia pulang!" teriak Alia saat memasuki rumahnya.
"Waalaikumsalam, b aja dong gak usah teriak," ucap seorang cowok yang tingginya tidak jauh dari Alia, bahkan sepertinya usia cowok itu sepertinya tidak terpaut jauh juga. Mungkin ia adalah kakak Alia?
"Eh, bawa siapa lo?" tanya cowok itu lagi yang membuat Moza memundurkan diri, menutupi badannya lewat tubuh Alia.
"Temen gue mau nginep, sono lo masuk gue mau nganter temen gue ke kamar," ucap Alia lalu menarik lengan Moza untuk memasuki rumahnya, berjalan cepat dan masuk ke dalam kamar.
Alia menyuruh Moza untuk duduk di kasur. "Lo duduk dulu, gue mau cari baju ganti buat lo."
Moza mengangguk saja, ia melihat sekeliling kamar Alia, dan hanya dua kata yang bisa mendeskripsikan tentang kamar Alia yaitu, kpopers akut.
Moza dapat melihat box yang berada di atas lemari Alia, atau beberapa poster yang menempel di tembok. Beberapa lighstick yang terpajang di lemari kaca yang lumayan besar. Kamar Alia kecil, bahkan jika disamakan dengan kamar miliknya, kamar Alia hanya seperempatnya saja.
Ia berjalan ke arah dinding yang banyak terpajang beberapa poster di sana lalu melihatnya satu persatu. Mungkin hanya delapan poster saja.
"Eh, jangan dipegang! Bukan muhrim," ucap Alia tiba-tiba.
Moza menoleh menatap Alia yang datang menghampirinya sambil membawa pakaian yang mungkin akan ia kenakan.
"Suami gue gak boleh dipegang sama cewek lain, harom," kata Alia sambil menarik Moza untuk menjauh dari dinding.
"Lo ganti baju dulu ya, gue mau keluar sebentar," titah Alia. "Awas jangan pegang-pegang suami gue," lanjutnya.
Alia berjalan keluar kamar dan kembali menutup pintunya. Moza menggelengkan kepalanya, ada apa dengan Alia? Ia bahkan tidak tahu siapa di poster itu.
Ketika Alia sudah kembali ke kamarnya, Moza sudah duduk di kasur. Alia langsung menghampiri Moza dan duduk di sebelahnya, membuka kotak P3K yang ia ambil sebelumnya.
"Lukanya dibersihkan dulu, abis itu kita makan. Mama gue barusan abis masak karena kebetulan gue juga belum makan," ucap Alia. Gadis itu menarik lengan Moza kemudian membersihkan luka di lengan Moza yang masih basah dan mengobatinya secara perlahan.
Alia menutup luka Moza dengan plester. "Oke sudah selesai, mari makan!" seru Alia kemudian berdiri hendak berjalan menuju dapur. Namun lengannya tercekal oleh Moza. Alia menoleh, menatap Moza kemudian kembali duduk di sebelah gadis itu.
"Ada apa?" tanya Alia.
Moza menghela napasnya kemudian menunjukan tangannya yang baru saja diobati oleh Alia. "Jangan kasih tau siapapun soal ini," ucapnya.
"Terutama Darren."
Alia tersenyum kemudian mengangguk. "Tenang aja, gue tau ini privasi lo. Sekarang makan yuk!" Gadis itu berjalan lebih dulu meninggalkan kamar.
Moza menatap punggung Alia yang sudah menghilang dari pandangannya. Pantas saja Darren sangat betah berteman dengan Alia, hingga menjadi sahabat yang terjalin sudah hampir lima tahun. Alia memang terkenal di sekolah karena sifatnya yang sangat easy going. Ia bersyukur karena dipertemukan dengan Alia ketika keadaannya sedang seperti ini.
👑👑👑
"Kalo yang ini namanya Mas Doyoung," ucap Alia sambil menunjuk poster yang sempat Moza hampir menyentuhnya.
"Kalo yang paling atas itu Mas Sehun, kenapa gue taruh di atas karena Mas Sehun itu suami pertama alias suami paling tua, jadi tempatnya paling atas," ucap Alia lagi.
Moza menganggukkan kepalanya. Alia kemudian duduk di sebelah Moza kembali. "Kalo di box itu apa?"tanya Moza.
"Oh itu album," jawabnya. "Mau liat?"
"Boleh."
Alia menggeser kursi belajarnya kemudian menaiki kursi itu untuk mengambil box di atas lemari. Terdapat hampir lima box yang Alia ambil dari atas lemari. Alia meletakan box itu di atas kasur. Moza melihat box itu dan ketika Alia membukanya, satu box rupanya terdapat 8 album. Jika dikalikan, berarti terdapat 40 album yang Alia punya.
"Banyak banget," ucap Moza. Alia menatap gadis di hadapannya ketika mendengar suara. "Uang abis berapa?" lanjutnya.
Alia tersenyum. "Tau dah berapa juta," ucapnya. "Gue kan setiap bulan dapet beasiswa kayak lo, ya uangnya gue pake buat ini."
"Kalo lo? Uangnya dipake buat apa?" tanya Alia.
Moza mengendikkan bahunya. "Gak dipake sama sekali," jawabnya.
"Wih, kalo gue sih mungkin udah nambah beli printilan K-Pop yang lain. Ini aja gue belum beli stiker dinding yang NCT, niatnya bulan depan mau beli," ucap Alia sambil membuka salah satu album.
"Katanya lo juga pernah nonton konser, ya?" tanya Moza.
Alia mengangguk. "Pas nonton konser itu, A Gara masih di sini, jadi dia yang bayarin. Padahal gue bilang, uang gue juga cukup, tapi katanya uang gue buat beli yang lainnya aja."
Moza mengangguk-anggukkan kepalanya, ia melihat Moza yang sedang membuka album yang bertuliskan NCT DREAM.
"Nah, lo mau liat suami kedua gue gak, nih? Sini gue kenalin sekalian," kata Alia. Jari gadis itu menunjuk salah satu member berwajah cute walaupun dengan setelan jas hitam yang gagah.
"Ini namanya, Haechan," kata Alia.
Moza melirik salah satu member di photo book itu. "Al, kalo yang ini siapa?" tanya Moza.
"Kalo yang ini Renjun," jawabnya.
Moza menarik kedua sudut bibirnya kemudian terkekeh. "Ganteng ya."
Alia terkejut, barusan Moza terkekeh? Moza tersenyum lebar?
"Ah, cantiknyaa!" seru Alia saat melihat wajah Moza yang terkekeh.
Moza langsung terdiam. Kini Alia yang terkekeh, "Hehe gak papa kali sans sama gue mah!" seru Alia yang membuat Moza kembali tersenyum.
"Kalo gue suka sama Renjun boleh, ga?" tanya Moza.
"Wah boleh dong! Asal jangan suka Echan sama Jeno aja, harom! Suami gue soalnya."
👑👑👑
"Neng, ini selimutnya," ucap Mama Alia kepada Moza.
Moza tersenyum kemudian mengangguk. "Makasih Tante."
"Ish, jangan Tante, panggil aja Ibu."
Moza mengangguk. "Makasih Ibu."
"Nah, begitu! Ya sudah kamu tidur sama Alia ya, selamat malam sayang," ucap Mama Alia yang menarik Moza dan mencium pipi gadis itu. Mama Alia pun bergeser dan mencium kening putrinya. "Mimpi indah ya sayang," kata Mama Alia kepada putrinya.
Alia tersenyum mengangguk. Mama Alia keluar dari kamar putrinya, dan saat itu Alia langsung bangkit duduk. "Ah, gue belum belajar tai!" seru Alia.
Moza menatap Alia yang turun dari kasurnya menuju meja belajar dan mengambil beberapa buku pelajarannya, menarik lampu belajarnya untuk berada di kasur. "Moza mau ikut belajar gak?" tawarnya.
Alia membuka jadwal ujian, melihat jadwal ujian kelas IPA. "Besok IPA mapel fisika, bentar gue cari dulu bukunya," kata Alia lalu bangkit menuju meja belajar lagi.
"Al?" panggil Moza.
"Iya bentar Za gue lagi cari buku fisika dulu biar lo belajar," ucapnya.
"Lo kan anak IPS, Al."
Tangan Alia langsung berhenti bergerak. "Oh iya ya, gue anak IPS mana ada belajar fisika."
Moza terkekeh. "Udah gak usah, gue udah biasa gak belajar."
"Anak pinter mah begitu ye, GAK BELAJAR TAPI NILAI TETAP SERATUS!"
Hidup Alia terlalu sempurna untuk Moza. Gadis itu lahir dari keluarga yang harmonis, dilahirkan dengan otak yang cerdas, juga fisik yang cantik. Mudah bergaul, punya banyak teman, dan disukai banyak orang.
Moza sangat iri padanya.
Bersambung...
Yang mau join grup wa gak ada? Oke.
Masih sayang kalian, Love u all ❤️
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro