Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

10. Rahasia-rahasia yang Tak Kami Tahu

Karpet hijau berbentuk bulat berbulu lembut berada di tengah-tengah ruangan, dikelilingi oleh tempat duduk persegi panjang dilapisi kain yang empuk bagai tempat tidur kecil---sofa, juga ada laci di pojok ruangannya tempat menyimpan botol-botol kaca berisi air berwarna cerah. Dinding dalam rumah Milis berdiri kokoh dari kayu pilihan, tapi beberapa petak terbuat dari batu bata merah. Di sini terdapat banyak sekali lukisan dan tanaman liar yang menjalar di dinding dengan cantik. Milis sepertinya pandai memilih bunga sebagai penghias ruangan; mawar putih. Sehingga rumahnya tampak sangat segar. Selain bunga, di sini juga banyak burung yang bertengger pada barang-barang pajangan---entah itu lilin, sebentuk jam dinding atau patung. Rumahnya juga benar-benar terang. Bukan dari lampu minyak, melainkan dari sesuatu yang berbentuk kristal melayang di setiap sudut ruangan, dan yang paling besar berada di tengah ruangan.

Tidak seperti rumah kami yang pengap karena memiliki jendela kecil, rumah Milis memiliki tiga jendela sangat besar. Satu lainnya berada di belakang, berdesain mosaik buram. Jendela seperti ini ketika terkena sinar matahari akan terlihat cantik, karena memantulkan banyak warna dari jendelanya. Satu kata untuk rumah Milis: indah.

"Selamat datang di rumahku, jangan ragu untuk menganggap rumah ini seperti rumah kalian sendiri." Milis beralih duduk di sofa. "Silakan duduk."

Aku mengangguk, lantas kami menuruti perintahnya untuk duduk di sofa. Dan, luar biasa! Ini benar-benar empuk dan hangat! Kursi di rumah kami sama sekali tidak empuk dan hangat, sangat kasar dan dibuat dari batang pohon dengan asal.

Sejenak suasana lengang. Aku tidak tahu harus berbuat apa, adik-adikku terlalu sibuk antusias dengan sofa. Sampai kemudian tiba-tiba muncul suara bel berdering sangat kecil. Betul saja, ada empat sosok kecil terbang mendekat dengan membawa teko dan banyak gelas. Benda-benda yang mereka bawa juga melayang dan mendarat sempurna di atas meja. Setelahnya mereka pergi dan kembali membawa banyak makanan, entah namanya apa, tapi ini seperti mi. Ada juga ayam dan kue-kue coklat yang sering aku lihat di buku dongeng.

"Aiya, Master! Anda datang tanpa mengabari." Salah satu dari sosok yang terbang itu berbicara, suaranya terdengar seperti anak kecil. Tiga lainnya terbang mendekatiku dan adik-adik, itu membuat kami waspada.

Milis tertawa sambil mengambil secangkir teh. "Mereka adalah tamuku. Manusia," katanya, melirik padaku.

Aku menatap tidak mengerti.

"Jangan cemas. Mereka adalah Peri Soliter yang menjadi Peri Rumah. Mereka tidak jahat karena aku adalah tuannya." Milis tersenyum bangga. "Karena kau akan tinggal di sini untuk sementara, mereka akan melayanimu juga."

"Peri?" Mereka lucu sekali! Senang melihatnya secara langsung. Jujur saja, aku menarik senyum tanpa sengaja sekarang.

Milis mengangguk. "Yang kurus berambut pendek itu Yamle, yang gemuk adalah Dun, dan yang berambut panjang adalah Bedra. Jangan sampai salah menyebut nama, mereka bisa marah besar dan melemparimu barang-barang yang ada di sekitar mereka."

Aku mengangguk melihat para Peri Rumah yang berterbangan mengelilingiku dan adik-adik. Mereka tampak sepeti manusia, hanya saja bentuknya mini (sekitar 60-90 sentimeter), dan memiliki sayap tipis yang mengepak cepat. Mereka memiliki rambut sewarna hijau dan mata yang indah berkelip. Pakaian yang mereka pakai seperti sarung bantal dan serbet teh. Walaupun begitu, wajah mereka sangatlah cantik dan menggemaskan.

"Yamle ingin tahu namamu," kata Yamle yang memiringkan wajahnya. "Kau sangat cantik sekali."

Aku terkekeh. "Kau juga lucu." Aku menunjuk diriku sendiri. "Panggil aku Grill, dan mereka adik-adikku. Teressa, Chloe, Gimmy, Choirul dan William."

"Dun suka Gimmy!" Dun terbang melesat cepat dan mendarat di kepala Gimmy. "Rambutnya sangat hangat."

Gimmy tertawa. "Mereka lucu sekali, Grill!" seru Gimmy.

"Kalian juga harus memakan makanan yang tersaji. Setelah itu pergi tidur," kata Milis, kembali menenggak tehnya.

Kami seketika terdiam. Bohong jika bilang, aku tidak lapar, setelah melihat banyak makanan yang tampak enak di depan mata. Apa yang telah kami lalui tadi cukup melelahkan, juga mengerikan. Aku cemas karena sepertinya setelah ini akan ada lebih banyak bahaya menanti, juga aku cemas tidak dapat melindungi adik-adik.

Mereka menatap padaku dengan ragu, kemudian aku menatap Milis. Bagaimana jika dia menipu kami? Bagaimana jika makanan yang ada di hadapan kami sekarang adalah racun mematikan?

Seolah tahu arti tatapanku, Milis berkata, "Tidak ada racun. Makanan itu aman dimakan manusia. Percayalah."

Aku lantas mengangguk kikuk, kemudian mengambil kue coklat yang menggoda sejak tadi. Aku tidak pernah memakannya, karena coklat di desa sangatlah mahal. Coklat juga hanya dimakan oleh orang-orang bangsawan. Dengan kata lain, coklat adalah makanan yang istimewa. Tidak sembarang orang dapat memakannya dengan cuma-cuma.

Begitu aku memakannya, rasa manis yang aneh terasa meleleh. Tercium harum buah stroberi dan mangga dengan kentara saat aku berhasil melakukan gigitan pertama. Kuenya sangat hangat, sepertinya baru keluar dari oven. Teksturnya lembut, seperti mencium pipi Gimmy saat dia masih bayi----bedanya ini lebih lembut. Sangat enak!

Adik-adik yang melihatku langsung menghabiskan satu kue menatap dengan lapar. Cepat-cepat aku mengangguk, lantas mereka segera mengambil makanan yang tersaji sesuai apa yang dimau.

Rasanya sangat senang dapat bertemu orang baik di situasi yang teramat mengerikan dan masih gelap untuk dijelaskan. Kami kelelahan dan kelaparan, tapi sekarang tidak lagi. Perut kami sudah terisi dengan makanan enak. Setelah makan, Milis memerintah kami untuk pergi mandi dan memakai baju yang disediakan. Setelah itu, bergegas tidur. Aku memang tidak banyak bertanya untuk sekarang, lebih banyak menurut. Karena adik-adikku butuh istirahat, jika aku menanyakan segala yang berkeliaran di kepala, alhasil adik-adikku akan kembali cemas.

Kamar mandi Milis seperti danau kecil yang tidak dalam. Maksudku, ada kolam di tengah-tengah ruangan tertutup. Alasannya sangat dingin berbahan sewarna biru bermotif bunga cantik, ubin ini pasti didesain oleh seseorang yang sudah profesional. Lebih dari itu, airnya sangat hangat dan jernih. Terdapat sabun dan air mancur yang dapat diatur. Yamle bilang, itu dinamakan shower. Tuannya menemukan itu dari pasar lelang. Aku mengangguk saja, karena memang benda-benda ajaib dan sulit ditemukan pastinya hanya terjual di pasar lelang.

Cara kegunaan shower ini juga sangat mudah. Aku tinggal menurunkan tuas yang menancap pada selan air berbahan besi yang memanjang----dan sedikit melengkung ujungnya ke bawah, dengan begitu, air seperti tetesan air hujan deras muncul dari sana.

Setelah mandi, pakaian yang kami gunakan adalah piyama tidur orang-orang bangsawan. Terlihat kurang bahan tapi nyaman dan lembut saat digunakan. Milis juga menyiapkan tiga kamar kosong untuk kami. William dengan Gimmy, Chloe dan Choirul, kemudian aku dengan Teressa.

Kembali lagi, aku bersyukur karena adik-adikku tampak senang dan kembali segar. Wajah mereka berseri-seri. Sampai kemudian karena lelah yang teramat sangat, adik-adikku jatuh tertidur. Aku meminta Milis untuk memindahkan mereka ke tempat tidur mereka masing-masing. Hingga akhirnya, tersisalah aku, Milis, dan para peri.

"Aku tahu kenapa kau belum tidur, Grill." Milis berjalan keluar kamar Gimmy dan William selepas menyelimuti mereka dengan selimut. Aku mengikutinya dari belakang. "Kau memiliki banyak pertanyaan untukku."

Aku mengangguk. Milis kemudian duduk kembali di sofa, menatapku kemudian menyuruhku untuk ikut duduk di sofa. Aku lagi-lagi menurut.

"Katakan apa pertanyaanmu," kata Milis, melipat kedua tangan di dada, wajahnya tanpa rileks.

Aku terdiam sejenak. Ada banyak pertanyaan yang mengelilingi kepalaku. Mula-mula tentang desa, kemudian melebar tentang rasa ingin tahuku pada dunia luar, lalu buku misterius itu, kejadian yang menimpa desa, Dunia Paralel, desa-desa terkutuk, kemudian Charles George.

Aku menggaruk pelan kuku tangan---gugup. Sedangkan suara api yang terbakar di perapian sana seolah senang memerhatikan kami. Suasana kembali lengang, para Peri Rumah duduk di atas meja menghadap ke arah kami.

Akhirnya, aku bersuara. "Apa dunia ini ... terkutuk?"

"Tidak." Milis menjawab enteng. "Setiap sesuatu di dunia selalu memiliki batasannya tersendiri. Entah itu kedalaman air laut, ketinggian, atau bahkan kehidupan. Kau tahu dari beberapa buku manusia yang aku baca, terdapat kata-kata, bahwa setiap ada awal selalu ada akhir. Contoh kecilnya adalah pertemuan dan perpisahan. Begitu juga dunia yang kau tempati sekarang, Grill. Mereka terbatas, tapi tidak saling singgung."

Aku menggeleng. "Aku tidak mengerti."

"Bagaimana kalau aku bilang, bahwa dunia ini terbagi menjadi dua bagian?"

Aku mengerutkan dahi. "Dua bagian?"

Milis tersenyum. "Apa para petinggi di desamu tidak memberi tahu?"

Aku menggeleng lagi. "Mereka menyembunyikannya dari kami. Di desa, kami dilarang bertanya dan menyebutkan hal-hal tentang dunia luar. Jika kami melakukannya, kami akan dihukum dan dianggap melanggar aturan desa."

"Kasihan sekali. Padahal tidak boleh disembunyikan, kalian berhak tahu faktanya dan bertindak lebih lanjut. Jika diam saja dan menganggap semuanya normal, kalian tidak akan pernah aman." Milis menatapku serius. "Dahulu, sebelum dunia terbagi dua, hanya ada manusia yang menempatinya. Sampai Seira—ibu kami, terkena penyakit. Dan anak-anak yang lahir tidak lagi manusia, melainkan makhluk berbentuk aneh dan mengerikan. Mereka terlahir kuat, memiliki magis yang tidak manusia punya. Apa yang kau lihat saat di hutan, itu adalah salah satunya.

Awalnya, para manusia menerima kedatangan saudara-saudara dengan rupa yang aneh itu. Namun, karena para manusia sangat lemah dan tidak memiliki kekuatan magis, mereka mulai iri. Demi mendapatkan kekuatan itu, pertempuran pun terjadi. Banyak manusia yang mati, sedangkan para saudaranya yang berupa aneh semakin menjadi dan merasa yang paling berkuasa. Manusia tidak lagi menganggap mereka saudara, sampai menyebut mereka dengan monster. Dewi yang mengetahui itu marah besar, tapi tidak sanggup melawan karena penyakitnya yang kian parah.

Akhirnya, di sisa-sisa hidupnya, Dewi mengeluarkan semua magis dalam dirinya dan dalam para makhluk aneh itu ke dalam sepucuk bunga. Dengan begitu, para mahluk dengan rupa aneh tidak dapat hidup abadi dan mengeluarkan kekuatan mereka dengan skala besar yang dapat membahayakan manusia. Begitu juga manusia yang diberi peringatan untuk tidak saling singgung dan mengambil bunga magis yang berisi kekuatan.

Sampai kemudian, Dewi mati dan bereinkarnasi menjadi bunga magis itu. Dunia kembali damai, perjanjian untuk tidak melukai satu sama lain dan mengambil apa yang tidak seharusnya mereka ambil terlaksanakan selama beratus-ratus ribu tahun. Sampai ada pada suatu masa, ada manusia serakah dan memetik bunga magis, menelannya, sehingga menghasilkan para manusia setengah monster----mereka adalah para penyihir. Tentu para mahluk dengan rupa yang aneh marah, hal itu membuat pertikaian antara manusia terjadi sangat lama. Kali ini, lagi-lagi manusia memulai. Mereka tidak akan mau memaafkan kembali."

Aku menatap Milis tanpa berkedip. Aku pikir hal itu hanya akan ada dalam dongeng, tapi ternyata ... tidak? Apalagi yang belum aku tahu tentang dunia ini?

"Manusia akhirnya menjadi mahluk rendah. Mereka tidak dapat lagi melawan. Kebanyakan para manusia dijadikan pelayan, bahkan yang membangkang akan dijadikan makanan. Tapi salah satu dari mereka kembali melawan, mengajukan perjanjian. Entah siapa manusia itu, tapi dia sepertinya jadi pahlawan. Karena perjanjian itu menyelamatkan umat manusia. Para penyihir yang lahir dan bertumbuh dewasa membagi dunia menjadi dua sisi. Itu disebut Sisi Simpang, dan Sisi Dalam.

Sisi Simpang menjadi rumah baru untuk manusia, jauh dari makhluk-makhluk yang memiliki magis. Sedangkan Sisi Dalam, adalah dunia ini. Tempat para monster dan penyihir tinggal."

Lengang sejenak, gemeretak api di belakangku bersuara. Malam ini kian hening dan dingin, rasanya aku sudah benar-benar tidak dapat mengontrol diriku serta pikiran yang berkecamuk.

"Jika 'Sisi Simpang' yang kau sebut itu betul ada, kenapa para manusia masih ada di sini?" Aku bertanya cepat. "Kenapa kami masih ada di sini? Kenapa para monster memakan kami?"

Milis menghela napas dan menjawab, "Kalian adalah jaminan. Atau, bisa disebut, kalian adalah bahan perjanjian, tumbal."

Denyut jantungku terasa berhenti.

"Maksudmu ... kami tidak dapat pergi dari Sisi Dalam ke Sisi Simpang? Kami ... terjebak?"

Milis mengangguk. "Kalian yang ada di sini terkutuk. Tapi para penyihir tidak mengganggu kalian, mereka membiarkan kalian bebas karena tahu, kejadian seperti ini akan terjadi."

Aku menelan ludah berat. "Kejadian di mana para monster datang menyerang kami," kataku pelan, nyaris tak terdengar.

"Betul. Karenanya, kalian tak akan bisa pergi ke mana-mana."

Peluh dingin bercucuran di pelipis, aku tidak dapat menahan tanganku yang gemetar memilin sisa benang di baju. Kepalaku memutar ulang kejadian mengerikan di desa, tentang para monster yang memakan ayah dan ibu, teman-temanku---juga rahasia dunia yang selama ini disembunyikan oleh Tetua.

Milis tersenyum. "Kalian akan binasa. Lambat-laun, para manusia di sini akan musnah, seluruhnya."

Aku mencengkram bajuku. "Apa tidak ada cara lain agar kami bisa keluar dari sini?" tanyaku.

Dia menggeleng, senyumnya masih terpasang di bibirnya. "Entahlah. Aku tidak tahu. Penyihir Agung memberikan kutukan pada setiap manusia yang lahir di Sisi Dalam, kau dan adik-adikmu memilikinya. Kutukan itu berada tepat di pundak kalian. Memang tidak terlihat, tapi itu dapat menyakitimu ketika kau menyentuh portal untuk pergi dari Sisi Dalam menuju Sisi Simpang. Kutukan itu akan membuatmu hancur dalam sekejap menjadi abu, atau kesakitan selama sisa hidupmu."

Aku mengerutkan dahi. "Portal?"

"Izinkan Bedra menjawab, Master!" Suara anak kecil beserta bel itu berbunyi. "Grill tahu Zrimerly? Dia yang memegang kunci menuju portal."

"Zrimerly?"

"Ya! Bedra pernah bertemu Zrim, dia sangat baik, sayangnya terkurung di Hadeburn. Tempat itu sangat mengerikan dan gelap. Untung Bedra dapat keluar dan bertemu Master dan berhasil pergi."

"Apa kami dapat pergi ke sana?" tanyaku dengan antusias pada Milis.

Milis tersenyum. "Kenapa tidak? Hanya saja, tempat itu dilindungi oleh sihir hitam, memutus segala kemungkinan teleportasi. Kalau kau ingin pergi menemuinya, aku dapat membantumu. Sayangnya, kita harus memulai perjalanan, dan itu tidak akan mudah."

Senyumku merekah dengan sendirinya. Masih ada harapan untuk kami bisa keluar dari sini. Masih ada cahaya yang selama ini melingkup kami dalam gelap.

"Apa kita bisa pergi besok?"

"Karena aku benci direpotkan, maka jawabannya, tidak. Kalian harus belajar beladiri menggunakan panahan, pedang atau tombak untuk melawan jika sesuatu yang buruk terjadi. Harus belajar membeda-bedakan tumbuhan, cara memasak, meracik ramuan. Sampai aku pastikan kalian siap, saat itu pula kita akan memulai perjalanan."

Aku semakin merekahkan senyum dan bangun dari duduk. Tanpa sadar pula air mataku jatuh. Ada banyak hal yang dapat aku syukuri, juga ada banyak hal yang aku sesali. Tidak ada Ibu dan Ayah di sisiku sekarang. Dan sekarang pula aku yang menggantikan mereka untuk melindungi adik-adik.

Milis bangun dari duduk, lantas tangannya terangkat dan mengusap pelan puncak kepalaku. "Pergilah tidur, kau harus bangun pagi dan belajar memanah seekor rusa," katanya, kemudian berbalik badan dan berjalan masuk ke kamarnya.

Aku mengangguk, bilang terima kasih. Lantas, aku juga berjalan dengan langkah senang menuju kamar, tidak lupa mengucapkan selamat malam pada Peri Rumah.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro