01. Rasa Janggal yang Menampakkan Diri
Banyak makanan tersimpan di atas meja, kami duduk mengelilinginya seraya menyatukan kedua tangan, berdoa. Terima kasih, untuk setiap kenikmatan yang Engkau beri. Meski aku bersyukur, rasanya aku tak dibiarkan tenang sebelum bisa membaca keseluruhan isi buku yang ditemui tadi siang di perpustakaan. Banyak yang janggal, mulai dari halaman pertama berisikan keterangan penulis, hingga beberapa lembar terakhir yang hilang. Biasanya, di buku mana pun yang aku temui selama ini, tak pernah ada lembar halaman yang berisikan sebuah keterangan penulis.
Aku ingin bertanya pada Ayah, tapi beliau sedari siang hingga malam tiba sibuk dengan memahat kayu, memanggang ikan, keluar-masuk rumah. Bertanya pada Ibu apalagi. Beliau sibuk memasak, kemudian pergi ke rumah tetangga untuk menjahit. Sepertinya aku memang harus menunggu masuk sekolah untuk bertanya pada guru.
"Grill?" sahut Ibu. Aku tahu Ibu memperhatikan gerak-gerik aneh dariku sejak siang.
"Tidak apa-apa, Bu." Aku menusuk tomat dengan garpu. "Aku hanya sedang memikirkan bagaimana caranya menjadi pengembara yang benar."
Semenjak usiaku menginjak umur 12, Ayah mengajari caranya mengembara. Beliau memerintah agar aku dapat meneruskan hewan ternak kami, dan menjadi peternak sukses setelah magang. Aku belajar dengan baik, kesalahan tentu ada, tapi tak berangsur-angsur. Kemudian esok hari, adalah kali pertama aku mengembara tanpa bantuan Ayah.
"Apa itu membuatmu benar-benar terganggu?" Ibu menghela napas. "Kau sebentar lagi magang, harus makan yang banyak agar tak sakit-sakitan seperti Lart." Lart adalah anak tetangga, dia sekarang berada di usia kepala dua, tapi belum menerima pekerjaan apa pun karena fisiknya yang lemah. Dia hanya diam di rumah membantu pekerjaan ibunya, sehingga terlihat tidak berguna.
Ayah tertawa. "Biarkan dia berpikir, Bu. Anak cerdas itu harus dapat berpikir dengan bijak."
"Kalian salah, Grill itu ceroboh." Chloe bersuara.
Choirul mengangguk. "Grill selalu tertinggal di belakang. Sudah tahu William baik-baik saja, tapi dia malah balik masuk ke gudang yang penuh kecoak itu untuk membantu William. Alhasil, Grill kena serangan para kecoak." Kejadian saat kami diperintahkan untuk membersihkan gudang apartemen kami yang baru. Di sana banyak sekali serangga yang tinggal di lingkungan kotor. Keempat adik tentu jijik, mereka memakai pakaian yang aneh dan merepotkan: berteriak takut menyentuh serangganya. Saat kami akan mulai membersihkan, William masuk lebih dulu dengan sok berani, tetapi, dia terkejut karena kecoak yang ada di dalam bukan hanya satu-dua ekor. Aku panik, mencoba masuk berniat membantu William, tapi adik itu malah bangun duluan dan berlari keluar.
Aku yang terjebak. Sama terkejutnya dan malah jatuh pingsan. Akhirnya, Ayah mengambil alih tugas dan mengetahui kelemahan kami.
William dengan Teressa tertawa. Aku tahu, itu adalah salah satu kejadian memalukan dari kejadian yang lain.
"Cerdas bukan berarti naif, Grill." Ayah menyimpan garpu dan sendoknya. "Sebagai seorang gadis, jangan terlalu tertipu dengan perasaan. Lihat suasana yang benar-benar mendesak sampai kau berpikir keras kalau memang harus membantunya."
Aku mengangguk. Sejujurnya, aku hanya takut dimarahi Ibu karena sebagai anak pertama tak dapat menjaga adik-adiknya dengan baik, juga kewaspadaan yang terus mengekor akan sesuatu yang berbahaya untuk kami.
Semuanya mendorong piring. Selesai makan malam ini kami akan mendengarkan larangan desa dari Ibu. Kegiatan rutin sebelum kami masuk kamar untuk tidur.
Ibu berdeham untuk menjernihkan suaranya sebelum memulai. Kami sudah bersiap dengan duduk rapi dan mengunci bibir untuk tidak memotong omongan Ibu.
"Akan Ibu mulai." Ibu memejamkan mata. "Ada beberapa hal untuk dibicarakan yang mesti diulang demi keselamatan kami. Ibu akan menjelaskannya kembali. Yang pertama, tidak boleh pergi ke luar desa, menerobos penjaga gerbang untuk keluar desa, memanjat pagar untuk keluar desa. Tidak boleh menyinggung pertanyaan-pertanyaan tentang luar desa. Tidak boleh memancing keributan akan rasa ingin tahu tentang luar desa ...." Selebihnya, hanya berisikan larangan-larangan tentang berternak, sebelum magang, larangan untuk anak perempuan dan anak laki-laki.
Kami sudah hapal dengan semua larangan itu. Kami juga mengerti kalau kami harus menutup mulut untuk tidak berkata sembarangan.
Malam ini, setelah selesai, kami masuk ke dalam kamar. Gimmy yang paling kecil akan tidur di kamar orang tua, sedangkan satu petak kamar lain berisi ranjang bertingkat diisi oleh kami; Teressa, William, Chloe dan Choirul. Namun, kami tidak langsung tidur, kami memilih untuk membaca buku yang dipinjam dari perpustakaan. Entah itu dongeng, pelajaran dasar kelas 1, atau buku astronomi seperti yang aku pinjam hari-hari lalu, dan buku misterius tanpa judul.
Sesuai janji saat tadi siang, aku sedikit mengajari William tentang konstelasi bintang. Ternyata adik kecil ini tertarik dengan Cassiopea, konstelasi dari langit Utara. Bukan hanya William, aku juga menyukainya serta cerita dibaliknya.
Selepas itu, suasana kian hening. Keempatnya sudah tidur di ranjang masing-masing. Sedang aku terjaga akan rasa penasaran yang begitu membuat mata tak tenang untuk terpejam sejenak. Cepat-cepat aku mengambil buku tipis bersampul cokelat dari balik bantal. Duduk dengan perlahan agar tak menimbulkan suara dari pearl dari ranjang.
Aku mulai membuka lembar pertama yang sudah menguning kertasnya. Berisikan tentang sebuah dunia, yang tak mengenal perbedaan. Ada penyihir, para peri, manusia awan yang tinggal di langit, para manusia batu, pohon-pohon berbicara. Aku terus membaca, bukunya menarik, seperti membaca sebuah buku dongeng. Namun, itu tak berlangsung lama. Banyak halaman yang hilang, tata letak halaman juga tak beraturan.
Aku memandangi nama yang tertera dari sampul belakang. Charles George. Siapa dia?
Akhirnya, aku memilih untuk menyimpan buku tersebut, bergegas menarik selimut dan memejamkan mata.
Rasanya tak baik jika aku terus membacanya secara diam-diam. Karena kejanggalan serta pertanyaan yang selama ini aku tepis jauh-jauh mulai berdatangan, seolah menghantuiku perlahan-lahan.
***
Pagi yang cerah dengan embusan angin yang cukup kencang, sangat baik untukku menghirup udara segar sebelum mengembara.
Kami sudah siap. Memakai sepatu boot dengan topi besar seperti topi penyihir. Adik-adik pun tak henti-hentinya berseru girang, karena ini adalah kali pertama bagi kami pergi ke ladang tanpa bersama Ayah dan Ibu. Namun, tentu saja aku yang akan menjadi penanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi. Ibu juga sudah mewanti-wanti kalau aku harus waspada dan berhati-hati.
"Ayo, Grill!" Gimmy menarik tanganku. Wajahnya yang bulat dengan gigi yang tak rata membuatku mengangguk dan tersenyum.
Kami mulai berjalan melewati perkebunan belakang apartemen, di sini banyak para ibu yang menjemur pakaian. Mereka menyapa dan mengucapkan selamat karena sebentar lagi aku akan pergi magang. Kemudian, kami melewati sisi sungai untuk sampai di peternakan.
Hingga sampailah kami, di sini, di padang rumput yang luas. Kami sepertinya datang terlalu pagi, tak ada pengembara lain yang datang dan memenuhi Padang rumput dengan para biri-biri atau sapi.
Si kembar C dengan Gimmy berlari antusias. William dan Teressa membuka pintu kandang, dan keluarlah para biri-biri. Aku mengawasi, agar mereka tak pergi jauh.
Entah mengapa, melihat adik-adik yang berlarian sesenang ini membuatku sedih. Apa mungkin karena sebentar lagi aku akan pergi meninggalkan rumah? Mungkin iya, mungkin juga tidak. Ada rasa takut menyelinap begitu pikiranku melayang ketika pertanyaan, ada apa dengan dunia luar, hinggap dalam benak. Mengingat para anak-anak yang pulang magang begitu pucat, serta larangan-larangan yang aneh dan membuatku merasa sangat janggal.
Ketika aku hendak mendekati satu biri-biri, Teressa berteriak memanggil namaku. Lantas aku terkejut dan berlari ke arahnya.
"Gimmy!" William ikut berteriak, menyahut nama adik paling kecil.
Aku mengedarkan pandangan, hanya terdapat kawanan biri-biri dengan adik-adik. Namun, aku menyadari sesuatu yang salah. Aku tak menemukan Gimmy. Saat itu juga, jantungku berdetak cepat, aku panik. Segera aku menyuruh William dan Teressa selaku anak yang sudah cukup besar untuk mencarinya, tidak lupa memperingati lagi kalau mereka tak boleh pergi ke luar pagar. Sedangkan Chloe dan Choirul aku perintahkan untuk tetap di sini, menjaga para ternak.
Sekali lagi, aku mengedarkan pandangan seraya berlari. Menyusuri setiap sisi padang rumput ini. Aku tak menemukannya. "Gimmy Gimm!" teriakku membuat gema.
Tak ada jawaban. Bagaimana jika Gimmy keluar dari pagar? Bagaimana jika ada hewan buas dari dunia luar yang tiba-tiba muncul di padang rumput ini dan membawanya? Semua praduga buruk bermunculan. Aku takut. Bagaimana jika itu betul terjadi dan diketahui oleh warga? Apa yang akan Tetua lakukan pada keluarga kami?
"Gimmy ...."
"Grill!!"
Suara William menyahut. Cepat-cepat aku berlari menuju arah suara-semak-semak tinggi. William berada di dalam semak-semak, tepat di ujung padang rumput, cukup jauh dari tempat kami seharusnya berada.
Begitu sampai, ketiganya terdiam membelakangi, aku dengan degup jantung yang masih cepat tak henti-hentinya membuang napas.
"Gimmy----"
"Lihat, Grill!" Gimmy menunjuk ke depan seraya menoleh padaku. Saat Teressa dan William ikut menoleh kemudian pandangan kami bertemu, tatapan mereka seolah terkejut dan panik. Aku melihat ketakutan di sana.
Aku berjalan mendekati mereka. Seolah baru saja melihat hal ajaib dari segala yang tidak mungkin terjadi, tubuhku menegang, mataku membeliak sempurna. Sebuah gua yang gelap, dingin, seakan kalau kami masuk ke dalam kami akan berada dalam kegelapan.
Aku menatap William dan Teressa bergantian. Kejanggalan mulai semakin memenuhi benak, aku ingin tahu.
"Apa yang kalian lakukan?!"
Kami tersentak, lantas menoleh bersamaan ke belakang.
Rasa takut yang lebih-lebih membuat tubuh kami semakin membeku. Ada Tetua menemukan kami bersama Chloe dan Choirul. Mereka juga tampak terkejut melihat ke arah kami. Akhirnya kami semua terjebak hening, dan aku melihat kemarahan dalam mimik Tetua.
Saat itu juga, atas kejadian ini, keluargaku tak lagi aman.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro