Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

empatpuluh lima

Kumara Nararya meradang, ia menahan emosi saat duduk berhadapan dengan orang tua Dave.

Kumara dulu bertanggung jawab penuh menanggung semua kerugian atas batalnya pertunangan Dave dan Kivia. Kumara bahkan ingat dengan sikap arogan pasangan suami istri ini terhadapnya. Padahal putra mereka yang bajingan itu sudah melukai Kivia.

Kumara merasa sangat bodoh. Lihat sekarang, keadaan berbalik dan ia bisa membawa bangkit perusahaannya sendiri tanpa sedikit pun bantuan perusahaan mantan tunangan putrinya itu. Sekarang mereka yang memohon-mohon bekerjasama dengan perusahaannya.

Andai saja Kumara mempercayai Kivia dan berada di sisi putrinya yang berharga saat itu. Ia tidak akan kehilangan Kivia dan menyakiti hati putrinya sendiri. Namun, semua sudah berlalu. Tidak ada untungnya untuk terus berlarut-larut. Ia akan melakukan yang terbaik untuk Kivia saat ini.

Sekarang, jangan harap Dave mampu lepas dari genggamannya. Anak tidak tau diri dan kurang ajar itu ingin ia lumat sampai remuk.

"Lepaskan saya! Lepaskan! Kalian nggak tau siapa saya, hah?" seru Dave yang baru saja memasuki ruangan itu dengan kepala terbungkus kain hitam.

Orang tua Dave terperangah melihat pemandangan itu. Ibu Dave menutup mulutnya sendiri karena syok.

Masih dengan ekspresinya yang kaku dan datar, Kumara mengisyaratkan orang-orangnya untuk membuka tutup kepala Dave.

"Kalian berani dengan saya? Kalian akan menyesal!"

"Hm? Kenapa? Kenapa kalau saya berani sama kamu?" tantang Kumara geram.

Dave terbata. Ketakutan lantas menyergap melihat orang tuanya yang tampak tak berdaya di depan Kumara. "O-om Kumara?"

"Berani-beraninya kamu mencari masalah dengan anak saya?" Kumara menatap tajam Dave lamat-lamat.

Dave melepaskan dua pasang tangan kekar Pasukan Tirex yang memang sengaja membebaskan pria itu. Dave tersenyum miring dan memperbaiki jasnya agar lebih rapi. "Saya ingin kembali dengan Kivia, Om! Saya akan memperlakukan Kivia dengan baik. Saya percaya dapat menjadi penerus K-Corporation."

Kumara hampir meludah mendengar perkataan Dave. "Dasar tidak tau diri," desisnya.

Melihat dirinya diremehkan, Dave berseru dengan obsesif. "Saya lebih segala-galanya dari Kiev Bhagaskara yang berasal dari kaum rendahan itu, Om! Dia cuman mau harta Om! Saya yakin!"

"Diam kamu! Saya tidak peduli latar belakang calon menantu saya. Ia sangat menyayangi Kivia," ujar Kumara tegas.

Dave tertawa sinis dan mengusap wajahnya. "Haha ya sudahlah, aku juga tidak level dengan jalang seperti Kivia."

"Dave tutup mulut kamu!" gertak ayah Dave saat itu juga.

Kumara sudah mencapai kulminasi amarahnya. Saat Kumara melayangkan tangannya. Sebuah tangan lain lebih cepat memberi bogem mentah ke arah wajah Dave. Ya, itu dari ayah Dave.

Dave memejamkan matanya sejenak, merasakan wajahnya yang luar biasa sakit. Kemudian ia memandang sang ayah dengan kilatan amarah yang meluap.

"Ayah nonjok aku?! Hah?! Ayah nonjok aku?!" seru Dave emosi.

"Aku malu punya anak sepertimu, Dave! Kerjamu hanya berjudi, menghamburkan uang, main perempuan! Selalu membuat masalah! Kalau kau tidak mendengarkanku, jangan harap aku mau mengakuimu sebagai putraku!" cecar ayah Dave emosi.

Ia bahkan kembali menghajar Dave tanpa ampun. Dave sampai tersungkur ke lantai. Andai saja sang istri tidak menahan, mungkin wajah Dave sudah tak berbentuk lagi saat ini.

Apalagi Dave masih bisa melawan dengan mulutnya yang sama sekali seperti tidak mengenal adab itu.

Kumara mengepalkan tangan dengan kuat melihat perdebatan anak dan ayah di depannya. Ia masih tidak terima mulut Dave melontarkan kalimat hinaan untuk Kivia.

Sebenarnya, hanya dalam satu perintah, orang-orang Kumara mampu melenyapkan nyawa Dave dalam sekejap. Mereka tidak segan-segan untuk melakukannya. Namun, sampai saat ini, Kumara tidak juga memberikan perintah.

"Berhenti kalian!" hardik Kumara.

Ayah Dave kemudian melepaskan cengkraman dari putranya itu dengan kasar.

"Ampuni putra kami, Tuan Kumara. Kami akan memberinya pelajaran. Tolong jangan lukai putra saya," mohon Ibu Dave yang kini berlutut.

"Putriku juga sama berharganya dengan anakmu itu!" tandas Kumara.

Kumara benar-benar menahan diri dan tidak akan melakukan sesuatu yang gegabah, dendam hanya akan membuat hidup Kivia menjadi tidak aman ke depannya. Akan tetapi ia akan memastikan semua harus ada di bawah kendalinya. Termasuk keluarga Dave. Gertakan kecil darinya sudah mampu membuat mereka diam tak berkutik.

Raut dingin Kumara seperti biasanya berubah. Semua orang bisa tau bahwa pria paruh baya itu sedang menahan murka.

"Membuat keluarga kalian tidak mempunyai apa-apa lagi adalah hal yang mudah bagiku," ujar Kumara, jelas mengancam.

Mata mereka membulat. Terutama Dave merasa bulu kuduknya merinding mendengar ultimatum itu. Kondisinya benar-benar tersudut.

Dave bahkan sudah merangkak menuju kaki Kumara. Ia tidak bisa menanggung derita tidak punya apa-apa. Sejak dulu, hidupnya selalu bergelimang harta. Kemauannya selalu dipenuhi.

Kumara segera mundur dan tak sudi Dave bersujud di kakinya. Orang-orang Kumara menahan Dave untuk bergerak lagi.

"Urus anak kalian dengan benar! Jangan pernah lagi menunjukkan batang hidungnya di depan putriku. Camkan itu!"

"B-baik, Tuan Kumara. K-kami minta maaf atas kelakuan Dave. Kami berjanji tidak akan membiarkannya berulah lagi," lirih Ibu Dave memohon-mohon.

"Dave, cepat minta maaf!" ujar Ayah Dave sembari menarik kerah Dave untuk bangkit.

Dave meringis merasakan sakit di sudut bibirnya ketika akan bicara. "S-saya minta maaf, Om."

"Jika kau masih ingin hidup tenang, jangan ganggu hidup Kivia. Kalau tidak, kalian akan tau akibatnya. Saya tidak main-main. Semua bukti sudah saya kantongi," kata Kumara melempar dokumen-dokumen mengenai pelanggaran yang Dave lakukan juga bisnis terselubung yang tentunya ilegal.

"Dari mana...."

"Mudah saja. Jadi, berani kau berurusan dengan Kivia, jangan berharap kau bisa lolos," ancam Kumara sebelum meninggalkan ruangan itu.

***

"Halo, Bunda!" sapa Kivia ceria. Jadwal bertemu dengan Bunda akhirnya diundur saat malam harinya, mengingat seharian ini Kiev dan Kivia sibuk mengurus skandal yang Dave ciptakan.

Kiev tersenyum melihat pemandangan Kivia dan Bunda yang berpelukan dan terlihat begitu akrab.

"Ya ampun... Ini kalian bawa apa?  Kok repot-repot?" tanya Bunda menerima paper bag dari Kivia. Ada beberapa kotak black tea dan green tea untuk Bunda yang penggemar teh.

Kivia tersenyum. "Buat koleksi Bunda tea time."

"Oh iya, kamu nggak kenapa-napa, sayang? Harusnya istirahat aja dulu....." tanya Dewi khawatir.

Senyum Kivia mengembang merasakan kehangatan Bunda yang penuh perhatian. "Nggak apa-apa, Bun. Ketemu Bunda juga udah termasuk istirahat."

"Kamu ini bisa aja." Dewi menjawil ujung hidung Kivia. "Eh, bunda belum beres masak itu, kalian tunggu di sini ya?"

"Biar aku bantu, Bun," kata Kivia setelah meletakkan tasnya di sofa.

"Eh beneran? Ayo-ayo." Dewi tersenyum sumringah dan menggandeng Kivia.

"Aku ganti baju dulu ya?" kata Kiev mengusap puncak kepala Kivia singkat sebelum dua perempuan beda generasi itu beranjak ke dapur.

Kiev menoleh memerhatikan punggung sang Bunda dan Kivia yang semakin menjauh. Mereka mengobrol riang dan tak ada kecanggungan di sana. Lelah Kiev hari ini pun seolah meluap begitu saja.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro