Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

empat

Di bawah taburan bintang, Kivia menghadap ke arah Kiev dan tak bisa menahan air matanya yang luruh. Melihat tangis Kivia, hati Kiev serasa dipatahkan menjadi dua.

"Lo orang baik, Kiev. I'm so lucky to meet you."

Kiev tersenyum lembut. "Me too, Ya."

Sayangnya, pasukan tirex semakin dekat dengan tempat persembunyian mereka. Pasukan tirex berpencar. Kivia berdiri, gadis itu mulai mondar-mandir seperti setrikaan. Membuat Kiev ikut berdiri menenangkannya.

Kivia kian terisak. Sungguh, Kivia tak tahu ia menangisi nasibnya yang harus kembali menghadapi kenyataan atau fakta bahwa ia harus berpisah dengan Kiev.

"Kiev, gue, gue nggak tau harus gimana...."

Kiev tertegun, suara Kivia yang lirih menyayat hatinya. Gadis itu terisak di bawah hamparan bintang yang berkilauan.

"Kayaknya gue nyerah sampai sini aja, Kiev. Gue nggak mau lo kenapa-napa...." lirih Kivia.
Kiev mencengkram kedua bahu Kivia. "Kalau lo benar-benar nggak mau ikut mereka. Kita bisa cari cara lain. Kivia, lo jangan nyerah."

"Gue nggak mau lo luka, Kiev. Maaf, gue nggak berpikir panjang sampai libatin lo dalam masalah ini...."

"Ya, plis. Gue nggak masalah bantuin lo," ujar Kiev pelan, namun tegas.

Kiev kontan menarik tangan Kivia untuk merapat ke tembok. Mendengar langkah seseorang di dekat benteng tua itu. Mereka diam dengan perasaan gugup luar biasa. Kiev bisa sedikit mengintip dari sela bata yang sudah keropos. Hanya sedikit celah tapi bisa Kiev manfaatkan untuk memeriksa keadaan di luar.

Seseorang itu mengamati dari kejauhan. Pandangannya lurus menatap pohon besar di depan benteng. Ketika seseorang itu melangkah mendekat, Kiev dan Kivia mengeratkan genggaman mereka. Degup jantung mereka tidak terkendali. Apalagi melihat teman laki-laki itu yang bergabung.

"Di pohon itu ada...." Laki-laki itu menahan temannya. Mereka saling pandang dengan wajah yang pias. Sebelum memutuskan untuk lari tunggang langgang menjauh dari sana. Badan boleh gede, ternyata anggota pasukan tirex juga punya rasa takut jika menyangkut makhluk gaib.

Wait, makhluk gaib?

Kiev dan Kivia saling pandang. Berbeda dengan perasaan cemas karena takut tertangkap, kini bulu kuduk mereka berdua merinding. Ini hampir tengah malam dan keduanya sedang berada di tempat asing yang berani jamin tidak ada yang ke sini sebelumnya dalam waktu yang lama. Wajah mereka pucat pasi. Keduanya dengan kompak membekap mulut masing-masing ketika teriakan hampir lolos dari mulut mereka.

Numpang lewat, mbah yang di darat yang di air atau yang di udara. Kami nggak bermaksud jahat atau macam-macam.... batin Kiev berbisik heboh sambil merapalkan ayat-ayat suci dalam hati.

Kiev melirik takut-takut pohon itu. Napasnya tercekat, untung saja penunggu pohon yang menjumpai dua pasukan tirex itu tidak menampakkan diri di depan mereka. Setelah beberapa waktu berselang, akhirnya Kiev dan Kivia dapat bernapas lega.

Tunggu, dua pasukan tirex itu udah pergi? Mereka benar-benar pergi?

Kiev kembali mengintip, tidak ada lagi tanda-tanda keberadaan pasukan tirex. Kiev memandang Kivia yang terantuk-antuk. Astaga, cewek itu tertidur?!

"Ya...." Kiev mengguncang bahu Kivia pelan. "Kivia."

"Hmm?" Kivia mengerjap-ngerjap.

Kiev melongo, baru kali ini ia melihat secara langsung seseorang tidur dalam keadaan berdiri. "Kivia.... Lo Kivia, kan?"

Kivia mengucek matanya. "Iya, lah. Siapa lagi?"

Lantas, Kiev menghela napas lega. Ia mau memastikan bahwa Kivia nggak kesurupan. Kiev lalu memandangi arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. "Situasi udah aman. Ini hampir jam dua belas. Kita nggak mungkin sembunyi di sini sampai besok, kan?"

Kivia mengangguk cepat lalu berbisik, "Gue takut banget."

"Gue juga," sahut Kiev turut berbisik.

Kiev meraba sakunya mencari keberadaan ponsel. Duh, ponselnya pasti ketinggalan di mobil. Padahal Kiev berencana untuk meminta bantuan Pak Jarwo untuk menjemput mereka.

"Lo udah nggak apa-apa, Ya? Hape gue di mobil."

"I am totally fine. Ayo kita keluar. Let's go, Kiev!"

Kiev menahan senyuman melihat Kivia yang tampak begitu bersemangat. Melihat Kivia yang bertelanjang kaki, Kiev ikut melepas pantofelnya. Benar saja, bagian atas tumitnya lecet.

"Mau pakai sepatu gue, Ya? Emang bakal kegedean sih buat lo tapi kita nggak buru-buru juga. Daripada lo nyeker," ujar Kiev seraya menyodorkan sepatunya.

"Lo malah yang jadi nyeker, Kiev Bhagaskara. Nggak ah, Kiev. Kaki gue juga basah. Nggak enak pakai sepatu." Kivia tersenyum cerah. "Yok, jalan!"

Mereka berjalan beriringan di jalanan gelap. Kiev dan Kivia juga harus mengira-ngira jalan yang mereka telah lewati untuk menuju mobil Kiev.

"Gue nggak pernah ikut kemah sih, tapi mungkin kayak gini yang namanya jurit malam." Kiev terkekeh melihat celananya yang dilipat sampai lutut. Kakinya dan Kivia yang tanpa alas terayun beriringan. Juga pantofel dan heels yang ditenteng di tangan masing-masing.

Kivia tergelak. "Mendaki gunung lewati lembah banget kita ya?"

Akhirnya mereka tiba di tepi danau yang penuh bebatuan besar dekat padang ilalang mobil Kiev berada. Kiev membantu Kivia melangkah ketika melalui medan yang sulit.
Gadis itu beberapa kali terenyuh dengan perlakuan Kiev. Mungkin tampang Kiev yang good looking tidak perlu dibahas lebih jauh. Kiev punya manner yang luar biasa. Kivia bertanya-tanya bagaimana ada seseorang yang sebaik ini padanya. Bahkan di hari pertama pertemuan mereka yang tak terduga serta rentetan peristiwa yang mereka alami malam ini.

"Akhirnya...."

Kiev dan Kivia mendesah lega melihat mobil Kiev yang masih berada di tempat semula. Sebelum menghampiri mobil itu, Kiev dan Kivia bersembunyi untuk melihat sekitar. Memastikan tidak ada pasukan tirex yang menunggu di sana dan bersiap menyergap mereka.

Syukurlah, keberuntungan berpihak pada mereka berdua. Kiev dan Kivia segera masuk ke dalam mobil dan syukurnya, walau baret di sana-sini mobil Kiev masih baik-baik saja dan dapat digunakan. Kiev melajukan mobilnya mundur sebelum akhirnya keluar dari padang ilalang itu tanpa kesulitan.

Kiev meminta Kivia untuk memeriksa ponselnya dan menelepon balik kontak Bunda.
Kivia menyalakan loudspeaker kemudian mengarahkan ponsel Kiev ke arah cowok itu.

"Halo, Kiev? Bunda udah nelepon berkali-kali kok nggak diangkat?! Kamu masih di tempat prom atau lanjut ke mana? Ini itu udah jam berapa? Kok sama sekali nggak ngabarin? Apa kamu malah lagi ke diskotik kayak anak-anak gaul itu?! Kok nggak bilang-bilang Bunda?! Jangan macem-macem kamu ya, Kiev!" ceplos Dewi tanpa bisa direm.

"Bun, calm down. Kiev nggak ke tempat hacep. Bentar lagi Kiev sampai rumah Bunda."

"Oke deh, eh tapi kamu nggak apa-apa,kan?"

"Iya, Kiev nggak apa-apa, Bun."

"Sip, hati-hati, ya!" Sambungan pun terputus.

"Bunda gue agak cerewet emang. Maklum ya?" Kiev tersenyum simpul. "Lo nginep di rumah gue dulu nggak apa-apa kan?"

"Eh, uhm, hah?" Kivia gelagapan. Gils, kok Kivia nggak berpikir sih buntut panjang dari acara kabur-kaburannya ini. Mau nginep di hotel nggak ada duit. Apalagi balik ke rumah tante Wiwi. Gimana kalau pasukan tirex masih berjaga di sana?

"Eh, tapi bunda lo gimana? Astaga, sorry Kiev. Gue emang nggak mikir panjang."

"Bunda gue baik kok. Pasti heboh awalnya. Tapi gue nggak mungkin biarin lo tidur di luar."

Kivia memandang Kiev lekat. "I owe you, Kiev. Too much."

"Rileks, yang penting lo bisa istirahat di tempat yang aman. Nanti kita pikirin lagi gimana ke depannya." Kiev tersenyum menghantarkan ketenangan bagi Kivia.

Sepanjang perjalanan, Kiev dan Kivia membincangkan banyak hal. Terutama tentang aksi kejar-kejaran yang mereka alami barusan.

"Asli, pasukan tirex lu kocak juga, Ya. Badan keker tapi takut hantu. Eh, jujur gue juga takut sih," ungkap Kiev. Tawanya berubah jadi ringisan.

Kepala Kivia terangguk heboh. "Asli horor banget tadi tuh, gue mau ngajak lo ngomong tapi nggak tau gimana.

"Yeee lo aja sampai ketiduran tadi. Lo diem tadi aja, gue bahkan curiga lo kesurupan."

"Tapi diem-diem dalam hati gue berterimakasih sih sama penunggu pohon itu."

Kiev tertawa geli. "Iya, gue notice sih lo sampai membungkuk beberapa derajat ke pohon itu, Ya."

"Astaga! Lo liat?" Kivia melotot malu.

"Iya. Abis ini jangan jadi pengabdi pohon lho, Ya."

"Nggak lah, Kieeev! Gue bersyukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa telah mengirimkan bantuan melalui makhluk-Nya."

Mereka berdua tertawa. Tak terasa, mereka pun tiba di kediaman Kiev. Pagar tinggi itu terbuka ketika mobil Kiev masuk. Rumah itu begitu hijau dan juga asri. Kiev memasukkan mobilnya di carport. Kivia merasa begitu gugup melihat seorang perempuan dewasa yang sedang bersedekap di depan pintu.

"Santai, Bunda nggak gigit orang kok."

Kivia mengangguk terpatah. Tidak bisa membayangkan respons Bunda Kiev terhadap dirinya. Bagaimanapun ini sudah tengah malam dan ia pulang bersama anak laki-laki beliau.

Bunda Kiev membelalak melihat kehadiran Kivia. Gadis itu juga baru menyadari penampilan Kiev dan dirinya saat ini. Ia masih mengenakan jas milik Kiev dan dressnya yang kini sudah compang-camping juga penuh noda plus setengah basah di bagian bawah. Belum lagi kakinya yang lecet-lecet.

Sedangkan Kiev nggak jauh lebih baik, kemejanya kusut dan sebagian ujung kemejanya sudah keluar dari celana. Celana yang terlipat sampai dengkul kayak orang lagi nyari kodok. Rambut mereka yang sama acak-acakkan. Kaki telanjang dan tangan yang menenteng sepatu masing-masing. Kalau wajah sih, Kiev masih tampan paripurna walaupun butek. Sementara Kivia nggak tau lagi, dia nggak sempat ngaca. Kivia dan Kiev cuma menyengir bercampur meringis menghadapi Bunda Kiev.

Reaksi Bunda Kiev?

Jelas-jelas heboh!!!

"YA AMPUN, KIEV KAMU KE MANA AJA?!!! INI JUGA SIAPA? KAMU BAWA PULANG ANAK ORANG?! YA AMPUN KIEV KAMU MABOK?!! IYA?! KAMU MABOK YA KIEV?!!!"

Sepatu yang ditenteng Kiev lantas terlepas begitu saja tatkala sang bunda melesat memukuli bahunya. "NGGAK BUN! KIEV NGGAK MABOK!"

"KATANYA SEKOLAH KAMU PROM-NYA ALCOHOL FREE! TERUS KAMU KE MANA?! KE KLUB?! KATANYA ENGGAK! KAMU BERANI BOHONG SAMA BUNDA?!

"Bunda! Kiev nggak mabok! Kita masuk dulu ya? Kasian temen Kiev, Bundaaa."

Bunda Kiev mengendus-ngendus tubuh anaknya layaknya kucing. "Iya sih kamu nggak bau alkohol. Cuma bau asem aja."

Kiev hampir memukul jidatnya. Sedangkan Kivia mati-matian menahan tawa. Kiev mengendus tubuhnya sendiri, bunda ini, enak aja bau asem, parfum mahalnya masih nempel gini kok. "Iya, Bunda. Kiev sadar sesadar-sadarnya. Jadi, masuk dulu ya. Biar kami berdua jelaskan."

"Ja .. jadi kalian ... kalian sama-sama sadar?" Ekspresi Bunda Kiev lebih sensasional dari sebelumnya.

"Iya, Bun. Kami sadar!" tegas Kiev. Kivia pun mengangguk setuju penuh keyakinan.

Ternyata Bunda Kiev malah makin shock.

Ya Allah. Kiev capek.

Jujur aja, Kiev nggak polos-polos banget untuk membaca isi pikiran Bunda saat ini. Nggak menyangka pengungkapan kesadaran itu malah membuat Bunda salah paham.

"Bun, kami nggak macem-macem. Kalau macem-macem, Kiev bakalan bawa dia ke apartemen Kiev dibanding ke rumah Bunda."

Kivia terkesiap. Jadi, tampang syok Bunda Kiev karena memikirkan telah terjadi sesuatu yang nehi-nehi antara dia dan Kiev? Ya ampuuun! Pipi Kivia jadi panas.

Dewi mengangkat alis. "Wow. Benar juga."

"Apa pun yang ada di pikiran Bunda akan kami klarifikasi oke? Tapi lebih baik kalau masuk dulu."

"Okedeh. Tapi, Kiev." Dewi melirik Kivia dan tersenyum ramah. "Kalau kalian minta nikah muda, Bunda kayaknya bakal kaget banget."

"Bunda, daripada makin ngaco, masuk dulu ya? Please?" Kiev memohon dan menunjukkan wajah malaikatnya.

"Oke." Dewi menghela napas sebelum kembali menoleh pada Kivia dengan eyesmile-nya yang nggak ketinggalan. "Ayo masuk, Nak."

"Uhm, makasih, Tante...." ujar Kivia pelan, suaranya seperti nyangkut di tenggorokan.

Sebelum masuk, Kiev dan Kivia membasuh kaki mereka dengan selang yang biasanya digunakan untuk menyiram tanaman. Kiev dan Kivia menggunakan slippers lalu masuk. Bunda Kiev memerhatikan interaksi dua remaja itu. Kiev terlihat sangat memedulikan gadis yang datang bersamanya itu. Hm, mencurigakan.

Kok Kiev nggak pernah cerita tentang gadis ini?

Kiev memang tidak pernah bercerita secara detail tentang cewek-cewek yang mencuri perhatiannya. Sebagai selebriti muda, Kiev acapkali digosipkan dengan gadis-gadis dari kalangan dunia entertain, tapi Kiev selalu mengelak dan mengungkapkan hubungannya hanya sebatas rekan kerja.

Semenjak Kiev memasuki sekolah, Dewi hanya tau mengenai Lintang, teman sekelas Kiev yang ternyata seorang dokpol yang sedang menyamar. Atau Gina, salah satu petinggi Kiev Fans Club. Sayangnya, Gina menolak secara halus ajakan Kiev ke prom nite. Jadi, siapakah sosok cewek ini? Apa dia yang menemani Kiev ke prom nite?

Namun, daripada datang dari prom nite mereka lebih kayak bocah baru balik main dari sawah. Meskipun Dewi tau pasti, midi dress yang dikenakan gadis itu adalah salah satu spring collection dari Dior.

"Bun, ini temen Kiev, namanya Kivia."

Kivia mengulurkan tangan menyalimi tangan Bunda Kiev sopan. Dewi pun menyambutnya dengan baik.

"Perkenalkan, Tante. Nama saya Rembulan Kivianisya...."

"Nama saya Dewi. Panggil Bunda aja."

"Kivia, tante."

Dewi melirik Kiev. Oke, Kiev dan Kivia. Nama mereka hampir mirip. Wow. Amazing.

"Tangan kamu dingin banget, Nak. Mandi air hangat ya? Setelah itu baru Bunda akan mendengarkan penjelasan kalian."

Dewi lalu beralih pada putra semata wayangnya. "Kiev, kamu juga cepet mandi."

"Siap, Bundadari!" Kiev memberi hormat.

"Kivia Bunda yang urus. Nggak usah khawatir."

"Makasih ya, Bunda."

Kiev lalu menoleh pada Kivia. "Ya, kalau Bunda gigit sebut nama gue tiga kali."

Kivia tertawa kecil ketika Bunda Kiev menjitak kepala sang anak. Lalu mengusir Kiev agar segera mandi.

Dewi menunjukkan kamar tamu dan menyerahkan kaos dan celana piama. "Maaf ya, ini kaosnya Kiev. Kalo celananya punya Bunda. Baju Bunda baju ibu-ibu banget soalnya."

"Nggak apa-apa, Bun. Kivia makasih banget ini," kata Kivia sungkan.

Bunda mengusap bahu Kivia lembut. "Bunda keluar dulu ya."

"Iya, Bunda. Makasih banyak. Maaf Kivia ngerepotin."

"Nggak apa-apa. Bunda seneng Kiev punya banyak temen." Dewi tersenyum diplomatis.

Kivia tertegun. Kenapa kata-kata Bunda menyatakan seolah-olah Kiev tidak punya banyak teman sebelumnya?

---





Jangan ragu-ragu untuk mengungkapkan perasaanmu setelah membaca cerita ini yaa ^^

find me on

instagram:
inkinaoktari
inkinayo

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro