Chapter 06
Langit gelap di atas dataran Goryeo membawa langkah Jang Sajung untuk sampai ke tempat keluarga kecilnya bernaung. Pergi dengan perasaan yang damai, Sajung kembali ke rumah dengan perasaan yang kacau. Wajah yang selalu terlihat segar itu kini tampak menanggung beban.
Rembulan yang tak sempurna telah berada di atas kepala, menandakan bahwa waktu saat itu hampir tengah malam. Sajung memasuki rumah sederhananya. Berjalan dengan langkah tenang tanpa suara, pria itu membimbing langkahnya untuk menuju kamar kedua putranya. Dibukanya pintu di hadapannya dan mendapati bahwa kedua putranya sudah terlelap.
Putri Yowon yang pada saat itu memang belum tidur lantas keluar dari kamar setelah mendengar suara pintu depan yang terbuka. Mendapati Sajung berdiri di depan pintu kamar putra mereka, Putri Yowon lantas datang mendekat.
"Kau baru pulang?"
Sajung segera memandang Putri Yowon. "Kau belum tidur?" balas Sajung.
"Aku menunggumu," Putri Yowon turut memandang ke dalam kamar.
Sajung kemudian berucap, "anak-anak sudah tidur."
Putri Yowon tersenyum lembut dan berujar, "mereka harus bertengkar dulu baru bisa tidur."
Sajung kembali menutup pintu dan berhadapan dengan Putri Yowon. Ayah dua anak itu terlihat ragu, dan hal itu berhasil ditangkap oleh penglihatan Putri Yowon.
Sang Putri lantas menegur dengan seulas senyum tipis di paras cantiknya, "ada apa? Kau terlihat mengkhawatirkan sesuatu malam ini?"
"Kita bicara di kamar saja."
Sajung meraih pergelangan tangan Putri Yowon dan berjalan beriringan menuju kamar. Saat sampai di kamar, Sajung melepaskan tangan Putri Yowon. Sang Putri duduk di tepi ranjang, menunggu suaminya itu menyimpan kedua pedangnya terlebih dahulu.
Setelah itu Sajung menghampiri Putri Yowon. Duduk berhadapan di tepi ranjang, kekhawatiran itu semakin terlihat jelas di wajah pria itu.
Putri Yowon meraih tangan Sajung, menggenggam lembut telapak tangan yang terasa dingin karena terlalu lama terkena udara malam.
"Katakan apa yang membuatmu gelisah seperti ini."
Tanpa bisa menghilangkan keraguan itu, Sajung memutuskan untuk bicara terus terang pada istrinya.
"Baginda Raja berencana menggelar festival musim semi."
"Baginda Raja akan membuka istana untuk rakyat?"
Sajung mengangguk. "Benar."
"Lalu, apa masalahnya?"
"Baginda Raja menginginkan kita tinggal di istana sampai festival selesai dilaksanakan."
Garis senyum di wajah Putri Yowon dengan cepat memudar. Tertegun dan sangat-sangat terkejut dengan kabar yang dibawa oleh suaminya.
"Bagaimana mungkin? Kita tidak bisa membawa Siwoo ke istana."
"Aku juga berpikir seperti itu. Tapi Baginda Raja tetap memaksa."
Kekhawatiran itu kini juga mengambil alih akal sehat Putri Yowon. Dan sang Putri bersikeras menentang keinginan sang Raja.
"Tetap tidak bisa. Apa yang akan terjadi pada Siwoo jika mereka tahu yang sebenarnya?"
"Untuk itu dia harus menjadi Putri Gahyeon."
Putri Yowon tampak terkejut dan segera menyangkal, "itu tidak mungkin. Siwoo masih terlalu kecil untuk mengetahui fakta ini ... bagaimana bisa kita menjadikan anak itu sebagai Putri Gahyeon?"
Sajung berganti menggenggam tangan Putri Yowon. Mencoba mengurangi kekhawatiran wanita itu.
"Kita akan memikirkan jalan keluarnya."
"Jalan keluar seperti apa?" Putri Yowon tampak sedikit menuntut.
"Apapun itu. Kita pasti menemukan cara untuk melindungi putra kita."
"Siwoo tidak bisa pergi ke istana," tandas Putri Yowon.
Sajung tak menyahut, sejujurnya ia pun tidak memiliki solusi untuk masalah yang mereka hadapi saat ini. Memalsukan identitas Siwoo adalah rencana Sajung, namun kini ia tidak tahu harus berbuat apa untuk melindungi identitas palsu putra bungsunya yang ada karena dirinya sendiri.
Putri Yowon kembali berucap, "aku dan Siwoo akan pergi ke rumah ibu mertua. Kau dan Kyung Woo pergilah ke istana."
"Apakah itu mungkin?"
"Tidak ada yang tidak mungkin. Aku tidak rela jika Siwoo sampai pergi ke istana."
"Tapi Baginda Raja menginginkan pertemuan dengan Putri Gahyeon."
Nada bicara Putri Yowon tiba-tiba meninggi, "tidak ada Putri Gahyeon! Sejak awal dia tidak pernah ada ... putra kita Siwoo tidak bisa menjadi Putri Gahyeon!"
"Tenangkan dirimu ... jangan sampai anak-anak terbangun."
Putri Yowon menghela napas, terdengar putus asa. "Apapun yang terjadi, jangan biarkan siapapun menyakiti Siwoo."
"Itu pasti, aku akan melakukan apapun untuk melindungi putra kita."
Pintu kamar tiba-tiba terbuka dari luar dan mengejutkan kedua orang dewasa di sana, terlebih ketika mereka melihat siapa yang saat itu berdiri di depan pintu.
Sajung menegur dengan kegugupan yang bertambah, "Kyung Woo, apa yang kau lakukan di sana? Kau melupakan bagaimana caranya bersikap sopan?"
"Siapa yang ingin menyakiti Siwoo?" sebuah pertanyaan yang terdengar serius, menegaskan bahwa sang kakak tidak akan membiarkan siapapun menyakiti adiknya.
Putri Yowon segera beranjak dari duduknya dan menghampiri Kyung Woo.
Sekilas memandang ke luar, Putri Yowon menegur dengan suara yang pelan, "di mana adikmu?"
"Dia masih tidur."
Putri Yowon menarik Kyung Woo masuk dengan lembut lalu menutup pintu sebelum berhadapan dengan si sulung. Putri Yowon kemudian memegang kedua bahu Kyung Woo.
"Kyung Woo, dengarkan ibu baik-baik. Tidak ada yang ingin menyakiti adikmu, sekarang ... kembali ke kamarmu dan lanjutkan tidurmu."
Kyung Woo menepis lembut tangan sang ibu dari bahunya.
"Aku mendengar sendiri. Ayah dan Ibu membicarakan hal itu ... apa yang sedang kalian ributkan?"
"Kami tidak sedang bertengkar. Jangan berpikir yang macam-macam," Putri Yowon masih mencoba mengelabuhi putra sulungnya. Sedangkan Sajung hanya memperhatikan keduanya dalam diam.
"Jangan berbicara keras-keras. Jangan sampai adikmu ikut terbangun."
"Kalau begitu cepat jelaskan padaku. Siapa yang ingin menyakiti Siwoo?"
Sajung sejenak memijat keningnya sebelum menegur putranya, "Kyung Woo, kemarilah."
Kyung Woo mendekat. Sajung kemudian menarik lembut pergelangan tangan pemuda itu.
"Duduklah, ayah ingin berbicara denganmu."
Kyung Woo duduk di samping sang ayah, sedangkan Putri Yowon turut duduk di samping Kyung Woo.
Sajung terlebih dulu meminta izin pada Putri Yowon. "Aku pikir putra sulung kita sudah bisa menerima kenyataan ini."
Putri Yowon menggeleng dengan ragu, membuat Kyung Woo menatap kedua orang tuanya bergantian.
"Kenyataan apa? Apa yang kalian sembunyikan dari kami?"
"Ayah harap, kau bisa memikirkan hal ini dengan pikiran yang terbuka ... dengarkan baik-baik apa yang akan ayah katakan padamu. Tapi kau harus ingat bahwa hal ini adalah rahasia di antara kita bertiga. Kau mengerti?"
Kyung Woo mengangguk.
Sekali lagi Sajung memandang Putri Yowon. Mencoba memutus keraguan untuk menyampaikan sebuah kebenaran pada bocah yang akan memasuki usia remaja di hadapan mereka.
Sajung kemudian kembali fokus pada putra sulungnya. "Apakah kau ingat di mana kita tinggal sebelum menempati rumah ini?"
Kyung Woo mencoba mengingat-ingat, namun ingatan samar itu tak bisa membuatnya menemukan jawaban atas pertanyaan sang ayah. Mengingat bahwa usia bocah itu masih lima tahun ketika meninggalkan istana.
"Aku tidak begitu mengingatnya, tapi sepertinya tempat itu memiliki halaman yang luas."
"Sebelum ini ... kita semua tinggal di istana."
Kyung Woo menatap tak percaya. Alih-alih merasa terkejut, Kyung Woo justru merasa heran. "Istana? Bagaimana bisa kita tinggal di sana?"
"Ayah adalah seorang pengawal pribadi Raja."
Netra Kyung Woo sedikit melebar, sedikit kejutan datang di tengah malam ketika ia terbangun di tengah tidurnya.
"Pengawal pribadi? Ayah bekerja untuk Baginda Raja?"
Sajung mengangguk dan melanjutkan, "dan ibumu ..."
Saat itu Putri Yowon berpaling.
" ... ibumu adalah adik dari Baginda Raja."
Keterkejutan Kyung Woo bertambah berkali-kali lipat. Dengan cepat ia memandang sang ibu yang telah berpaling.
"Ibu?"
Putri Yowon tak mampu berkata-kata. Dan tengah malam itu Jang Sajung menceritakan kembali tentang apa yang terjadi di hari kelahiran Siwoo kepada putra sulungnya. Bagaimana cara mereka menyelamatkan Siwoo dan kenapa kemalangan itu harus menimpa Siwoo. Awalnya Kyung Woo tak bisa menerima hal itu. Namun ketika kembali ke kamarnya dan memikirkan kembali, Kyung Woo menemukan sedikit ingatan masa kecilnya ketika mereka masih tinggal di istana.
Selesai ditulis : 02.09.2020
Dipublikasikan : 05.03.2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro