Chapter 10
Pagi-pagi sekali, sebelum aktivitas di pemukiman kembali di mulai. Jang Sajung bersama keluarga kecilnya bergegas meninggalkan kediaman mereka, tak ingin jika ada orang yang sampai melihat Siwoo. Karena saat ini putra bungsu mereka telah menjelma menjadi bocah perempuan yang sangat cantik.
Siwoo yang berada di balik punggung sang ayah tak henti-hentinya menggerutu. Meski semalam telah menyetujui kesepakatan. Bocah itu tetap merasa kesal saat dipaksa memakai pakaian perempuan, lengkap dengan tatanan rambut yang membuatnya benar-benar menjadi gadis kecil yang sangat lucu. Kyung Woo bahkan sempat menertawakan si bungsu.
Langit yang telah kembali mendapatkan cahaya lantas mengantar mereka untuk sampai di depan gerbang istana. Mereka berdiri tidak jauh dari gerbang raksasa yang dijaga oleh para prajurit. Ketiga orang yang lebih dewasa serempak menjatuhkan pandangan mereka pada si bungsu yang masih saja menggerutu sembari sibuk dengan roknya.
Kyung Woo bergumam, "kapan anak ini akan berhenti berbicara?"
Sajung kemudian menjatuhkan satu lututnya di hadapan Siwoo. Memegang kedua bahu bocah itu yang seketika berhenti menggerutu.
"Kau mengingat apa yang ayah katakan sebelum berangkat kemari?"
"Apapun yang terjadi, jangan berbicara," jawab Siwoo bernada kesal.
Kyung Woo menyahut, "jika sudah tahu, kenapa tidak berhenti bicara sejak tadi?"
"Kalian sangat menyebalkan. Kenapa rambutku menjadi seperti ini? Aku benar-benar mirip anak perempuan," kesal Siwoo.
"Kau memang menjadi Putri Gahyeon, tentu saja kau harus terlihat seperti perempuan," balas Siwoo.
Putri Yowon menengahi, "sudah, mulai hari ini kalian tidak boleh bertengkar. Kyung Woo, kau harus menjaga adikmu baik-baik."
Putri Yowon menjatuhkan kedua lututnya ke tanah dan menghadap si bungsu. "Dan kau, Siwoo ... ibu sudah mengatakan padamu seperti apa karakter dari Putri Gahyeon. Kau mengingatnya, bukan?"
Siwoo mengangguk tak rela.
"Putri Gahyeon adalah seorang putri yang sangat pemalu. Dia tidak akan berbicara meski seseorang mengajaknya bicara. Jadi ... apapun yang terjadi, kau tidak boleh berbicara di hadapan semua orang yang berada di dalam istana. Apa kau mengerti?"
"Hanya satu minggu, kan?"
Putri Yowon mengangguk. "Setelah kita pulang dari sini, kau baru bisa kembali menjadi Jang Siwoo. Sebagai gantinya, ibu tidak akan marah jika kau pergi menangkap ikan bersama paman Shin ... jadi mulai sekarang, kau akan menjadi Putri Gahyeon untuk sementara waktu."
"Kenapa Baginda Raja membuat pertunjukkan aneh seperti ini?" gerutu Siwoo.
Sajung menengahi, mencoba menekan kekhawatiran yang semakin besar, "baiklah, sekarang kita masuk ke istana. Kyung Woo, kau jaga adikmu baik-baik saat ayah dan ibu tidak ada. Kau mengerti?"
Kyung Woo mengangguk. Bukan hanya sebagai formalitas, namun ia benar-benar berjanji akan melindungi adiknya.
Sajung dan Putri Yowon berdiri. Keduanya lantas membawa kedua putra mereka memasuki istana. Hati Putri Yowon memberat ketika setelah sekian lama, pada akhirnya sang Putri bisa pulang ke tempat di mana ia dibesarkan. Harusnya dia bisa bahagia. Namun sayangnya identitas yang dibawa oleh putra bungsunya tak mampu memberikan sedikitpun kebahagiaan di wajahnya saat ini.
Dalam perjalan mereka, Kyung Woo tak henti-hentinya memperingatkan Siwoo agar bocah itu tak berbicara. Dan setelah berjalan cukup jauh dari gerbang utama, mereka sampai di paviliun Baginda Raja.
Kembali ke rumah, Putri Yowon mendapatkan sambutan hangat dari Lady Young In—ibu kandung dari Putra Mahkota Wang Hee Seung yang juga merupakan seorang Ratu.
"Putri Yowon," tegur Lady Young In.
Putri Yowon sekilas menundukkan kepalanya. "Semoga Mama selalu diberkahi oleh kesehatan."
Lady Young In sekilas memeluk Putri Yowon. Tampak sangat senang melihat saudari iparnya kembali ke istana. "Senang bisa melihatmu kembali."
Lady Young In lantas menjatuhkan perhatiannya pada kedua bocah yang berdiri berdampingan itu. "Biar aku tebak. Ini pasti Pangeran Kyung Woo. Dan gadis kecil ini ... Putri Gahyeon."
Sajung menegur kedua putranya, "anak-anak, beri salam pada Yang Mulia Ratu."
Kyung Woo sebagai yang tertua mempimpin untuk memberi salam. "Terimalah hormat kami, Mama."
"Aigoo! Kau memiliki putri yang sangat lucu, Putri Yowon."
"Dia sedikit pemalu." Putri Yowon tersenyum canggung, menyembunyikan kekhawatirannya.
"Dia mirip denganmu ... bukankah kalian akan bertemu dengan Baginda Raja?"
"Benar, Mama. Kami sedang dalam perjalanan menemui beliau," sahut Sajung.
"Kalau begitu, mari pergi bersama. Baginda Raja pasti akan senang melihat kedatangan kalian."
Lady Young In lantas pergi bersama keluarga kecil Jang Sajung untuk menghadap Baginda Raja. Dan hari itu, kedatangan mereka mendapatkan sambutan yang baik dari semua orang di istana. Kecuali Ibu Suri yang tak memiliki niatan untuk bergabung dengan reuni keluarga itu. Wanita itu bahkan tak menunjukkan sikap yang bersahabat ketika Putri Yowon datang mengunjunginya.
Menempati paviliun yang sempat mereka tinggali sebelumnya, Kyung Woo yang saat itu duduk di teras kembali mendapatkan sedikit kenangan di masa lalu ketika ia belajar berjalan di halaman luas itu.
Semua masih sangat tenang. Tak banyak dayang ataupun prajurit di sekitar sana.
Kyung Woo mengarahkan pandangannya ke sudut halaman, menemukan Siwoo yang entah sedang berbuat apa di bawah pohon besar. Kedua bocah itu ditinggal berdua karena Putri Yowon yang masih harus melakukan beberapa kunjungan dan juga Sajung yang harus kembali ke sisi Lee Jeon. Seperti pesan dari kedua orang tua mereka, Kyung Woo benar-benar mengawasi si bungsu.
Seulas senyum terlihat di wajah Kyung Woo ketika melihat Siwoo yang melompat untuk menangkap sesuatu. Bocah itu terlihat semakin menggemaskan ketika berpenampilan seperti anak perempuan.
Kyung Woo bergumam, "dia laki-laki, tapi kenapa cantik sekali?"
Garis senyum di wajah Kyung Woo menghilang ketika pandangannya menangkap sosok Kasim Seo yang datang mendekati Siwoo. Dengan panik Kyung Woo segera turun ke halaman dan bergegas menghampiri Siwoo.
Saat itu Kasim Seo tersenyum lebar dan menegur Siwoo. "Agassi ..."
Agassi : Nona (Ditujukan untuk wanita muda)
Siwoo segera menoleh. Memandang dengan tatapan penuh selidik.
Kasim Seo kembali menegur, "apakah Agassi ini, benar Putri Gahyeon?"
"Benar, ada apa?" jawaban itu tidak datang dari Siwoo, melainkan dari Kyung Woo yang kemudian berdiri di samping Siwoo.
"Tuan Muda ini, Pangeran Kyung Woo?"
"Benar."
Kasim Seo tersenyum canggung. "Perkenalkan, aku adalah Kasim Seo. Aku bertugas melayani Putra Mahkota."
Siwoo tampak terkejut, namun Kyung Woo justru menunjukkan respon yang tak bersahabatnya.
"Kalau begitu apa masalahnya? Kenapa Kasim Seo datang kemari?"
Garis senyum di wajah Kasim Seo memudar. Tak menyangka jika putra sulung Jang Sajung sungguh berhati dingin.
"Begini ... kedatanganku kemari adalah untuk menyampaikan titipan dari Putra Mahkota untuk Putri Gahyeon," Kasim Seo menyodorkan sebuah bingkisan yang tak terlalu besar kepada Siwoo yang hanya berdiam diri.
Kyung Woo menatap penuh selidik. "Apa isinya?"
"Untuk itu aku tidak mengetahuinya, Pangeran. Akan sangat lancang jika aku melihat apa yang berada di dalam bingkisan ini."
Kyung Woo mengambil bingkisan tersebut. "Ya sudah, Kasim Seo boleh pergi sekarang."
"Eh?" Kasim Seo terperangah dengan sikap dingin Kyung Woo.
Kyung Woo meraih pergelangan tangan Siwoo dan membawa si bungsu kembali ke paviliun. Meninggalkan Kasim Seo yang tampak belum menerima kenyataan bahwa dia telah diusir oleh bocah itu.
Pria itu kemudian memutuskan untuk pergi, sedangkan kedua bocah itu duduk di teras saling berhadapan. Kyung Woo sekilas melihat ke halaman dan kembali pada bingkisan di hadapannya setelah melihat Kasim Seo berjalan pergi.
"Apa isinya?" tanya Siwoo.
"Jangan keras-keras jika bicara," ucap Kyung Woo memperingatkan, namun dia sendiri berbicara dengan nada yang normal.
Siwoo mengangguk dan berbicara dengan suara yang berbisik, "apa isinya?"
"Tidak akan tahu jika tidak dibuka."
Kyung Woo membuka bingkisan itu, membuat fokus Siwoo tertuju pada tangan sang kakak. Kyung Woo yang menyadari hal itu lantas berinisiatif menggoda si bungsu. Kyung Woo dengan sengaja mengulur waktu hingga membuat si bungsu kehilangan kesabarannya.
Siwoo segera memukul punggung tangan Kyung Woo. "Kenapa lama sekali?"
"Kau buka saja sendiri jika tidak sabar."
Siwoo mengambil alih bingkisan itu, namun Kyung Woo langsung merebutnya. "Biar aku saja."
Kali itu Kyung Woo benar-benar membuka bingkisan itu, di mana terdapat beberapa manisan di dalamnya. Tanpa pikir panjang, Siwoo segera mengambil manisan itu dan memasukkannya ke dalam mulut.
"Ya! Apa yang kau lakukan? Bagaimana jika makanan itu ada racunnya?"
"Untuk apa Putra Mahkota meracuniku?" ucap Siwoo dengan santai.
Kyung Woo memukul lutut Siwoo yang tengah duduk bersila. "Perbaiki posisi dudukku."
"Posisi dudukku sudah benar."
"Benar apanya? Mana ada seorang Putri duduk seperti itu ... lipat kakimu dengan sopan."
Siwoo mendengus sebelum mengubah posisi duduknya menjadi bersimpuh. "Ini sangat tidak nyaman."
"Pelankan suaramu atau tidak usah bicara saja."
Siwoo menatap kesal. Kembali mengambil manisan dan memasukkan ke mulut dengan kasar sebagai pelampiasan dari kekesalannya.
GORYEO SURVIVAL
Kasim Seo kembali ke paviliun Putra Mahkota. Memasuki kamar Hee Seung, sang Putra Mahkota segera menyambut kedatangan sang kasim dengan sebuah pertanyaan.
"Kasim Seo sudah memberikannya?" Hee Seung beranjak dari duduknya.
"Sudah, Putra Mahkota. Putri Gahyeon sudah menerimanya."
Seulas senyum terlihat di wajah Hee Seung. Kembali duduk, Kasim Seo turut duduk berhadapan dengan sang Putra Mahkota.
Hee Seung kembali bertanya, "seperti apa Putri Gahyeon itu?"
"Putri Gahyeon adalah gadis kecil yang sangat manis. Tubuhnya sangat mungil."
"Bagaimana dengan kepribadiannya?"
Kasim Seo tersenyum canggung. "Kami hanya bertemu sebentar, bagaimana hamba bisa tahu bagaimana kepribadian Putri Gahyeon?"
"Kepribadian seseorang bisa dilihat dari bagaimana caranya berbicara."
"Hamba tidak sempat berbicara dengan Putri Gahyeon, Putra Mahkota."
Alis Hee Seung saling bertautan. "Kasim Seo memberikan titipanku pada Putri Gahyeon, tapi Kasim Seo tidak berbicara dengannya. Kalau begitu bagaimana dia bisa tahu jika aku yang mengirimkan bingkisan itu?"
"Eih ... Putra Mahkota tenang dulu. Saat hamba sedang mencoba berbicara dengan Putri Gahyeon, Pangeran Kyung Woo tiba-tiba datang."
"Pangeran Kyung Woo?"
"Benar, Putra Mahkota. Pangeran Kyung Woo menerima bingkisan itu dan langsung mengusir hamba dari sana."
Hee Seung menatap tak percaya. "Apa dia orang yang galak?"
"Dari cara berbicaranya, sepertinya Pangeran Kyung Woo adalah orang yang sangat keras. Berbicaranya sedikit kasar."
Hee Seung memalingkan wajahnya. Terlihat mempertimbangkan perkataan Kasim Seo sebelumnya. Hee Seung berpikir, jika Kyung Woo kasar berarti ada kemungkinan bahwa Putri Gahyeon juga memiliki sifat yang sama seperti sang kakak. Sang Putra Mahkota tiba-tiba ragu. Ia sangat ingin melihat kedua saudaranya itu, namun merasa ragu bahwa niat baiknya itu tidak diterima oleh keduanya.
Selesai ditulis : 17.09.2020
Dipublikasikan :14.04.2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro