Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 7 : Destiny

🌷Happy Reading 🌷

Wenzhou Love story Fanfiction

💞💞💞

Kadangkala, keberuntungan itu tidak nyata
Kesialan juga tidak nyata
Manusia seringkali tertipu ramalan dan kepercayaan kosong
Pada akhirnya, semuanya juga hampa.

Waktu berlalu, siang malam berganti, takdir pun berubah.

Bahkan kelopak sakura yang indah pun akan jatuh berguguran.

Lalu mengapa harus bersikeras melawan?
Merasa khawatir akan takdir yang telah digariskan.
Mengubahnya, terkadang menjadi satu keinginan yang tak pernah terpuaskan.


~¤~¤~¤~

"Wen Kexing!"

Teriakan itu bergaung di seluruh kedai Peach. Semua wajah-wajah di sana serentak menoleh.
Mereka melihat pemuda tampan itu terjatuh di dekat kaki meja setelah menendang beberapa kursi dan menjatuhkan guci minuman hingga pecah tercerai berai.

Ternyata yang tadi berteriak adalah lawan main judinya yang terlihat gusar dan menggeram-geram.

"Kau kalah lagi malam ini! Bukannya bayar, malah menghancurkan minumanku," pria itu mengumpat-ngumpat.

Wen Kexing duduk di lantai , bersandar pada kaki meja, terkekeh meremehkan.

"Tidak mungkin! Kau pasti bermain curang," sahut Wen Kexing, sesekali terdengar suara cegukan dari mulutnya.

Pria itu menghampiri Wen Kexing yang terlihat meringis, memijat pangkal alisnya. Dia mencengkeram bagian depan baju Wen Ke Xing, mengekspos dada putih pemuda itu, dan mencondongkan wajah geramnya pada si pemuda yang mabuk dan kalah.

"Uangmu sudah habis malam ini, dan kau masih berlagak jagoan. Kalau tidak punya uang, jangan berani menantangku."

Wen Ke Xing mendorong bahu pria itu, mendengus sebal.
"Baumu tak tertahankan! Menjauh dariku!"

"Hehh! Serahkan uangmu! Jangan mengalihkan topik!"

"Aku akan bayar! Aku pasti bayar!" sembur Wen Ke Xing.

Pria itu melepaskan cengkeramnnya, mendorong tubuh Wen Ke Xing hingga nyaris terjengkang.

"Payah!" dia kembali mengumpat, lantas meraup keping-keping emas yang berceceran.

Wen Ke Xing bersandar lemas di kaki meja, membalas tatapan aneh para pengunjung kedai malam itu. Matanya nyalang dan beringas.

"Apa yang kalian lihat? Sialan!"

Para pengunjung itu kembali memalingkan wajah mendengar bentakan Wen Ke Xing.

"Belum pernah melihat orang yang kalah judi yah?!" dia mendengking lagi, suaranya sudah mirip keledai.

Wen Ke Xing merengut, dia menggapai-gapai ke salah seorang pelayan, meminta anggur lagi.

Pelayan itu mengangguk dan bergegas mengambilkan satu guci minuman.

Dalam diamnya, di balik wajah gusar dan beringas. Sejujurnya Wen Kexing merasa seperti ditusuk, dia sudah terbiasa menang dalam satu bulan belakangan ini dan nyaris lupa bagaimana rasanya kalah.

Hidupnya sudah terbiasa turun naik, tetapi ini sudah kekalahannya yang ke sekian, dan ia sudah bosan mendengar penghinaan-penghinaan yang dilontarkan para pesaing judinya.

Tubuhnya sedikit gemetar karena terkejut. Otaknya yang cerai berai mencoba mengingat apa ada yang salah yang sudah terjadi selama ini.

Tapi tidak, dia menggeleng-gelengkan kepala keras-keras.

Kemampuannya berjudi masih sama, bedanya - kali ini dia tidak beruntung.

Wen Ke Xing berjuang bangkit dari posisinya yang mengenaskan. Terhuyung-huyung di bawah tatapan kasar para pengunjung yang sesekali masih mencuri-curi pandang dan saling berbisik.

"Wen Ke Xing kehilangan keberuntungannya," gumam seseorang.

"kau benar, sekarang dia sial melulu."

"Tak lama lagi, uangnya akan habis, jika dia terus berjudi."

"Oi! Wen Ke Xing, kau akan jadi pengemis!" seseorang nekad berteriak, meluapkan kepuasannya melihat kondisi Wen Ke Xing sekarang.

Wen Ke Xing mendelik, "Apa urusanmu, jika aku jadi pengemis, paling tidak aku akan jadi pengemis paling tampan di desa ini."

"Bhwaahahahaa!!" tawa kasar bergema di dalam kedai.

Wen Ke Xing mendecih, masih sempoyongan, dia berjalan keluar kedai.

"Tidak usah datang lagi kemari Wen Ke Xing, kau akan gagal."

Wen Kexing mengabaikan tawa dan cemoohan, diselimuti kebingungan, dia bahkan nyaris tidak bisa mencerna apapun. Rasa marahnya dengan cepat berubah menjadi panik. Dia tidak suka dipermalukan dan dihina, tetapi saat ini, dia teringat sesuatu yang lebih penting.

Apa ada sesuatu yang hilang atau terlupakan?

Koin emas keberuntungannya!

Ya, itu dia.

Wen Kexing mulai mencari-cari di dalam pakaiannya. Sepasang matanya bergerak liar dan panik.

"Di rumah, aku pasti meninggalkannya di rumah!"

Dan untuk pertama kali dalam hidupnya, Wen Kexing merasakan emosi yang tidak menyenangkan. Di saat dia sudah terbiasa dengan kemenangan dan kesenangan, dia terpaku pada tekad untuk mengubah takdirnya sendiri.

Akankah kali ini, kesialan akan terus menerus menghampiri hidupnya yang damai dan bebas?

~¤~¤~¤~

Hari ke tiga puluh

Braakkk!!!

Terdengar bunyi benda benda berat yang berbenturan.
Wen Kexing rasanya ingin mengobrak-abrik seluruh isi rumah. Sudah beberapa hari dia mencari-cari koin itu, tetapi dia tidak menemukannya.

Dia membanting pintu, membalikkan meja dan tempat tidur, mengacak-acak pakaian dan benda apapun yang tersisa di rumah tuanya.

Ah Xu terduduk di sudut ruangan, ekspresinya rumit, rasa heran lebih mendominasinya dibanding ketakutan akan ulah Wen Kexing yang mengamuk dan melempar barang.

"Kau yakin tidak melihatnya?" Wen Kexing nyaris membentak Ah Xu.

Pemuda itu menggeleng perlahan. Aura ketenangan di wajah dan sepasang mata beningnya nampak retak, menyisakan jejak ketakutan dan rasa khawatir.

"Aku bahkan tidak tahu seperti apa bentuknya," Ah Xu memberanikan diri berkata.

"Tidak ada bedanya dengan koin emas biasa," Wen Kexing berdiri di tengah ruangan, meniup anak rambut di pelipisnya, menoleh pada Ah Xu penuh rasa frustasi.

"Aku tidak percaya bisa kehilangan benda berharga itu!" dia mengumpat lagi, tak berdaya.

"Aku gagal melindunginya, keberuntunganku perlahan terkikis dan hilang sama sekali."

"Apakah ada benda yang bisa mengubah garis hidup seseorang?" gumam Ah Xu.

Wen Kexing melirik malas.
"Ah, kau sangat naif. Tidak ada gunanya menjelaskan hal ini padamu."

Dengan geram, Wen Kexing menghempaskan tubuhnya. Dia duduk, menyangga kening dengan telapak tangan, sementara sikunya bertumpu di atas paha.

Ekspresinya sinis dan kernyitan yang dalam lahir di pangkal alisnya.
Ah Xu memandangi pemuda tampan itu dengan khawatir.

"Memangnya kenapa jika kau kehilangan koin keberuntungan? Apakah kau tidak bisa menang tanpa bend aitu?" tanya Ah Xu, cukup berhati-hati untuk tidak menyinggung perasaan Wen Kexing yang pemarah.

Pertanyaan itu sedikitnya membawa keajaiban. Wen Kexing mengangkat wajah, menatap lekat pada wajah Ah Xu yang manis dan menawan. Tanpa sadar dia tersenyum samar.

"Kau benar, aku penjudi handal. Kita lihat saja nanti. Para penjudi norak di kedai Peach tidak akan berani mencemoohku lagi. Jika mereka masih tetap nekad, aku akan membunuh semuanya!"

Wen Kexing mengepalkan tinju, matanya sekejap memancarkan sorot menakutkan. Ah Xu melihatnya dan seketika merinding.

"Jangan! Jangan lakukan!" dia berkata tergagap-gagap.

Raut seram di wajah Wen Kexing perlahan-lahan sirna. Dia menatap lembut pada Ah Xu, memberi isyarat agar pemuda itu duduk di sampingnya. Isyarat itu seolah bagaikan api yang membakar sumbu petasan. Mata Ah Xu berbinar sekejap sebelum menuruti kata-kata Wen Kexing.

Dia berjalan menuju kursi di mana Wen Kexing duduk. Satu-satunya benda yang belum terjungkal dan masih berada pada posisi yang benar.

Wen Kexing menoleh pada Ah Xu, untuk sesaat terpukau pada binar matanya. Dalam momen sekejap seperti ini, Ketika keduanya berpandangan dalam diam, Wen Ke Xing merasa emosi aneh yang asing, dan tidak mengerti bagaimana perasaan itu terkadang menguasainya. Seakan-akan dia ingin memberika seluruh dunia kepada Ah Xu yang justru belum menjadi manusia sempurna, tetapi satu-satunya yang dia miliki dalam hidup ini adalah koin keberuntungannya, dan bahkan sekarang benda berharga itu telah hilang.

"Apa aku membuatmu takut?" tanyanya pada Ah Xu, dia menumpangkan telapak tangan pada punggung tangan Ah Xu, jemari yang putih dan ramping itu dingin dalam genggamannya.

Ah Xu menggeleng, tersenyum manis.

"Sebenarnya aku hanya terlalu emosi. Aku begitu berambisi mengumpulkan uang dan keahlianku hanya berjudi. Kesenangan yang menghasilkan uang."

Ah Xu memperhatikan dengan tatapan lembutnya yang tenang.
"Tapi untuk apa begitu berambisi?" dia bergumam.

"Aku ingin, entahlah - aku ingin memberikanmu sebuah kehidupan," pertama kali dalam hidupnya yang urakan, Wen Kexing menggumamkan sesuatu yang begitu dalam dan dramatis.

Diam-diam dia menelan liur dan merasa jijik pada diri sendiri. Bagaimana mungkin pemuda pemberani dan nekad seperti dirinya terdengar begitu sentimental.

"Aku sudah hidup," Ah Xu tertawa perlahan, merdu mengusik telinganya.

Hati Wen Kexing berdebar tak karuan.

Sialan, kenapa aku ini?

Dia mengutuk lagi dalam hati.

"Kau memberiku makanan minuman pakaian dan juga nama," lanjut Ah Xu.

Wen Kexing terkekeh, menurutnya kalimat sederhana itu terdengar sangat ironis. Tentu saja yang dia maksud bukan hal-hal sepele seperti makan dan minum, tetapi jauh lebih bermakna dari itu.

Tapi mungkinkah Ah Xu mengerti, dia kan hanya pemuda yang terbuat dari mayat.

"Lao wen, ngomong-ngomong, kau memberiku nama Ah Xu, apa arti nama itu?' tanya Ah Xu, masih dengan gayanya yang polos dan sederhana.

Wen Kexing mengernyit, dia mengerling malas pada Ah Xu, sikapnya selalu saja begitu jika merasa bingung atau tidak bisa menjawab sesuatu.

"Aku juga tidak tahu," jawabnya ringan.

Ah Xu bengong.

"Jadi tidak ada artinya yah?'

"Apa itu sangat penting? Kalau tidak mau nama itu ya sudah," Wen Kexing mendengus. Jujur saja dia juga sebenarnya tidak banyak berpikir, nama itu terlintas begitu saja.

"Eh bukan begitu. aku mau, tentu saja aku mau menerima nama itu darimu."

"Aku benaran tidak tahu artinya. Kalau kau tidak punya nama kan repot. Jadi yaa seadanya saja," Wen Kexing berkata lagi.

Ah Xu tersenyum lebar. Dia menyandarkan bahunya ke tubuh Wen Kexing, dan berkata dengan riang.

"Biar pun seadanya, tapi aku senang. Karena kau yang memberikan nama itu."

Wen Kexing merasa sedikit panik. Lagi-lagi tubuh keduanya bersentuhan sangat dekat. Dia memutar badan, kedua tangannya menangkup wajah Ah Xu. Pipi pemuda itu masih dingin, meski tidak sedingin sebelumnya.

Ah Xu menatapnya berbinar-bnar.

"Kenapa Lao Wen?" tanya Ah Xu. Merasakan bahwa Wen Kexing menatapnya dengan aneh.

"Tidak apa-apa," sahut Wen Kexing, suaranya tercekat di tenggorokan.

Dia menarik bahu Ah Xu perlahan-lahan. Tubuh pemuda itu mendekat tanpa perlawanan, Wen Kexing memeluknya sekejap sebelum kembali menjauhkan tubuh dingin Ah Xu.

Sekilas momen singkat berpelukan itu, untuk pertama kali Wen Kexing mendengar dan merasakan detak jantung Ah Xu.

Pemuda ini sudah benar-benar hidup.

Ah Xu hidup.

Apakah dia memiliki jiwa dan perasaan yang sama sepertiku.

Wen Kexing menghela nafas berat. Di dalam hatinya, ketakutan akan peringatan setan gerbang Suzaku, keragu-raguan, dan juga rasa cinta, bercampur aduk jadi satu.

Ah Xu, aku bukannya takut karena kau terbuat dari mayat

Yang membuatku takut adalah-

Perasaan ini.

To be continued

Bagaimana kisah mereka selanjutnya?

Vote and comment if you like Wenzhou family ❤💞

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro