14. Nothing Special
Bagian Empatbelas.
Mencintai pacar orang itu, sakit.
-The Cold Princess-
Moza melihat saldo rekeningnya yang terus bertambah setiap hari. Jordi memang mengiriminya setiap bulan, namun rekening Moza bertambah setiap harinya, dan Moza yakin itu adalah uang kiriman Alina.
Moza menghela napasnya, ia menekan tombol kemudian menarik kembali kartunya dan keluar dari ruangan mesin itu. Baru saja satu langkah ia keluar dari ruangan, wajah familiar langsung berhadapan dengannya. Siapa lagi jika bukan Reno?
"Moza, sendirian?" tanya cowok itu.
Moza memutar bola matanya, memang dia punya teman sebelumnya? Gadis itu mengabaikan Reno lalu berjalan meninggalkan cowok itu.
Ting!
Darren : Kata Bunda bimbelnya di rumah gue, Bunda mau liat pacar gue soalnya.
Gadis itu memasukan kembali ponselnya lalu berjalan menuju parkiran, ia mengunggu angkot di pinggir jalan untuk sampai ke rumah Darren. Awalnya Moza ingin mengajak cowok itu belajar di sebuah kafe atau tempat lainnya, namun sepertinya Darren juga sudah bosan akan tempat-tempat yang selalu ia gunakan untuk bimbingan tambahan.
Sebuah mobil tiba-tiba berhenti di hadapannya, kaca mobil itu kemudian turun dan memperlihatkan sang pemilik mobil.
"Mau ke mana, Za? Mau gue anterin?" tanya Reno.
Moza tidak menjawab perkataan cowok itu, ia kembali mengalihkan pandangannya mencari angkot untuk ia naiki.
"Ikut gue aja Za," ucap Reno, cowok itu kemudian keluar dari mobil lalu berdiri di hadapan Moza.
Reno melirik beberapa buku yang Moza bawa. "Mau ngajar bimbingan tambahan Darren? Di mana? Gue anterin aja."
Mata Moza melirik sinis ke arah Reno, ia sebenarnya agak risih dengan cowok di hadapannya ini, yang membuat dirinya menjadi pusat perhatian orang yang sedang berlalu lalang.
"Ayo!"
Moza berdecak lalu membuka pintu mobil Reno, tanpa menjawab gadis itu langsung duduk di kursi penumpang sedangkan Reno berputar lalu duduk di kursi sopir.
"Ke mana sekarang?" tanya cowok itu.
"Perumahan Indah Jaya No.12," ucap Moza cepat.
Reno mengangguk lalu melajukan mobilnya, sebenarnya ia ingin bertanya lebih lanjut. Namun sepertinya pertanyaannya hanya terjawab oleh suku kata saja.
👑👑👑
Cowok yang menggunakan kaus polos putih dengan celana boxer bergambar kartun spongebob itu tengah berdiri di ambang gerbang rumahnya.
"Pacar gue mana ya?" gumamnya.
Sebuah mobil sedan hitam tiba-tiba berhenti di hadapannya, kemudian seorang gadis bertubuh jangkung itu keluar dari kursi penumpang disusul cowok yang ikut keluar.
"Mau gue tungguin Za?"
Darren melongo. "Apanih?" Cowok itu menarik pergelangan tangan Moza yang dengan cepat gadis itu tepis dengan kasar. "Za, lo udah punya pacar kok malah dianterin cowok lain?"
Mata Reno langsung teralihkan ke arah Darren. "Pacar?"
Darren langsung berkacak pinggang menatap Reno menantang. "Lo gak tau berita hot sekolah? Gue pacarnya Moza, dia udah jadi pacar orang. Masih aja lo deketin, dosa!"
"Gue kira kabar itu cuma akal-akalan lo doang biar deket sama Moza, rupanya bener ya?"
"Lo liat sendiri aja gimana."
"Ren, kamu apain tetang--" Mata Disa membelak melihat Moza di sana. "Eh Moza!"
Cewek itu menoleh, ia melihat Disa yang menggunakan pakaian rumah itu mendekat ke arahnya. "Akhirnya datang juga, Tante mau ajak kamu bicara banyak hal. Soalnya kalo ngomong sama Darren gak ada beresnya!"
Disa melirik cowok di hadapan putranya. "Siapa Ren?" bisik Disa.
"PHO nih, Bun."
"Hah?"
Reno mendekat ke arah Disa lalu mengulurkan tangannya. "Saya Reno, Tante. Yang nganterin Moza ke sini tadi."
Disa mengangguk, "Oh, yang nganterin Moza ya... Mau mampir?"
"Apasih Bun?!" Darren menyela, cowok itu berbalik menatap Reno yang tersenyum menghadap bundanya. "Sono lo pulang, seneng kagak, sakit iya! Dosa ngarepin pacar orang!"
Hati Reno berdenyut kala Darren mengucapkan kata-kata itu, namun senyumnya masih tetap mengembang sempurna. "Ya udah, saya pulang ya Tante, Moza?" Cowok itu menoleh ke arah Darren. "Gue pamit, Ren."
Reno kemudian pergi dari hadapan rumah Darren, sedangkan Moza dan Disa sudah masuk ke dalam rumah terlebih dahulu.
"Ini kan hari minggu, Nayla mana?" tanya Disa.
"Sama Papa."
"Kamu udah makan siang?"
"Hm."
"Mau di mana bimbingannya?"
"Terserah."
Disa terdiam, berusaha beripikir. "Di ruang tamu aja, ya?"
"Iya."
Disa tersenyum lalu mengajak Moza untuk duduk di salah satu sofa ruang tamu. Darren datang dengan membawa setumpuk buku yang siap Moza ulas hari ini.
"Besok ulangan matematika, sampai sore ya belajarnya," ucap Darren.
Moza menoleh lalu mengangguk, ia membuka halaman pertama untuk memulai bimbingan belajar.
👑👑👑
"Ren, kalo Bunda hamil lagi gimana?" tanya Disa tiba-tiba.
Darren menoleh menatap bundanya yang sedang menonton televisi. "Apasih, Darren gak mau punya adik."
"Kenapa?"
"Bunda aja bilang gak mau hamil lagi, kan?" balas cowok itu.
"Iya sih, jangan sampai juga lah ya," ucap Disa.
Darren kembali menonton televisi yang menayangkan kartun favoritnya juga favorit bundanya. Dua jam yang lalu Moza sudah pulang karena mendapat telepon dari papanya yang mengatakan Nayla merengek ingin bersama Moza, sehingga jam belajarnya terkurangi.
"Assalamualaikum," teriak seseorang dari ambang pintu.
"Waalaikumsalam."
Disa bangkit dari duduknya lalu menghampiri suaminya yang baru saja pulang kerja. Wanita itu membawa tas kantor Dalvin ke dalam kamar.
"Tumben akur," ucap Dalvin.
Darren menoleh menatap ayahnya. "Kalo akur tuh harusnya Ayah bersyukur ngucap hamdallah tiga puluh tiga kali, bukan ngomong 'tumben akur' Ayah mau, Darren berantem terus sama Bunda?"
Dalvin terkekeh lalu duduk di sebelah putranya. "Bukan gitu juga, cuma heran aja."
"Eh iya Yah, Bunda tadi tiba-tiba ngomongin hamil gitu. Darren curiga sperma Ayah berbuah di Bunda," ucap Darren menatap penuh selidik ayahnya.
"Lah, terus kenapa? Kamu seharusnya seneng Bunda kamu bisa kasih adik ke kamu."
Darren berdecak, "Ck, Darren gak mau punya adik Yah, awas aja kalo Bunda beneran hamil, Ayah dulu yang Darren omelin."
"Silahkan aja," balas Dalvin kemudian ia terbahak.
Darren mendengus lalu berjalan menaiki tangga menuju kamarnya. Saat sudah berada di dalam kamar, cowok itu mengunci pintu, mencari kacamatanya, dan mengambil stick konsol di atas mejanya. Gawat saja jika ketahuan bermain game oleh bundanya, bisa-bisa ia disuruh tidur di luar.
Drt...
Darren melirik nakasnya, terdapat benda pipih itu yang menyala dan menampilkan nama Alia di sana. Cowok itu mengambil benda pipih tersebut lalu menggeser ikon di sana dan menempelkannya pada telinga.
"Ada apaan, Al?"
"Buat contekan dong, besok ulangan jugaa."
"Ogah ah, insaf gue, dah jadi pacar Moza masa masih suka nyontek."
"Idih, sok iye, ya udah gue suruh Adnan aja, mayan tuh orang baik hati gak kayak lo pelit setengah mati."
Tuutt...
"Idih, dia yang nelpon, dia juga yang matiin. Kebiasaan."
👑👑👑
Sekarang Moza tengah makan malam bersama papanya, sedangkan Nayla sudah tidur dari setengah jam yang lalu.
"Za?" panggil papanya.
Moza mendongak, gadis itu mengerinyitkan dahinya.
"Papa mau ngomong sesuatu yang penting."
Moza mengambil gelas berisi air putih lalu menengguknya, setelahnya gadis itu meletakan kembali di atas meja.
"Ngomong apa?"
Jordi menghela napasnya dalam lalu mulai berbicara, "Kamu bakal restuin Papa gak kalo Papa nikah lagi?"
Moza diam, ada rasa terkejut di hatinya namun segera ia menjawab ucapan papanya, "Nikah sama siapa?"
"Sama Marina, besok dia bakal ke sini kalo kamu izinin Papa buat nikah lagi."
"Dia bukan jalang, kan?" Mata Moza masih terpusat pada manik mata Jordi.
Pria itu tersenyum lalu menggeleng, "Bukan, dia bukan jalang. Dia wanita karir yang hebat, Papa juga kenal dia karena perusahaan kita kebetulan ngadain project bersama," ucap Jordi, "dia seorang janda, suaminya meninggal karena sakit. Dia juga udah punya satu anak perempuan, yang sepertinya usianya gak beda jauh sama kamu."
Moza menganggukkan kepala, "Ya udah, Moza dukung semua keputusan Papa."
Bersambung...
Sama kayak judulnya, bagian ini itu gak ada yang spesial karena buatnya dadakan banget:'((
Sebagai Author yang konsisten jadi ya bagaimanapun harus pubish, maaf kalo banyak typo, banyak kata yang absurd ya:))
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro