Chapter 11 [Wang Hee Seung Dan Cinta Pertama Sang Rubah]
Di hari setelahnya, Siwoo sudah berkeliaran bebas di istana. Namun sesuai perjanjian, bocah itu sama sekali tidak berbicara kepada semua orang yang ia temui. Berjalan tanpa arah tujuan dan hanya mengikuti ke mana langkah kaki itu ingin pergi, si bungsu meninggalkan si sulung yang sibuk mencari keberadaannya di paviliun.
Pagi itu Hee Seung menapakkan kakinya di taman yang selalu ia kunjungi. Berjalan menyusuri jembatan yang menyeberangi sungai kecil di bawahnya, langkah Hee Seung berhenti di tengah jembatan. Tidak ada sosok Kasim Seo yang menemani sang Putra Mahkota. Bocah itu menikmati pagi yang tenang itu seorang diri.
Hee Seung memandang ke sekeliling hingga pandangannya itu terhenti pada pergerakan asing di antara bunga setinggi pinggang orang dewasa yang berada di dekat aliran sungai. Netra Hee Seung memicing, mencoba mengenali sesuatu yang tampak tak asing.
"Manusia?" gumam Hee Seung. "Babi hutan? Tidak mungkin. Bagaimana mungkin ada babi hutan di sini?"
Hee Seung yang merasa penasaran lantas memutuskan untuk pergi ke tempat itu. Sedangkan di tempat yang kini menjadi tujuan sang Putra Mahkota, Siwoo terlihat susah payah melepaskan roknya yang tersangkut.
"Kenapa susah sekali ..." gerutu bocah itu.
Siwoo menarik sekuat tenaga hingga roknya yang tersangkut berhasil terlepas. Namun pergerakannya yang tiba-tiba berdiri berhasil membuat Hee Seung yang berada di jarak yang tidak terlalu jauh sontak menghentikan langkahnya dengan tatapan terkejut.
Netra Hee Seung mengerjap, mengetahui bahwa yang ia pikir babi hutan adalah seorang gadis kecil.
Dengan senyum lebarnya Siwoo berbalik, dan saat itu bocah tersebut menghentikan pergerakannya. Tertegun melihat sosok asing yang berdiri tidak jauh dari tempatnya.
Keduanya terdiam untuk beberapa saat, mencoba beradaptasi dengan rasa terkejut mereka. Keduanya sama-sama bertanya dalam hati masing-masing tentang sosok yang berada di hadapan mereka. Hingga jawaban itu datang lebih dulu pada pihak Hee Seung. Mengingat bahwa penampilan Siwoo sangat mencolok dan berbeda dengan gadis-gadis kecil yang selama ini ia lihat di istana, Hee Seung berpikir bahwa Siwoo mungkin saja Putri Gahyeon.
Sedikit canggung, Hee Seung lantas menegur, "apa kau Putri Gahyeon?"
Siwoo tak langsung menjawab. Bocah itu berpikir terlebih dulu, dan hal itulah yang membuat Hee Seung turut berpikir. Penasaran dengan apa yang saat ini sedang dipikirkan oleh Siwoo.
Taehyung kembali menegur namun dengan suara lebih hati-hati, "kau bukan Putri Gahyeon?"
Siwoo menggeleng.
"Bukan?" ulang Hee Seung memastikan.
Siwoo kembali menggeleng.
"Kau Putri Gahyeon?"
Siwoo mengangguk. Membuat kebingungan terlihat di wajah Hee Seung.
"Yang benar, yang mana? Kau benar-benar Putri Gahyeon, putri dari paman Jang Sajung?"
Siwoo mengangguk, tak cukup sekali. Dan saat itu seulas senyum terlihat di wajah Hee Seung. Sang Putra Mahkota lantas sejenak menundukkan kepalanya untuk memberi salam lebih dulu, meski hal itu harusnya dilakukan oleh Siwoo terlebih dulu.
"Setelah sekian lama hanya mendengar namamu, aku senang pada akhirnya kita bisa bertemu."
Siwoo terlihat bingung. Dalam hati bocah itu bertanya-tanya tentang siapakah orang asing di hadapannya itu. Siwoo ingin bertanya, namun ia tidak boleh berbicara.
Hee Seung kembali bertanya, "kau tahu siapa aku?"
Siwoo menggeleng pelan.
"Namaku Wang Hee Seung, dan aku adalah kakakmu. Aku ... seorang Putra Mahkota."
Netra Siwoo membulat, membuat bocah itu menjelma menjadi gadis kecil yang sangat lucu hingga tak mungkin orang yang melihatnya tidak akan tersenyum. Sama seperti yang dilakukan oleh Hee Seung saat ini. Namun hal itu berbeda dengan Siwoo. Dalam pikiran bocah itu kembali teringat akan ucapannya pada sang ayah.
Di mana ia mengatakan bahwa ia akan menjadi abdi setia bagi Putra Mahkota. Dan sekarang, orang yang ingin ia berikan pengabdiannya sudah berada di hadapannya, meski saat ini ia harus menemui sang Putra Mahkota dalam wujud seorang Putri.
Hal tak terduga terjadi. Hee Seung terkejut sekaligus bingung ketika Siwoo tiba-tiba berlutut.
"A-apa yang sedang kau lakukan?"
Siwoo tak menjawab. Bocah itu mengangkat kedua telapak tangannya yang menyatu dan menempelkannya ke kening. Hee Seung yang mengerti bahwa Siwoo ingin melakukan sebuah penghormatan pun lantas menghampiri bocah itu.
"Tunggu dulu!" sergah Hee Seung yang langsung menghampiri Siwoo dan menarik lengan bocah itu hingga berdiri.
Pandangan keduanya bertemu. Hee Seung pun segera menegur, "apa yang kau lakukan? Tidak seharusnya kau bertindak seperti itu?"
"Putra Mahkota akan menjadi tuanku, tentu saja aku harus melakukannya," ucap Siwoo, namun sayangnya hal itu hanya terucap dalam hati ketika mulut itu menolak untuk berucap.
"Kau datang sendirian?"
Siwoo mengangguk, membuat rasa penasaran Hee Seung menyeruak ketika bocah itu menolak menjawab menggunakan lisan.
"Kenapa kau tidak berbicara?"
Siwoo menggeleng, membuat sebelah alis Hee Seung terangkat. Dengan hati-hati Hee Seung bertanya kembali, "kau ... bisa bicara, kan?"
"Tentu saja," jawab Siwoo, namun lagi-lagi itu hanyalah ungkapan dalam hatinya ketika ia lebih memilih untuk mengangguk.
"Kalau begitu, kenapa kau tidak berbicara?"
Siwoo menggeleng dengan gerakan pelan. Meski ia ingin bicara, bocah itu merasakan ada sesuatu yang mengunci mulutnya. Seakan ia memang tidak diizinkan untuk berbicara.
"Putra Mahkota ..." suara Kasim Seo terdengar datang dari kejauhan, mengalihkan perhatian kedua bocah itu.
Namun saat itu Siwoo mengambil kesempatan untuk menghindar dari semua pertanyaan Hee Seung. Bocah itu segera berlari meninggalkan Hee Seung, membuat sang Putra Mahkota tertegun melihatnya.
"Apa yang sedang dia lakukan?" gumam Hee Seung, masih belum bisa mengalihkan pandangannya dari Siwoo yang semakin menjauh hingga Kasim Seo sampai di tempatnya.
Kasim Seo segera menegur, "Putra Mahkota ... kenapa tidak mengatakan jika ingin pergi kemari?"
Hee Seung tak terlalu peduli. Dia justru melontarkan pertanyaan yang membuat Kasim Seo bingung.
"Apa anak itu memang aneh seperti itu?"
"Ye? Siapa yang Putra Mahkota maksud?"
"Putri Gahyeon, kenapa dia aneh sekali?"
"Putra Mahkota sudah bertemu dengan Putri Gahyeon?"
Hee Seung mengangguk. "Tadi dia ada di sini, tapi sudah pergi."
"Kenapa Putra Mahkota menyebut Putri Gahyeon aneh?"
"Aku mengajaknya bicara, tapi dia tidak menjawab dan hanya mengangguk atau menggeleng ... apa dia tidak bisa berbicara?"
Kasim Seo tersenyum lebar. "Apa yang Putra Mahkota katakan? Tentu saja Putri Gahyeon bisa berbicara."
"Lalu kenapa dia diam saja?"
"Yang aku dengar, Putri Gahyeon adalah gadis yang pemalu. Dia memang jarang berbicara dengan orang asing."
Hee Seung memandang ke arah Siwoo pergi sebelumnya. Satu helaan singkat terdengar, menyampaikan kekecewaan atas pertemuan singkat dengan sang Putri.
Di sisi lain, Siwoo berhenti berlari. Merasakan kedua kaki mungilnya tak kuat lagi untuk berlari, bocah itu kini justru berjalan dengan gontai. Menghentikan langkahnya, Siwoo sejenak memandang sekeliling. Semua terlihat asing dan dia dalam masalah besar karena dia tersesat.
"Di mana jalan menuju paviliun?" gumam bocah itu.
Melihat beberapa dayang di tempat yang tak begitu jauh. Bukannya bertanya karena tak bisa menemukan jalan kembali, Siwoo justru pergi. Menjauhi para dayang itu. Berjalan tak terlalu jauh, Siwoo menaiki anak tangga yang terhubung dengan sebuah pintu gerbang yang terbuka. Tak tahu harus pergi ke mana, bocah itu hanya melangkahkan kaki semaunya.
Namun saat langkah kecil itu menjangkau pintu, Siwoo berhenti ketika pandangannya menemukan sosok gadis kecil tengah bermain seorang diri di halaman yang cukup luas. Bukan gadis jadi-jadian seperti dirinya, melainkan gadis sungguhan dan berpakaian seperti seorang dayang.
Siwoo menaruh ketertarikan pada gadis asing itu sehingga dia memilih merapat pada pintu dan memperhatikan gadis itu dari jauh. Siwoo sebenarnya ingin menegur, namun dia tidak memiliki keberanian untuk melakukan hal itu sehingga ia hanya tersenyum setiap kali melihat tingkah gadis kecil yang bermain di halaman itu melakukan hal yang menurutnya lucu.
Setelah beberapa saat, gadis kecil itu menghentikan pergerakannya dan langsung mengarahkan pandangannya pada Siwoo. Siwoo yang menyadari hal itu segera menyembunyikan diri di samping pintu. Namun hal itu justru membuat Siwoo tak mengetahui jika gadis itu tengah berjalan ke tempatnya.
Setelah beberapa saat, Siwoo berbalik, hendak melihat keadaan. Namun saat itu juga pergerakan Siwoo terhenti ketika gadis kecil yang sebelumnya ia lihat kini telah berdiri tepat di hadapannya. Siwoo merasa detak jantungnya sempat menghilang sepersekian detik sebelum berpacu dengan cepat.
"Aku ... bukan penguntit," ucap Siwoo dalam hati ketika wajah itu masih tampak tertegun.
Gadis kecil itu kemudian menegur, "kau siapa?"
Siwoo ingin menjawab, namun dengan segera ia urungkan.
Gadis itu kembali berbicara, "namaku Yeon, kau siapa?"
Siwoo bingung. Dia ingin memperkenalkan diri namun tidak tahu bagaimana caranya. Seketika terlintas sebuah ide di kepala Siwoo. Bocah itu mengulurkan tangannya pada gadis kecil yang menatapnya bingung.
Gadis kecil bernama Yeon itu dengan ragu mengulurkan tangannya yang kemudian di sambut oleh Siwoo. Siwoo kemudian membuka telapak tangan Yeon dan menuliskan sesuatu menggunakan jari telunjuknya.
Tanpa diminta, Yeon memperhatikan gerakan tangan Siwoo. Mencoba menebak huruf yang dimaksud oleh Siwoo.
Yeon bergumam, " Jang Si—"
Siwoo menggeleng dan segera mengusap telapak tangan Yeon meski itu tak memberi pengaruh apapun. Hampir saja membuat kesalahan, Siwoo lantas kembali menuliskan nama yang saat ini menjadi identitasnya.
"Gahyeon?"
Pandangan keduanya bertemu dan Siwoo memberikan sebuah anggukan.
"Mau main bersama?" tawar Yeon kemudian.
Tanpa pikir panjang, Siwoo segera mengangguk. Yeon meraih telapak tangan Siwoo dan membawa teman barunya itu memasuki halaman. Kedua bocah itu kemudian bermain bersama tanpa mengetahui identitas satu sama lain. Dan meski Siwoo tak berbicara sama sekali, sejak hari itu mereka memutuskan untuk berteman. Namun lebih dari itu, Jang Siwoo tampaknya menaruh ketertarikan yang lebih pada sosok Yeon yang menurutnya sangat menyenangkan.
Selesai ditulis : 17.09.2020
Dipublikasikan : 14.04.2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro