sembilanbelas
Kivia menggigiti kukunya karena Kiev yang tak kunjung mengangkat telepon. Jujur saja ia khawatir dan rasanya Kivia tak terbiasa tidak mendengar suara Kiev saat memulai harinya. Terakhir kali Kiev menelepon kemarin pagi. Kiev sudah satu minggu berada di Seoul untuk urusan pekerjaan dan kemarin Kiev bilang ia akan segera pulang ke Jakarta.
Seharusnya ... saat ini Kiev sudah tiba di tanah air. Tapi sampai sekarang belum ada kabar sama sekali. Apa ... Kiev masih berada di pesawat dalam perjalanan pulang? Mungkin saja Kiev terlalu lelah sehingga belum bisa bicara dengannya atau hanya untuk mengabarinya.
Sebenarnya, Kivia juga ingin meminta pendapat Kiev. Kivia mengusap-usap lembaran kertas naskah yang disodorkan script writer yang baru saja dikenalnya kemarin malam. Namanya Oktarianti Naina. Tari memberikan naskah ini padanya bahkan menggenggam kedua tangannya dan meminta Kivia untuk menjadi pemeran utama wanita pada film besutan mereka.
Ya ampun, bukankah Kivia hanya akan menjadi stuntwoman alias pemeran pengganti hanya untuk mengemudikan haul truck? Bahkan wajahnya nanti tidak akan ditampilkan. Jika diminta sebagai figuran atau pemeran pendukung saja Kivia sudah tidak menyangka. Apalagi menjadi pemeran utama. Ia tidak pernah membayangkan akan mendapatkan tawaran mengejutkan itu.
Kivia sudah menolak permintaan Tari secara halus. Bagaimanapun, ia tidak memiliki pengalaman berakting dan tidak terpikir untuk melakukannya. Meskipun Kiev sering bercerita tentang serunya pengalaman dan kesannya menjadi seorang aktor, Kivia tidak bisa membayangkan hal itu akan terjadi pada dirinya.
Gadis itu lalu beranjak menuju kantin untuk menunaikan sarapan. Namun, tubuhnya seketika membeku melihat sosok yang berdiri tak jauh di depannya. Cowok itu baru saja menuruni mobil Jeep yang dikendarainya sendiri. Ya, itu Kiev. Cowok itu tampak begitu tampan dengan hoodie berwarna hitam dan cowok itu perlahan melepaskan kacamata hitamnya sambil berjalan ke arah Kivia.
"Hai," sapa Kiev sembari mengulas senyumannya.
"Aku kira kenapa teleponnya nggak diangkat." Kivia mengusap sudut matanya yang tiba-tiba basah. "Ternyata kamu di sini."
"Kaget nggak?" tanya Kiev setelah menyentuhkan hidung mancungnya ke pelipis Kivia.
"Banget, lah." Kivia memberengut lucu. Membuat Kiev gemas bukan main.
"Kalau kangennya, banget juga?" goda Kiev sambil terkekeh geli. Kiev mengusap jejak basah di sudut mata Kivia.
"Au ah, tebak aja sendiri," ujar Kivia yang kagok diledek Kiev.
"Gemes banget sih." Kiev mencubit pipi Kivia lalu merangkul bahu gadis itu lalu menepuk-nepuk pelan. "Btw, aku ada sesuatu di mobil."
Kiev lalu membukakan pintu mobil mempersilakan Kivia masuk. Setelah mereka masuk mobil, Kiev mengambil paper bag dari jok belakang.
"Ya ampun, nggak usah repot-repot, Kiev. Kamu ke sini aja aku udah bersyukur banget."
"Coba buka, kamu suka nggak?"
Kivia membuka paper bag itu dan mengeluarkan oleh-oleh dari Kiev. Ada scarf, hoodie, kain yang lebih bisa dibilang selimut, beberapa makanan instan, gantungan kunci, tumbler, juga skincare.
"Ada sheet mask wowwww. Ya ampun Kiev ini hoodie-nya kembar sama kamu? Makasih banyaaak ya."
Kiev ikut tersenyum memandangi Kivia yang terus tersenyum polos saat mengeluarkan oleh-oleh darinya. Hati Kiev jadi berbunga-bunga mendengar celetukan gadis itu.
"Scarf-nya aku pakein ya." Kiev lalu melingkarkan scarf itu ke leher Kivia. "Cantik."
Kivia mengangguk. "Motifnya cantik."
"Kamunya lebih."
Kivia menangkup pipinya yang memanas. "Kamu jangan liatin terus dong, aku malu."
Kiev terkekeh geli. "Ini oleh-olehnya ada satu lagi ketinggalan."
"Apaan?"
"Ini." Kiev merentangkan kedua tangannya.
Kivia tersenyum dan masuk ke dalam pelukan Kiev. Menyandarkan kepalanya di dada laki-laki itu. Ya ampun, Kivia suka wangi tubuh Kiev. Rasanya ingin berlama-lama di sana. Perlahan, Kivia melingkarkan tangannya di pinggang Kiev.
Kiev menundukkan kepala, membenamkan hidung mancungnya di rambut Kivia. Menghirup aroma shampo gadis itu dalam-dalam. Tangannya terus bergerak membelai rambut Kivia yang hitam legam.
"Kamu udah makan?" tanya Kiev setelah mengecup lembut garis rambut Kivia.
"Ini tadi aku baru mau ke kantin. Kamu gimana?" tanya Kivia sambil mendongak. Pandangannya sarat kekhawatiran. Bagaimanapun juga, Kiev baru saja melakukan long trip dan bukannya beristirahat, cowok itu langsung terbang kemari. Belum lagi menyetir mobil sendiri ke daerah terpencil ini.
"Udah makan sandwich tadi, tapi masih laper sih." Kiev menyengir menampilkan deretan giginya.
"Yuk, makan dulu. Pasti Julak kaget banget deh liat kamu dateng."
"Aku juga kangen makan masakan Julak nih."
Kiev dan Kivia mengurai pelukan mereka dan turun dari mobil.
"Ini tadi kamu bawa mobil siapa, Kiev?" tanya Kivia, mereka berjalan bersisian menuju kantin mess.
"Aku minta cariin mobil sama Pi'i. Terus temen Pi'i yang ngurus segala sesuatunya. Janjian di bandara, terus ya dibawa ke sini deh."
Mata Kivia melebar. "Ya ampun, Kiev. Kalau aku tau, aku bakalan jemput kamu di bandara."
"Nggak, Ya. Aku nggak mau ngerepotin kamu." Kiev mengacak rambut Kivia lembut.
"Lagian kalau ada mobil di sini kita jadi gampang mobilitasnya kan? Kamu juga nggak perlu minjem motor satpam lagi kalau mau ngehubungin Adaeze."
"Iya juga sih ... tapi kok aku tetap aja ngerasa.... Kamu abis long trip lho itu, masa nyetir sendiri...."
"Aku nyetirnya santai kok sambil menikmati pemandangan. Kalau kamu tau jadinya nggak surprise dong, Ya."
"Tapi...."
"Lho, Kiev?" Dio yang lagi makan nasi kuning masak habang lantas berdiri melihat kehadiran Kiev dan Kivia yang memasuki kantin secara bersamaan.
"Bang Dio?" Kiev tak kalah kaget melihat sutradara itu berada di tempat ini.
"Astaga, astaga, astaga. Gue sampai speechless nih."
Dio memeluk Kiev ala bro-bro dan membuat Kivia lantas dilanda kebingungan. Wait, mereka ... saling kenal?
"Sama siapa, Bang?" tanya Kiev celingak-celinguk. Ada piring berisikan ketupat yang belum tandas di samping tempat Dio duduk.
"Bentar-bentar. Itu dia orangnya." Dio menahan tubuh Kiev agar tidak berbalik. Dari kejauhan Tari yang baru saja kembali dari toilet menghampiri mereka dengan kening berkerut. Penasaran dengan sosok yang kini berhadapan dengan Dio.
"Tar, lo jangan ampe pingsan ya! Tarik napas ... keluarkan...." ujar Dio memberi koridor.
"Siapa sih?" tanya Tari keheranan. Apalagi melihat gelagat Dio yang memintanya untuk tidak pingsan. Apa maksudnya coba?
Tunggu, ini kok dari belakang kayak kenal ya?
Kiev berbalik tiba-tiba dan kontan mengagetkan Tari. Astaga, jantung Tari hampir copot. Gimana bisa makhluk ganteng ini nyasar di mari?
Tari menangkup kedua tangannya di depan mulut. Matanya membelalak lebar. "KIEV?! WHAT?! LO NGAPAIN DI SINIII?!"
Kiev tertawa lepas. "Harusnya gue yang nanya, Mbak. Lo sama Bang Dio ngapain di sini?"
"Udah duduk dulu, tenang-tenang-tenang," tegur Dio menarik Tari untuk duduk. Sementara Kiev refleks menarik kursi untuk Kivia sebelumnya ia sendiri duduk. Kiev dan Kivia duduk berseberangan dengan Dio dan Tari.
"Gila, what a coincidence banget. Terus apanih? Kalian berdua....."
Mata Tari kayak ada sparkling sparkling-nya melihat Kiev dan Kivia yang terlihat akrab. Dua sejoli di depannya ini benar-benar sangat serasi berdampingan seperti ini. Tari makin antusias membayangkan jika Kiev dan Kivia bisa memerankan dua karakter utama ciptaannya.
Ya ampun, Tari sangat tidak sabar menyaksikan itu terjadi!!!
***
"Kiev temen lama aku, Mbak," tutur Kivia sambil tersenyum tipis.
Kiev nggak protes dan turut melengkungkan senyuman, mereka sudah membicarakan hal ini sebelumnya. Ya, Kivia dan Kiev sepakat untuk tidak mempublikasikan hubungan mereka berdua. Walaupun tidak berniat juga untuk terlalu menutupinya. Mereka tidak terlalu mengambil pusing masalah ini sebenarnya. Kivia juga mempertimbangkan status Kiev sebagai publik figur. Sementara Kiev masih terbayang akan kehebohan beberapa tahun yang lalu saat ia dan Kivia bersama. Ia takut Kivia tidak nyaman. Dunia hiburan dan segala dramanya yang ya ... you know it.
"Kebetulan juga satu bulan yang lalu gue ada project gitu buat penggarapan album gue. Panjang deh ceritanya. Yang pasti, yang ngajarin gue alat musik panting itu temennya Kivia. Gue ngikut ke sini deh akhirnya," jelas Kiev sambil membuka botol air mineral lalu meletakkannya di depan Kivia.
Dio otomatis bertepuk tangan. "Niat banget lo ya, Kiev. Asli.
"Woiyadong, jelas. Gue juga sempat jadi asisten juru masak di sini. Kalian udah ketemu Julak Ibung, kan? Julaknya ke mana ya?" Kiev celingak-celinguk mencari keberadaan Julak Ibung.
Pucuk dicinta ulam pun tiba, wanita paruh baya itu lalu datang dari balik dapur. Kentara sekali raut keterkejutan dari wajah Julak Ibung melihat siapa yang datang saat ini. "Ya Allah, Kiev!"
Kiev mencium punggung tangan Julak dan memeluk Julak Ibung sejenak. "Apa kabar, Julak? Sehat, kan?"
"Alhamdulillah, pian kayaapa habarnya?" (Kamu gimana kabarnya?)
"Alhamdulillah baik, Julak."
"Ayo lakasi duduk dulu, Kiev. Julak siapakan makanan pian. Kivia, pian makan jua lo, Ya?"
"Inggih, ulun nasi kuning lah Julak."
"Ulun sama Kivia aja, Julak. Kangen banget ulun sama masakan Julak."
"Julak nah yang dandaman banar lawan masakan pian, Nak. Makin langkar haja pian nih *bauntung, batuah parajakian." (Julak yang kangen sama masakan kamu, Kiev. Makin ganteng aja kamu ini beruntung, betuah, murah rezeki)
(* = doa yang biasa diucapkan oleh orangtua pada anak)
Julak Ibung menepuk pelan pipi Kiev dan berlalu menyiapkan makanan untuk Kiev dan Kivia.
"Nggak nyangka seorang Kiev Bhagaskara udah jadi asisten juru masak terbaik di tempat ini." Dio mengacungkan kedua jempolnya.
"Nanti lain kali gue masakin ya, Bang." Kiev terkekeh geli. "Sekarang gue tanya, kalian yang kenapa ke sini?"
"Lokasi kita pindah ke sini," ujar Tari setelah menyesap teh hangat.
"Hah, serius?" Kiev menganga takjub. "Terus ... kalian udah kenal sama Kivia juga ya?"
Dio mengangguk. "Iya dong. Kivia jadi stuntwoman yang ngehandle haul truck dalam project ini."
Kivia hanya tersenyum saat Kiev menatapnya kaget. Bukannya, apa-apa. Kivia belum pernah mention hal ini pada Kiev. Project sebagai stuntwoman ini juga sudah lama nggak terdengar kabarnya, jujur saja Kivia bahkan hampir lupa. Kivia baru dikabari lagi kemarin bahwa tim film itu, yang ternyata adalah sutradara dan penulis naskahnya akan bertandang langsung ke area pertambangan ini.
"Gue sih sangat berharap Kivia jadi female lead-nya. Sumpah, Ya. Kamu pas banget jadi karakter Citra." Tari kembali bermanuver untuk membujuk Kivia agar menerima peran itu.
Nah, Kiev jadi makin kaget mendengar hal yang Tari utarakan.
"Tapi, Mbak. Saya nggak berpengalaman. Basic acting aja saya nggak punya," jawab Kivia halus.
"Tenang, Ya. Kami bakalan support kamu, kok. Kami juga menyediakan acting coach. Bahkan aktor aktris berpengalaman juga seringkali masih dibantu acting coach untuk mendalami perannya." Tari lalu beralih pada Kiev dan menatapnya dengan pandangan memelas. "Kiev, lo bantuin ngeyakinin Kivia buat jadi female lead dong."
"Wait, gue nggak tau apa-apa nih sebelumnya. Jadi ... awalnya Kivia akan jadi stuntwoman dan sekarang lo mau Kivia jadi female lead-nya?" Kiev bertanya dengan raut luar biasa serius.
Tari mengangguk antusias. "Suer, gue rasa Kivia cocok banget sama karakter Citra. Nggak ada duanya, Kiev."
Kiev terdiam, ia sudah mempelajari naskahnya dan merasa bahwa pendapat Tari ada benarnya. Walaupun tentu tidak sama persis, terdapat beberapa kemiripan karakter Citra yang ada pada diri Kivia. Ternyata, Tari sebagai pembuat karakter Citra merasa demikian dan langsung menganggap bahwa Kivia adalah penggambaran real yang tepat untuk merasuki peran karakter fiksi yang dibuatnya.
"Bukannya kemarin kalian udah casting untuk karakter Citra, Mbak?" tanya Kiev lagi.
Bahu Tari merosot tak bersemangat. "Menurut gue nggak ada yang cocok, Kiev. Bahkan Early sama Delisa sekalipun."
"Jadi kalian belum deal sama siapa pun untuk peran Citra?" Kiev ingin memastikan, bagaimanapun ia tidak mau Kivia dianggap menyerobot peran ini. Lain masalahnya jika masih belum ada kesepakatan, peran itu belum jadi milik siapa pun. Ya, itu pun kalau Kivia berminat mengambil peran ini.
"Belum. Makanya gue harap Kivia bersedia," ujar Tari masih dengan semangat membara. Kivia benar-benar cahaya yang menerangi kebuntuan pikirannya mengenai pemeran Citra.
Kiev lantas manggut-manggut. "Menurut Bang Dio gimana?"
"Gue setuju sih sama Tari. Kivia cocok banget sebagai Citra. Tapi agar lebih objektif ya nanti minta penilaian Bang Renald sebagai casting director. Masalahnya, Kivia bersedia apa nggak?"
Tari menahan diri untuk tidak sangat memohon walaupun ia memang benar-benar mengharapkan Kivia memerankan karakter Citra. Ia tak mau Kivia malah tidak nyaman atas perlakuannya. "Jujur aja, Mbak berharap banyak sama kamu, Kivia. Hm, maaf atas permintaan Mbak ini ya, Mbak nggak mau membebani kamu. Tapi tolong pertimbangkan ya?"
Melihat Tari yang tersenyum tulus padanya dan ada sesuatu di mata penulis naskah itu yang terlihat begitu putus asa. Kivia mengulas senyum menenangkan. "Iya, Mbak Tari. Saya coba pikirin dulu ya."
"Makasih banyak ya, Kivia." Tari menarik napas lega mendengar respon Kivia yang mencoba untuk mempertimbangkan penawarannya dan tidak langsung menolak seperti kemarin malam. Ia harus memberikan Kivia waktu untuk berpikir.
Sarapan Kiev dan Kivia tiba. Mereka menyantap sarapan diiringi dengan pembicaraan ringan dan tak lagi menyinggung mengenai peran Citra. Makan bersama seperti ini membuat Kivia merasa menjadi lebih dekat dengan dua orang baru di depannya.
Setelah selesai sarapan, Kivia pamit karena harus menemui Pakde Bambang terkait masalah pekerjaan. Sementara Kiev, Tari dan Dio masih di tempat semula. Menikmati buah-buahan sebagai pencuci mulut.
"Kiev, please. Lo bantuin yakinin Kivia ya?" ujar Tari lagi.
Kiev mengangguk pelan. "Nanti gue bantu ngomong ke Kivia ya, Mbak. Tapi apa pun hasilnya nanti, gue harap kalian menghormati keputusan dia."
Bersambung
Ayo, gimana gaessss Kivia nerima nggak yaaa hehehhehhe.
Follow instagram : inkinaoktari untuk update karya-karyakuuu
Fangirl Enemy masih diskon 50% di shopee rdmpublishersofficial yaaaa.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro