28. Pacar Selain Darren
Tekan ☆ untuk vote, dan jangan lupa untuk KOMEN ya!
Bagian Dua puluh delapan.
Kamu mencintai aku. Satu kalimat yang tidak akan pernah terwujud, kamu yang sempurna untuk aku yang tidak layak apa-apa.
-The Cold Princess-
"Kamu tunggu di mobil ya, Za. Papa mau ambil botol susunya Nayla," ucap Jordi.
Moza mengangguk, gadis itu berjalan menuju garasi dan membuka pintu mobil. Ia segera duduk di kursi penumpang dengan Nayla di pangkuannya. Ia biarkan Nayla menyandarkan kepalanya di dadanya, sedangkan ia asyik bermain ponselnya.
Darren : Parah emang si Bunda, ngidamnya pengen ternak bebek.
Darren : Mana pengen bebek yg warna-warni lagi.
Moza tersenyum membacanya.
Moza : ksan wkwk.
Darren : ksn apaan?
Moza : Kasian_-
Darren : Emang ya, kata tanpa huruf vokalnya masih aja dipake.
Darren : Yaudah ya, gue mau berangkat dulu, lo hati-hati di rumah Sheila.
Moza : Ya.
Moza mematikan ponselnya, meletakannya di atas dashboard. Tak lama, papanya datang membawa kotak berisikan keperluan Nayla dan meletakannya di bangku belakang. Kemudian melajukan mobil menuju rumah Sheila.
Lima belas menit perjalanan, akhirnya mereka sampai di kediaman rumah Sheila. Moza membuka pintu sambil menggendong Nayla, sedagkan papanya membawa kotak keperluan Nayla. Mereka memasuki kediaman rumah Sheila untuk makan malam bersama.
👑👑👑
"Njel, minta nomernya Moza dong," kata Alia.
Gadis itu rela membayar ongkos angkot dua kali hanya untuk menemui Angel anak kelas XI IPA 2.
"Buat apa?" tanya cewek itu.
"Gak papa, lagi gawat, cepet!"
Angel memberikan ponselnya yang menunjukan nomor telepon Moza.
"Lo gak boleh nyebarin nomernya, ya! Nanti gue kena pelototan tuh anak," ucap Angel.
"Iya, tenang aja." Alia menyimpan nomor Moza di ponselnya. "Eh iya, lo tau rumah dia gak?"
Angel mengendikkan bahunya. "Satu kelas, gak ada yang tahu rumah dia di mana."
Alia menganggukkan kepalanya. "Ya udah ya, makasih loh Njel."
Angel menganggukkan kepalanya dan tersenyum kepada Alia. Sedangkan Alia membalasnya dengan senyuman kemudian berbalik, mencoba menelpon nomor yang baru saja ia minta dari Angel.
Tut...
Alia risau, ini sudah hampir jam delapan malam. Dan waktu selesai pertandingan futsal yang biasa Darren lakukan adalah sekitar jam sembilan malam. Ia belum memberitahu lelaki itu tentang apa yang ia dengar tadi siang.
Nomor yang anda tuju tidak menjawab, silahkan coba beberapa saat lagi.
"Oalah, bapak kau! Penting ini tuh!" kesalnya.
Gadis itu berjalan ke arah halte, sambil terus menghubungi Moza. Saat bis datang, gadis itu masih mencoba menghubunginya. Kesal, gadis itu mencoba menelpon Darren kembali.
Tut...
"Please, angkat."
Nomor yang anda tuju tidak menjawab, silahkan coba beberapa saat lagi.
"Ck, blegug sia teh!"
Alia khawatir dengan keadaan sahabatnya. Ia mencoba menelpon teman Darren yang lain seperti Dito, Adnan, ataupun Luis. Tapi jawabannya tetap sama, tidak ada sambungan telepon yang dijawab.
"Ini situasinya kaya di sinetron pisan ih!"
👑👑👑
"Lagian Za, Sheila anaknya enak kok! Dia juga katanya udah bener-bener nganggep kamu sebagai adik. Kamu kalo punya masalah bilang aja sama Sheila, ya! Gak usah segan." Marina menatap Moza dengan sebuah senyuman di bibirnya.
Moza menganggukkan kepalanya, "Iya, Tan."
Di ruang makan itu, suasana sedang hangat dan ramai. Tidak ada yang diganggu sama sekali walaupun itu dering telepon. Karena Moza meninggalkan ponselnya di dalam mobil.
Setelah menyelesaikan makan malam, Sheila duduk di sebelah Moza yang sedang mengawasi Nayla yang bermain. "Za, boleh minta nomor lo gak?"
Moza menaikkan sebelah alisnya. "Buat?"
"Ya barangkali gue mau hubungin lo nanti."
"Di Tante Marina."
"Gue maunya dari lo langsung aja Za," ucap Sheila.
Moza merogoh sakunya, dan menyadari ponselnya tidak ada di sana. "Titip Nayla," ucapnya lalu bangkit berdiri dan berjalan ke arah garasi. Ia langsung menghampiri mobilnya dan membuka pintu, mengambil ponselnya di atas dashboard.
Gadis itu membuka ponselnya, terdapat 43 panggilan tidak terjawab dari nomor yang tidak dikenal, dan 5 panggilan dari nomor yang berbeda. Ia mengernyitkan dahinya, tak lama ponselnya kembali berdering.
Ia menggeser ikon di ponselnya lalu menempelkannya di telinga.
"Halo Za, ini gue Adnan."
Moza mengernyitkan dahinya, dari siapa Adnan mendapatkan nomornya?
"Kenapa?"
"Lo lagi di mana? Cepet ke tempat futsal deket pom bensin, Darren babak belur."
Gadis itu melebarkan kelopak matanya. "Iya."
Moza kembali ke dalam rumah Sheila, mencari papanya. Saat bertemu papanya di dapur bersama Marina, gadis itu langsung mendekatinya.
"Pa, pamit. Ada perlu."
Jordi mengernyitkan dahinya, ini sudah malam. Ia melirik jam dinding di dapur rumah Marina, pukul 09.45.
"Udah malem, ke mana emang? Kalo penting banget Papa antar aja ya!"
Moza menggelengkan kepalanya, ia mengambil telapak tangan papanya lalu menciumnya. "Sebentar, Pa!"
Ia berbalik menatap Marina dan mencium punggung tangan wanita itu dan langsung berjalan keluar. Yang berada di dalam pikiran Moza sekarang adalah, kenapa cowok itu bisa babak belur?
Moza menaiki taksi dan menyuruh sopir itu untuk bergegas. Saat sampai di tempat futsal, Moza langsung memasuki tempat itu. Ia dapat melihat kerumunan laki-laki di sana.
"Darren?" panggil Moza.
Semua orang yang berada di hadapan Moza langsung menoleh, menatap gadis itu yang hanya menggunakan celana selutut dengan kaos pendek.
"Siapa yang manggil Moza ke sini?" tanya Darren menatap semua tim futsalnya.
Adnan mengangkat tangannya. "Gue, Ren."
"Buat apa manggil dia ke sini?"
Adnan bungkam, cowok itu bingung dengan perubahan sifat Darren.
"Kalian keluar sana, tinggalin gue sama Moza!"
Semuanya berjalan meninggalkan tempat itu kecuali Moza dan Darren. Saat semuanya sudah keluar, Moza berjalan mendekat ke arah Darren yang terbaring di atas bangku.
Gadis itu duduk di sebelah Darren, matanya mengatakan bahwa ia benar-benar cemas pada cowok itu. Tangannya terulur untuk menyentuh pergelangan tangan kanan Darren.
"Kenapa bisa?"
Darren tersenyum, cowok itu menggenggam tangan Moza yang berada di pergelangan tangan kanannya. "Udah santai aja."
Moza melirik sebuah baskom berisi air di sebelahnya, mengambilnya dan mengambil anduk di bagian pelipis Darren. Menyelubkan kembali handuk itu memerasnya dan mengusap bagian wajah Darren yang kotor.
Sambil tangannya yang mengelap wajah Darren, gadis itu mulai berbicara, "Cerita aja, gak papa, gue bisa jaga rahasia kalo lo emang punya masalah."
Darren menahan tangan Moza yang hendak melanjutkan kegiatannya, ia bangkit untuk duduk. Gadis di sebelahnya pun membantunya.
Cowok itu kini tengah menatap Moza, masih ada tatapan cemas dari manik cokelat terang itu. Darren menghela napasnya.
"Selain sama gue, cowok mana lagi yang dijadiin pacar sama lo?"
Moza membelakkan matanya kemudian menggeleng.
"Gak papa Za, bilang aja, gue gak akan marah."
"Nggak."
Darren memegang kedua lengan Moza, masih menatap mata gadis itu intens. "Bilang Za, gue gak akan marah."
"Gak ada, Ren."
Cowok itu menghela napasnya, jika Moza memang tidak dengan lelaki lain mengapa dirinya dikroyok atas nama pacar Moza? Bukan kah pacar Moza adalah dirinya?
"Tapi kenapa tadi orang yang mukulin gue ngakunya suruhan pacar lo?" Tatapan lesu dari mata Darren membuat Moza bingung.
"Siapa?" Mata Moza menjelaskan rasa penasaran yang begitu tinggi.
"Gue gak tau, kayaknya dia bukan anak sekolah kita."
Darren semakin erat menggenggam telapak tangan gadisnya. "Gue tau lo orang baik, gak mungkin sekali punya pacar dua. Sedangkan lo orangnya judes minta ampun, mana ada cowok yang mau sama lo dengan sifat dingin lo ini." Mata Moza masih menatap warna hitam pekat itu.
"Lo selesaikan dulu masalah ini, gue yakin cowok itu yang kenal dekat sama lo. Gue bukan negative thinking soal ini, tapi kata hati gue bilang, kalo orang yang ngeroyok gue adalah orang suruhan Reza, pacar Sheila."
Bersambung...
Aku orangnya ga sombong sumpah, kalo mau lebih deket ma aku dm aja ya:')
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro