23. Fall or Fool ?
Bagian Dua puluh tiga.
Kelakuan bodoh itu tanpa sadar datang ketika bersamamu.
-The Cold Princess-
Panggung luas yang memakan hampir setengah lapangan utama itu kini untuk acara pentas seni yang diisi oleh siswa SMA Merah Putih dan SMA Garuda Jakarta. Moza menatap segerumpul siswa sekolah yang sedang ikut bernyanyi bersama dengan grup band sekolah yang sedang tampil di sana.
Mengambil tempat duduk di ujung lapangan sambil ditemani sahabatnya--buku paket-- Moza merasa sudah cukup daripada harus bergerumpul dengan kawanan manusia yang sedang loncat-loncat tidak jelas di tengah lapangan.
"Za? Mau ikut gue ke lapangan futsal ga? Semangatin Darren gitu," ucap Patrecia yang datang dari arah tempat duduknya.
Moza menoleh, "Makasih." Cewek itu langsung membalikan tatapannya kembali.
Gadis bernama Patrecia itu langsung menarik lengan Moza menjauh dari sudut lapangan membawanya ke area lapangan futsal. Moza menghempaskan tangan Patrecia lalu menatap gadis itu tajam.
"Darren perlu semangat dari lo," ucap Patrecia tanpa meminta maaf kepadanya.
"Persetan!" Satu langkah Moza ingin pergi dari area, Patrecia langsung membawa Moza duduk di tempat penonton paling depan.
"Ck!" Moza berusaha menepis itu, namun Patrecia tetap menahannya.
"Udah Za, di sini aja." Mata Patrecia menatap mata Moza penuh permohonan.
Gadis itu menghela napas lalu duduk di sebelah Patrecia, dengan menatap segerumpul tim futsal putra yang akan bertanding beberapa menit lagi. Tatapan Moza bertemu dengan Darren yang sedang menggunakan sepatu masih dengan menggunakan kacamatanya, cowok itu biasanya akan menggunakan soflents ketika bermain futsal. Darren tersenyum saat Moza menatapnya, berbeda dengan Moza yang hanya diam.
Dari arah tempat penonton, Moza dapat melihat pergerakan bibir Darren yang berucap. 'Semangatin gue ya?'
Moza hanya mengangguk lalu dibalas rekahan senyum Darren yang manis. Gadis itu kemudian melihat tim futsal sekolahnya mulai bertanding, bersamaan sorakan suporter sekolah menggema.
Mata gadis itu tidak beralih sama sekali dari sana, yang ia lihat hanya tubuh jangkung Darren. Setiap cowok itu menggocek bola, menggiring bola, juga menendang bola membuatnya gemetar. Ia duduk berusaha untuk tenang walaupun matanya masih tetap menatap cowok itu di tengah lapangan sana.
Suara Patrecia yang masuk ke dalam indera pendengarannya membuat tubuhnya semakin bergetar begitu juga dengan jantungnya beredetak cepat.
"Eh, Reza? Nungguin Kak Sheila tampil, ya?" Itu suara Patrecia.
Moza langsung menoleh, di situ juga matanya langsung dilihatkan adanya Reza di sana.
"Iya nih, Pat," jawab Reza, cowok itu melihat gadis di sebelah Patrecia. "Ada Moza juga ya," ucap cowok itu yang membuat Moza semakin bergetar.
Cewek itu menatap lapangan resah, bagaimana caranya agar ia bisa menghindari Reza. Tiupan peluit pertanda istirahat babak pertama berbunyi yang membuat lamunan Moza tersadar, bersamaan dengan ide yang langsung terlintas di benaknya.
Gadis itu bangkit dari duduknya lalu berlari menuju lapangan futsal, membeli air minum di salah satu siswa yang sengaja berjualan di tengah suporter. Moza langsung mendekati Darren di tepi lapangan yang sedang mencari sesuatu di dalam tasnya, gadis itu langsung menyodorkan botol minum kepada Darren.
Cowok itu menoleh, ia melihat Moza yang napasnya masih terengah-engah. "Apa?"
"Minum," ucap Moza singkat.
"Buat gue?" tanya Darren, cowok itu menunjuk dirinya.
Moza mengangguk, sedangkan Darren mengerinyit bingung. "Maksud lo apa ini?"
Awalnya Moza ingin sekali menampar Darren saking kesalnya, namun melihat Reza yang memandang dirinya dengan Darren dari arah bangku tribun, cewek itu menghela napas, ia meletakan botol minum yang ia bawa di atas kursi lalu mengambil kotak kacamata milik Darren dari dalam tas cowok itu.
Dengan keberanian yang ia siapkan dua puluh detik yang lalu, Moza berjalan mendekat ke arah Darren, menarik dagu cowok itu sambil menatap matanya lekat-lekat. "Gue ambil ya soflents-nya?" bisik Moza, mungkin hanya Darren juga cewek itu saja yang dapat mendengarnya.
Bulu kuduk Darren langsung berdiri kala Moza berbisik seperti itu, gadis itu langsung berjinjit untuk melepas soflents miliknya secara perlahan. Jujur, Darren belum paham akan tindakan Moza sekarang.
Setelah melepas soflents, Moza mengambil kotak kacamata lalu membukanya, mengambil benda di dalam sana lalu memasangkannya pada sang pemilik kacamata.
Sedangkan cowok di hadapannya hanya diam sambil terus melihat pergerakan Moza tanpa henti. Cewek itu kembali mengambil botol minum di atas kursi lalu menyodorkan kepada Darren lagi.
"Minum ya." Suara itu langsung ditanggapi Darren dengan cepat.
"A-ah, i-iya." Tergugup, ya, Darren memang gugup. Cowok itu mengambil botol dari tangan Moza, membukanya lalu langsung menghabiskan isinya sekali teguk. Ia memang haus, sekaligus untuk meredakan gugupnya.
"Gue di sini."
Darren menatap bingung Moza. "Hah?"
"Gue duduk di sini," ucap Moza sambil menunjuk kursi di sebelahnya.
"Kenapa gak di tribun aja kayak tadi?"
Karena ada Reza.
"Gapapa."
Darren mengangguk. "Ya udah, terserah."
Moza duduk di kursi itu begitu pula Darren yang menyusulnya duduk di sampingnya.
"Tumben peduli, abis makan apa?" tanya Darren sambil menatap Moza yang hanya sesekali menatapnya.
"Pengen aja."
"Iya gitu? Masa sih seorang Moza yang kerjaannya ngebatu tiba-tiba nyamperin pacarnya, ngasih minum, dilepasin softlensnya, dipakein kacamatanya. Lo sadar ga sih kita itu jadi perhatian? Bukan hanya anak-anak futsal, tapi juga semua penonton," ucap Darren, cowok itu tersenyum menatap seluruh penonton yang memperhatikan dirinya juga Moza.
"Lo kemasukan setan di mana?"
Moza berdecak, cewek itu mengalihkan pandangannya ke arah tribun yang berisikan siswa yang memperhatikannya. Benar juga apa kata Darren, ia jadi pusat perhatian. Sebenarnya ia ingin menjauh dari tempat itu, namun saat tak sengaja menatap salah satu orang yang menatapnya tajam dari arah sana, Moza semakin terpancing untuk terus dekat dengan Darren.
"Lima menit," ucap Moza.
"Apanya?"
"Istirahat."
"Terus?"
"Soflents."
Darren berdecak. "Ngomongnya yang jelas dong, jangan patah-patah kayak dance Korea gitu."
Moza menghela napasnya. "Gue pasangin, mau mulai."
Darren ber-oh ria, cowok itu mengambil softlesnya kembali dari dalam tas. Repot juga sebenarnya, namun bagaimana lagi? Tanpa softlens, pandangannya akan kabur. Kalau menggunakan kacamata, ia takut kacamatanya terjatuh lalu rusak. Bukan masalah harganya yang mahal untuk beli lagi. Tapi ingat, Disa galak.
Sebelum memasang soflents, Moza melepas kacamata cowok itu sekaligus membersihkan area bagian bawah mata Darren terlebih dahulu. Kemudian ia mengambil soflents dengan jarinya juga tangan sebelahnya ia gunakan untuk membuka lebar mata Darren.
Setelah selesai memasang soflenst itu ke mata Darren, gadis itu membereskan tempat-tempatnya. Ia melihat Darren yang sedang mengikat tali sepatunya karena sebentar lagi pertandingan babak kedua akan segera dimulai kembali.
Mata cowok itu terlihat lebih lebar seperti boneka karena soflentsnya. Darren bangkit dari duduknya hendak berjalan menuju lapangan kembali.
Pandangan Moza tak sengaja menatap Reza kembali di bagian tribun bersama Patrecia, cowok itu menatapnya penuh ancaman, namun Moza menanggapinya dengan kesenangan. Mungkin ini adalah salah satu cara agar Reza berhenti bergelanyut di hidupnya, gadis itu ikut bangkit dari duduknya dan mencekal lengan Darren yang selangkah ingin masuk ke lapangan.
"Kenapa?" tanya Darren.
Seluruh anggota tim futsal, baik itu tim inti, tim cadangan, tim lawan, bahkan seluruh penonton tiba-tiba diam melihat Darren yang berhenti pada langkahnya.
Moza menghela napasnya, ia sudah membulatkan tekadnya untuk melakukan hal ini. Gadis itu masih memegang pergelangan tangan Darren.
Bukan suara datar andalannya, bukan juga tatapan dingin menusuk seperti biasanya, namun kali ini menggunakan nada yang halus juga tatapan merindukan ditambah senyum manis yang mengembang.
"Darren, semangat!"
Ingatkan Darren untuk selalu mengingat detik ini, karena di detik ini, Darren sudah mencintai gadis yang tak pernah ia duga sama sekali.
👑👑👑
Sepuluh, poin itu dihasilkan oleh SMA Merah Putih, bagaimana tidak? Setelah adegan Moza yang tersenyum itu, bukan hanya Darren saja yang semangat, melainkan seluruh tim futsal sekolahnya, juga para penonton tidak kalah hebat semangatnya.
Semangat mereka membara secara tiba-tiba, bahkan dari angka sepuluh itu, sembilan diantaranya Darren yang mencetak poin. Cowok itu benar-benar gila ketika terus menerus mencetak poin, bukan hanya itu, gemuruh penonton yang bersemangat pun ikut serta.
"Pulang, yuk!" Ajakan yang indah sekali, bahkan bukan nada malas-malasan seperti biasanya, melainkan nada keceriaan yang tidak bisa dijabarkan oleh apapun.
Moza mengangguk, cewek itu mengambil tas Darren. Tidak ada senyum seperti tadi, karena itu bisa didapatkan hanya sekali.
Saat Moza ingin berjalan mendahului Darren, tanpa sengaja dirinya berpapasan dengan Reza yang datang mendekatinya. Gadis itu memundurkan langkahnya kembali, dan tindakan itu disadari oleh Darren yang sedang berkemas.
Cowok itu langsung berdiri di sebelah Moza.
"Kenapa, Za?"
Moza menoleh, cewek itu diam menatap Darren dan cowok itu mengikuti arah pandang Moza.
"Masih seneng aja ya deketin pacar orang?" ucap Darren menatap tajam Reza.
"Gue masih gak percaya kalo lo berdua itu pacaran," ucap Reza dengan seringai di wajahnya.
Lapangan memang sudah sepi, hanya tersisa Moza dan Darren yang sedang berkemas ditambah sosok Reza yang entah sedang apa.
"Perlu bukti apa lagi? Lo tadi belum liat apa yang Moza lakuin ke gue?" tantang Darren lagi.
Reza mengendikkan bahunya. "Tau kok, cuma belum percaya aja."
Tanpa sadar, Darren langsung menarik Moza hingga gadis itu jatuh ke dalam pelukannya, Moza terkejut atas perlakuan Darren, namun sebisa mungkin ia harus tetap tenang.
"Masih kurang jelas?" tanya Darren kembali.
Mata Reza membulat sempurna saat Moza hanya diam bahkan menikmati pelukan Darren, cowok itu kembali menormalkan raut wajahnya. "Bodo amat gue gak percaya."
Dan tindakan Darren selanjutnya benar-benar di luar pikiran semua orang. Cowok itu mencium kening Moza lembut.
"Masih kurang jelas?"
Mata Reza membulat kembali. "LO?!"
"Apa? Gue kan udah bilang kalo Moza pacar gue, lo nya aja yang tolol gak mau percaya!"
Reza berdecak lalu berbalik meninggalkan pasangan itu, sedangkan Moza? Gadis itu masih bungkam, ia belum sadar sepenuhnya, ia bahkan terasa nyaman di dada bidang cowok yang selalu ia maki ini.
Catat baik-baik, karpet hijau dan lapangan futsal adalah saksi bisu di mana ia sudah menjadi bodoh. Menjadi bodoh karena sudah jatuh hati kepada cowok yang tidak pernah ia inginkan sama sekali.
Bersambung...
Comeback dengan part yang entah bikin kalian baper apa nggaaakk:'( next part secepatnya menyusul
love u all
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro