14. Tirani
Pada akhirnya, karena Isvara tidak menanyakan apa-apa lagi, Deva hanya bisa tertawa kecil. Mendorong kursi roda Isvara, memasuki wilayah perpustakaan lebih dalam.
Isvara mengepalkan tangan sesaat, lalu rileks. Mencoba menenangkan diri dan tidak terganggu oleh apa pun. Dia memindai sekeliling terkejut. Tidak menyangka kalau perpustakaan di vila ini sangat luas dan penuh. Ada ribuan buku yang berjejer rapi di rak. Pencahayaan di perpustakaan cukup terang, ada beberapa jendela besar, menunjukkan pemandangan hijau dan warna-warni bunga yang tumbuh segar.
Isvara menyusuri dari satu rak ke rak lain, bukan hanya buku-buku sejarah, ada juga banyak novel dan komik. Semua buku itu disusun berdasarkan genre dan warnanya.
"Kamu mau cari tahu soal Jikininki, kan?" Deva bertanya dengan nada antusias. Dia mengambil sebuah buku, menghampiri Isvara dan menyerahkannya. Buku itu terlihat sudah cukup tua. Kertasnya sedikit kekuningan namun dirawat dengan baik. Isvara menerima buku tersebut, mengusap sampulnya berwarna gelap dengan judul merah terang.
Tirani.
Judulnya agak di luar perkiraan Isvara. Jika dia harus mencarinya sendiri, dia mungkin tidak akan pernah menemukannya. Setidaknya membutuhkan waktu satu minggu sampai satu bulan untuk menemukan satu di antara ribuan buku.
"Makasih." Isvara mengangkat wajah, tersenyum kecil pada Deva. Entah kenapa Deva terlihat sangat antusias? Ada jejak keinginan dan ketidaksabaran di ekspresinya. Dia ingin Isvara segera membuka buku itu dan membacanya.
Pria ini sangat mencurigakan.
"Kamu bisa baca dengan santai. Saya keluar dulu sebentar."
"Ya."
Isvara melihat Deva melangkah pergi. Dia menatap sosok jangkung yang perlahan menghilang di balik pintu, lalu kepala Isvara kembali menunduk, menatap buku tebal di pangkuannya sekarang.
Jikininki.
Mungkin itu adalah iblis penguasa di pulau ini? Walau Isvara tahu dia tidak akan bisa mengetahuinya, tapi tidak apa-apa untuk lebih banyak informasi tentangnya.
Begitu Isvara membuka sampul pertama. Yang menyambutnya adalah sebuah gambar monster yang menakutkan. Sosok itu memiliki warna kulit kuning terang, dengan perut besar seperti ibu hamil 9 bulan. Kedua kaki dan tangannya panjang, kurus. Namun yang menakutkan adalah ... ada banyak mata.
Terlalu banyak mata.
Isvara bahkan tidak berani menghitungnya. Dia mulai membuka lembar demi lembar.
"Mata ini kelemahan Jikininki." Isvara bicara dari sela-sela giginya. Bahkan walau dia tahu kelemahannya, jika dia tidak bisa menghancurkan semua mata itu, apa gunanya?
Jikininki adalah iblis yang rakus. Di masa lalu, mereka hanya memakan bangkai. Namun lambat laun mereka semakin serakah, mereka mulai suka membunuh manusia baru memakan mereka.
"Jumlah Jikininki nggak banyak." Isvara bergumam ragu. "masing-masing di antara mereka biasanya terkurung di suatu wilayah. Mereka nggak bisa meninggalkan penjara yang mereka tempati tanpa perjanjian dengan manusia."
Jikininki akan memberikan apa pun yang kamu inginkan.
sebagai gantinya, kamu harus memberinya makan.
Kekayaan, balas dendam, kehormatan, kekuasaan, umur panjang. Apa pun yang manusia inginkan, dia bisa mengabulkan segalanya.
Tapi harga yang harus dibayar terlalu mahal. Selama manusia itu memiliki nurani, mereka tidak akan bersedia menyembah Jikininki untuk kepuasan diri.
Lambat laun, perilaku Jikininki semakin tiran. Mereka bahkan berani mengumpulkan sekelompok manusia di wilayahnya, membiarkan mereka berkembang biak, hanya untuk dipanen untuk dimakan.
Layaknya manusia yang memelihara bebek dan ayam.
Jikininki juga memperlakukan manusia seperti hewan ternak yang sama.
"Mereka yang terlanjur terlibat, nggak bisa melepaskan diri."
Isvara merasa mulutnya pahit. Dia tahu dia sudah jatuh ke dalam jebakan. Dia sudah mempersiapkan segalanya untuk menghadapi kemungkinan terburuk. Tapi ... dia tidak menyangka hal yang harus dia hadapi bahkan lebih menakutkan dibanding yang dia perkirakan.
Jikininki akan memilih pengantin.
Pengantin adalah 'domba' yang digemukkan, dimanjakan, diberikan apa pun keinginannya, tapi setelah beberapa tahun, setelah Jikininki merasa sangat cocok dengan pengantinnya, merasa manusia itu cukup lezat, pasangan itu akan dimakan.
Benar-benar dimakan.
"Apa yang bisa membuat pengantin terlihat lezat?" Isvara mengepalkan kedua tangan. Pupilnya menyempit. "hal apa yang bisa membuat Jikininki memiliki hasrat dan gairah untuk makan?"
Isvara mencoba menebak. Dia mengetuk buku dengan telunjuk, memikirkannya.
Isvara tahu, dia adalah pengantin. Dia adalah manusia yang akan digemukkan Jikininki untuk beberapa saat ke depan, sebelum akhirnya Jikininki merasa Isvara cukup matang dan lezat untuk dimakan.
Tapi ... bukan bumbu atau kecap.
Isvara tidak akan senaif itu.
"Dosa?" tubuh Isvara menegang. Mencoba mengingat setiap kata-kata yang diucapkan Jikininki padanya.
Selama dia membunuh 20 orang, Isvara bisa pergi.
melihat Isvara tidak memiliki niat membunuh siapa pun, persyaratannya diturunkan.
Cukup membunuh 10 orang.
"Dia mau aku membunuh orang." Isvara sejak awal tidak pernah berpikir untuk membunuh orang lain demi menyelamatkan diri sendiri. Dia tidak akan mempercayai kata-kata iblis.
Mereka adalah pembohong yang selalu menggoda manusia, menjebak dan menjatuhkan manusia ke dalam tipu daya.
Buku itu selesai.
Isvara menutupnya. Dia menghirup napas dalam-dalam, mengembuskannya perlahan.
***
"Ini tempat tinggal Isvara?" tanya Julia terkejut.
"Ya, warga desa bilang Isvara tinggal di sana." Rafel juga terbelalak. Melihat gerbang rumah Isvara sekarang luasnya bahkan lebih dari gerbang sekolah mereka di masa lalu. Melihat rumah dua lantai yang disebutkan menempati tanah lebih dari 2 hektar -berikut halaman dan taman-, Rafel hampir tidak bisa menelan ludah.
Sangat kaya.
Keberuntungan Isvara terlalu bagus. Dia jelas hampir mati tidak berdaya di Ibukota, tapi dalam satu malam tiba-tiba saja dia dijemput oleh kakeknya yang kaya raya.
Julia menggigit bibir bawah, memindai sekeliling rumah itu seolah rumah tersebut sudah jatuh ke dalam sakunya. Kedua pupilnya yang gelap berbinar, "Biaya membangun rumah ini pasti mahal. Mungkin habis uang belasan sampai puluhan milyar."
"Jangan lupa, pulau ini masih punyanya Kakek Isvara." Gibran mengingatkan dua temannya yang tampak terpesona. "hotel yang kita tinggali sebelumnya juga punya Kakeknya Isvara. Kalo dihitung-hitung, mungkin kekayaan mereka bisa nyampe belasan sampe puluhan triliun."
Triliun?!
Baik Rafel atau Julia hampir menganga. Bahkan Nana dan Temi juga sedikit menahan napas. Temi berasal dari keluarga mampu, tapi jelas tidak bisa membandingkan kekayaan keluarganya dengan kakeknya Isvara.
"Rafel, aku bahkan nggak pernah lihat uang milyaran, uang triliunan itu sebanyak apa? Apa bisa memenuhi satu kamar di rumah kita?" Julia mengembuskan napas perlahan. Tubuhnya gemetar karena antusias.
"Aku ... aku juga nggak pernah lihat." Rafel berkata jujur. Uang paling banyak yang pernah Rafel lihat adalah uang asuransi Isvara. Itu masih berkisar ratusan juta.
Kali ini Rafel sangat menyesal. Kenapa dia saat itu begitu terburu-buru untuk putus? Andai dia menunggu satu atau dua bulan lagi, saat Isvara dijemput oleh kakeknya, Rafel saat itu masih menjadi pacarnya Isvara.
Mereka akan melanjutkan pertunangan bahkan menikah.
Saat itu ... bukankah kekayaan Isvara juga akan menjadi miliknya?
Julia hampir melompat tidak sabar, ingin memeluk Rafel bahagia. Tapi dia menahan diri. Dia masih mengingat rencana mereka. Jangan sampai orang-orang melihat dan salah paham lagi.
"Rafel, aku bakalan bantu kamu jelasin semuanya ke Isvara." Julia berkata dengan nada manis. "kalau putusnya kalian itu salah paham aja, kamu sebenernya masih cinta sama Isvara. Masalah uang itu, kita bisa jual dulu mobil buat nutupin sisa uang yang dipakai, bilang aja kamu marah dan salah paham, mikir Isvara selingkuh."
Rafel juga masih ingat rencana yang didiskusikan semua temannya tadi malam. Hari ini mereka semua bermaksud menemui Isvara dan meminta maaf. Menjelaskan berbagai 'kesalahpahaman' agar dia dan Isvara kembali bersama.
Teman-temannya akan bersaksi untuknya.
Membuktikan pada Isvara kalau sejak awal sampai akhir, bagi Rafel ... Isvara adalah satu-satunya.
Mereka sangat yakin Isvara tidak akan menolak. Mengingat ... di masa lalu Isvara begitu bucin dan rela melakukan apa saja untuk Rafel, termasuk memberikan separuh gajinya agar Rafel bisa hidup dengan baik.
Rafel melihat penampilannya, merapikan pakaiannya dan berdehem. "Oke, ayo kita temui Isvara."
***
Isvara : Deva, kamu bener-bener mencurigakan. Pasti kamu setan, kan?
Deva : Sumpah demi apa pun, aku bukan setan. Serius!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro