enampuluh sembilan
"AKU AKAN MEMBUNUH KALIAN SEMUA!"
"APA YANG KAMU LAKUKAN?!" seru Kumara memasuki ruangan itu. Ia terbelalak melihat seseorang perempuan dengan gaun merah darah yang berdiri membelakanginya dan berteriak di depan Kivia.
Wanita itu menoleh dan tersenyum miring ke arahnya. "Akhirnya kamu datang juga."
Kumara mengernyitkan kening. "Ki ... nar?"
Kumara dengan cepat menarik tangan Kivia untuk berdiri di belakangnya.
"Ayah...." lirih Kivia. Antara lega dan takut. Ia tidak ingin sang ayah terluka.
Sementara itu, Kumara memandang sekeliling. Ia terkejut melihat Harya tergeletak tak sadarkan diri dengan perutnya yang berdarah. Meja dan kursi yang berantakan, juga barang-barang lain yang tampak kacau balau di lantai.
"Lihat, calon pengantinku sudah datang," ujar wanita itu memandang Kumara lalu tersenyum jumawa pada Kivia.
"Apa maksudmu?" tanya Kumara tak percaya.
Kinar berdecih. "Sayang sekali, kita tak bisa melakukan reka ulang peristiwa puluhan tahun itu. Sniper itu ada di sini, tapi aku tau gedung ini dilengkapi dengan kaca safety. Kamu memang orang yang belajar dari pengalaman, Kumara."
Walaupun tidak lantas antipeluru, kaca gedung ini dapat meminimalisir dampak tembakan peluru hingga 30-40 persen dan menjadi tidak tepat sasaran.
Kinar benar-benar menguji kesabaran Kumara akan kata-katanya. Kivia juga menggertakkan gigi untuk kembali menampar wanita itu.
Seorang pria yang tadi menyamar menjadi staf masuk dan mengunci pintu cepat. Kumara menggenggam tangan Kivia di belakangnya. Selama masih bisa berpikir dengan waras, Kumara diam-diam menekan tombol khusus pada jam tangannya. Membuat kode darurat dari para pengawal terbaiknya yang akan melacak keberadaannya saat ini.
"Kenapa kamu melakukan ini semua?"
"Apa lagi? Sudah jelas aku menyukaimu, Kumara! Kamu seharusnya menjadi milikku!"
Kumara menatap Kinar tak habis pikir. Ia bahkan menggeleng tak percaya. Bahkan mendengar kata-kata menyakitkan keluar dari mulut wanita itu sendiri tetap membuat hati Kumara bertanya ribuan kali untuk mempercayai hal ini. Dalang di balik penembakan Kaia dan serangkaian teror pada Kivia adalah ... Kinar? Salah satu orang yang ia sangat percayai. Bahkan bisa dibilang, saat ini Kinar adalah satu-satunya perempuan yang bisa dekat dengannya secara personal.
"Tunggu apa lagi? Bunuh perempuan itu!" perintah Kinar.
"Jangan sentuh putriku!" seru Kumara mendorong pria yang melesak maju itu. Namun, tentu saja Kumara bisa tersingkir dengan mudah.
"Ayah!" Kivia sudah akan menghampiri Kumara yang terlempar ke lantai, tetapi pria asing itu menariknya dan menyanderanya dengan pisau lipat.
"Lepaskan anakku! Kinar, apa yang harus kulakukan? Jangan lukai Kivia!"
"Apa yang harus kamu lakukan? Hm ... bisakah kamu memutar waktu? Aku menyukaimu sampai hampir gila! Kau malah menikah dengan wanita sialan itu! Dia selalu merebut apa yang aku inginkan! Kenapa selalu dia?! Kenapa dunia selalu membuatku menjadi bayang-bayang?! Kenapa dia menikah denganmu dan hidup bahagia sementara aku harus hidup yang bahkan untuk bernapas saja sulit!"
Kumara mengepalkan tangan. Menahan emosi yang menggelegak. Ia lalu bangkit dan mencengkram leher Kinar hingga punggung perempuan itu menabrak tembok dengan keras.
"Kamu seharusnya berjuang mencari kebahagiaanmu sendiri dan melanjutkan hidup! Bukannya terus memupuk kebencian. Kamu bahkan menjadi pembunuh!" seru Kumara di depan wajah Kinar.
Kinar kesulitan bernapas saat cekikan Kumara kian kencang. Dalam keadaan seperti itu, ia masih bisa tertawa. "Persetan! Benar, ini yang aku mau.... Kita mati bersama saja."
Bukan, bukan kata-kata itu yang membuat Kumara tersentak tak percaya. Kumara mundur dan melepaskan cekikannya.
"Siapa kamu?" tanya Kumara dengan alis bertaut. Detik berikutnya, Kumara menarik kerah kemeja wanita itu.
Wanita itu tersenyum miring.
"Di mana Kinar?!"
***
Mobil Kiev berhenti tepat di depan K-Corporation dan menimbulkan suara decitan keras yang memekakkan telinga. Mata Kiev membelalak saat Sean menggendong Maya menuju ambulan yang tiba setelahnya.
"Ada apa ini? Maya kenapa?!" tanya Kiev panik.
"Kivia dalam bahaya!" seru Sean yang membuat Kiev lantas berlari secepat mungkin.
Sean segera menyusul di belakang Kiev setelah Maya sudah berada dalam penanganan petugas dan akan dibawa ke rumah sakit terdekat. Bersama Kiev dan Sean, para pengawal berseragam hitam-hitam datang dari berbagai penjuru ikut berlari menuju ruangan tempat penyekapan itu terjadi.
Mendengar suara di luar, Kinar memberi perintah agar pria asing itu segera melukai Kivia.
Kivia tau pria ini bukan tandingannya. Namun, melihat bantuan akhirnya datang, Kivia yakin ini waktu yang tepat untuk melakukan sesuatu agar tidak terluka. Kivia menggigit lengan itu dan membenturkan kepalanya dengan keras pada wajah pria itu.
Pintu menyeruak terbuka dan Kiev langsung menendang pria yang akan menyakiti Kivia itu. Para pengawal segera menyergap pembunuh bayaran itu. Pria itu berontak, tapi ia jelas kalah jumlah.
Kiev memeluk Kivia erat. "Ya, maaf aku baru datang."
Kivia membalas pelukan Kiev sama eratnya dan tanpa berkata apa-apa, tangisannya luruh begitu saja.
Kumara kemudian melepaskan Kinar pada pengawalnya.
"Kumara! Lihat saja, ini bukan akhir. Tidak akan. Aku tidak akan melepaskanmu!" seru perempuan ith.
"Di mana Kinar?!"
"Dia sudah mati!" sahut wanita itu dan membuat Kumara terpaku.
Sementara Kivia bertanya-tanya akan apa yang mereka bicarakan. Bukannya perempuan itu adalah Tante Kinar?
Sean langsung menghampiri sang ayah yang membutuhkan pertolongan medis.
"Apa yang terjadi? Bu Kinar pelakunya?" cecar Sean yang langsung emosi melihat senyum miring wanita itu.
"Dia bukan Kinar," ujar Kumara.
"Kenapa lama sekali baru mengenaliku?" tanya wanitu itu terkekeh. Namun, hanya ia yang tahu bahwa tawa itu menyiratkan kesedihan yang mendalam.
***
(Hari Resepsi Pernikahan Kiev dan Kivia....)
"Lho, itu bukannya...." tanya seorang pengawal melihat keberadaan perempuan yang tadi memaki-makinya karena tidak bisa masuk.
Perempuan itu saat ini sedang bersulang dengan Tuan Kumara dan beramah tamah dengan kedua pengantin. Tidak seperti wanita dengan gaun merah menyala tadi yang memakai riasan tebal lengkap dengan lipstik merah, sekretaris Direktur Utama K-Corporation itu tampak anggun dengan riasan tipis sederhana.
"Itu siapa?" tanyanya penasaran pada rekan yang lain.
"Yang mana?"
"Itu yang pakai gaun hitam," tunjuknya pada Kinar.
"Kamu anak baru ya? Itu Bu Kinar. Sekretaris Tuan Kumara."
Sekretaris?
"Hm, mungkin aku salah lihat.Mereka ... terlihat mirip. Tapi ... juga tampak begitu berbeda."
***
Pada salah satu rumah sakit di Kota Baru, Kinar berbaring dengan mata terpejam rapat. Oksigen juga selang-selang yang tertancap pada tubuhnya untuk penunjang hidup. Keadaannya cukup parah dengan perban yang melilit kepalanya juga bantalan leher.
Saat itu, jari-jarinya bergerak. Perlahan, ia membuka kedua mata. Setelah berhasil beradaptasi dengan cahaya dan sadarkan diri, satu-satunya yang ada di pikiran Kinar saat ini hanyalah adik kembarnya.
Kiran.
bersambung
Kiran
Kinar
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro