12. Perjalanan Menuju Alphard
Waktu berlalu, dan kami memutuskan untuk kembali pulang ke rumah Milis. Sudah cukup latihan hari ini, adik-adik banyak mengeluarkan peluh karena berlarian mengejar buruan; rusa bertanduk seperti unicorn, keong darat dengan jalan yang supercepat, burung tanpa sayap, juga tupai bertelinga besar melompat dari pohon satu ke pohon lain.
Sekarang, di ruang tamu setelah selesai makan malam, kami berdiskusi lagi tentang apa yang akan kami lakukan setelah menyelesaikan latihan. Yang pertama, Milis menyarankan untuk pergi ke desa Alphard lebih dulu, mengorek informasi para Skeleton. Skeleton adalah sebutan ras tengkorak---mereka hidup dari kerangka orang-orang mati yang sebenarnya kerangka itu diisi oleh Roh Kegelapan. Aku jadi bingung setelah Milis banyak menjelaskan hal-hal tak masuk akal lainnya tentang dunia ini---ada para Roh, separuh jiwa dan teman-teman Seira.
Roh hanya terbagi menjadi dua, Roh Cahaya yang tinggal di langit, dan Roh Kegelapan yang ada di daratan. Roh benar-benar sulit ditemukan, apalagi Roh Cahaya.
Yang kedua, kami melangsungkan perjalanan ke desa Serenity. Ini pilihan yang tidak buruk, tapi jika kami memilih pilihan ini, maka kami bisa saja tertinggal banyak informasi penting tentang dunia ini. Sebenarnya, tujuanku dan adik-adik dari awal adalah pergi dari Sisi Dalam. Kami harus secepatnya keluar dari sini agar aman, tapi perjalanan yang akan kami tempuh bukanlah perjalanan yang mudah. Sudah pasti akan berbahaya, dan akan memakan waktu yang lama.
Jadi, jika kami pergi ke desa Alphard maka aku merasa kalau kami akan aman. Karena kami akan menggali banyak informasi untuk persiapan. Tapi karena pilihan ini pula, perjalanan akan semakin lama. Dibandingkan dengan pergi langsung ke desa Serenity yang bisa mempercepat perjalanan, tapi membuat persiapan kurang.
Akhirnya, aku dan adik-adik sepakat untuk pergi ke desa Alphard. Mengorek banyak informasi lagi tentang manusia dan hal-hal apa yang harus dilakukan jika ada bahaya.
Dan tujuan kami pergi ke desa Alphard adalah, perpustakaannya. Perpustakaan tua yang katanya pernah dibuat oleh para manusia yang sempat bekerjasama dengan Peri.
Perpustakaan yang ajaib.
***
Kami menghabiskan waktu selama lima hari di kediaman Milis. Setiap harinya diisi dengan latihan-latihan berat. Seperti apa kata Milis, kami memiliki bakatnya masing-masing. Gimmy pandai memanah, dia juga pandai meracik obat. Chloe sangat lincah dan gesit, dia mahir menggunakan tombak. Chloe juga belajar seni bela diri dengan Milis dan William. Choirul kurang mahir menggunakan senjata, tapi dia mengandalkan intuisi dan inderanya yang sangat peka untuk mengamati sekitar. Teressa dan William adalah yang paling keren! Mereka mahir banyak hal!
Sedangkan aku? Aku sama seperti Choirul, tidak ada bakat untukku menggunakan senjata, karena memegangnya saja sudah bikin gemetar. Jadinya aku hanya bantu-bantu dalam memasak.
Dan sekarang, segala persiapan sudah matang untuk kami berangkat. Mulai hari ini aku tidak dapat tidur nyenyak di atas kasur yang empuk dan hangat, aku akan bertualang. Adik-adik memakai mantel hangat, di punggung Choirul, Teressa, William, Gimmy dan Chloe terdapat panahan. Mereka terlihat keren sekali. Ini membuatku terpukau sekaligus khawatir. Aku takut mereka terluka.
Para Peri Rumah mengantarkan hingga depan pagar rumah Milis. Dun menangis hebat memeluk Gimmy, rupanya selama hari-hari yang kami habiskan di rumah Milis, Dun dan Gimmy menjadi sangat dekat. Mereka imut sekali. Kemudian, segera setelah berpamitan, kami pun pergi ketika Milis menjentikkan jarinya.
Kami kembali lagi ke sini, ke hutan yang gelap dengan pohon rindang yang menjulang. Segala suara agak keras yang keluar dari sini akan menggema, cahaya matahari takkan masuk, ini membuat kami seolah-olah terperangkap dalam gelap.
"Milis, kita akan berjalan ke mana?" tanya Teressa, berjalan dekat denganku, menggenggam tangan Gimmy dengan erat.
"Kita akan terus jalan ke arah Selatan sampai keluar dari hutan." Milis menjawab dengan senyum terpasang di bibirnya.
Aku menelan dahaga. Suara langkah kaki kami yang beradu membuat gema, juga suara hewan-hewan yang mengerikan seolah mengelilingi kami dan memerhatikan. Kegelapan di sini sangat mengerikan. Aku tak nyaman.
"Walaupun kita sudah berlatih di hutan ini selama beberapa hari, tapi entah kenapa aku tetap merasa takut." Chloe menatap tajam dengan waspada ke arah sekitar. "Milis, apa di sini tidak ada monster yang berbahaya?"
"Entahlah, Chloe. Mungkin ada, mungkin juga tidak. Tempat ini di luar kuasaku, aku tidak dapat memprediksi kapan mereka akan datang dan mendekat." Milis menatap Chloe. "Tapi untuk itu, bukankah kita bisa mengandalkan kembaranmu?"
Chloe menoleh ke arah Choirul yang berjalan dengan kaku. Peluh dingin bercucuran di pelipisnya. "Choir, kau baik-baik saja?" tanya Chloe.
Choir tidak mengangguk. "Ya, jika kita bisa berjalan cepat."
Aku jadi menghentikan langkah, menatap ke arah Choir. "Ada apa, Choir?"
Suara gagak menggema, membuat kami mendongak ke atas dengan terkejut, kecuali Choir yang gemetar ketakutan tetap memfokuskan pandangannya ke tanah.
"Sebaiknya kita cepat, Grill." Gimmy bersuara.
Aku mengangguk, kembali berjalan diikuti adik-adik dan Milis dengan agak cepat. Tentu saja, kami tidak bisa berlari karena itu akan menimbulkan suara yang keras---bisa-bisa sesuatu yang sedang Choir takutkan akan datang mendekat.
"Grill." Choir memanggil dengan suara gemetar. Kami segera menghentikan langkah dan menoleh padanya. Teressa dan William segera waspada dengan tombak dan panahan mereka, Gimmy berlindung di dekatku, Chloe juga waspada.
"Katakan, Choir." Aku mengeraskan rahang.
"Di atas dan di bawah ... Grill."
Milis mendongak, gagak berterbangan tidak tentu arah itu turun ke bawah. Sangat banyak, beberapa dari mereka jatuh dengan paruh berdarah. Kami berusaha menghindar, jatuhnya gagak membuat kami terkejut, dan tentu saja segala suara ribut jadi datang dari arah kami. Cepat, kami berlari dari tempat jatuhnya para gagak, diikuti Milis yang membuat pelindung dari sihirnya. Namun, sayang, tanah bergetar membuat Milis kehilangan keseimbangan dan terjatuh.
"Ini, Carberus." Milis mencoba bangun.
Aku terjatuh, tanahnya bergetar hebat sekali.
"Kita harus lari, Grill!" Teriak Teressa, menarik tanganku dan Chloe untuk bangun.
"Kita tidak bisa, Teressa! Ada dua Carberus yang datang, tanahnya akan bergetar semakin hebat!" Chloe berteriak, memegang Choirul yang jatuh terduduk. "Apa yang harus kita lakukan, Milis?!"
"Kita harus bersembunyi." Choirul memegang erat telinganya. "Kita harus bersembunyi!"
"Mendekatlah!" Aku berteriak, menarik tangan Teressa dan William, membuat Chloe segera bangkit dan ikut mendekat.
Milis merentang tangannya, membuat sekelebat cahaya hitam datang dan mengelilingi kami. Seketika, semuanya gelap. Tapi aku masih bisa mendengar suara gemuruh para gagak dan hewan lain, juga suara langkah kaki yang menggema.
Aku memejamkan mata, degup jantungku sangat cepat. Aku sangat takut.
Cahaya muncul di tangan Milis, membuat kami dapat melihat satu sama lain.
"Apa kita akan baik-baik saja?" tanya Gimmy.
Aku mengatur napas, Teressa di sebelahku memeluk lengan dengan takut. Aku mengerti, kami memiliki ketakutan yang sama.
"Semua akan baik-baik saja." Milis menghela napas dan tersenyum. "Maafkan aku, tadi sangat gawat. Aku tidak tahu kalau Carberus ada di sekitar sini."
"Sebenarnya itu makhluk apa?" William bertanya.
"Itu, makhluk dengan kepala tiga. Mirip seperti anjing." Chloe menjawab. "Dia sangat besar."
"Sekarang kita ada di mana, Milis?" Teressa menatap ke arahnya. "Apa kami akan benar-benar aman?"
"Ya, jangan khawatir. Kalian harus terbiasa dengan ini."
"Tenanglah, Teressa. Kita akan aman." Aku melirik Choirul. "Choir, kau baik-baik saja? Aku bingung, kenapa kamu jadi sangat sensitif."
Choir menunduk. "Maafkan aku, Grill. Aku baik-baik saja."
"Apa kau menyembunyikan sesuatu dariku?" tanyaku dengan alis mengkerut.
Wajah Choirul sedikit menegang, kemudian menggeleng dan tersenyum. "Tidak. Tidak ada."
"Ini ada di dalam tempurung yang aku buat dengan magis. Di sini aman, kalian tidak terlihat dan tidak teraba, kita akan keluar ketika suara mereka sudah tidak terdengar dan melanjutkan perjalanan."
Adik-adik menghela napas lega, begitu juga aku. Tapi, aku mengkhawatirkan satu hal.
Ada apa dengan Choirul?
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro