Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 5 : Silent Feeling

Shenshen_88
Present

Wenzhou Fanfiction

🌷Happy Reading 🌷

Hari ke sepuluh.

"Ah Xu, ambilkan anggur!" suara Wen Kexing memecah keheningan.

Wen Kexing bersandar di dipan di ruangan utama rumah besar tua peninggalan orang tuanya. Rumah yang nyaris kosong dan sepi. Jenis kesepian yang bahkan jarum jatuh pun bisa terdengar.

"Ah Xu!"

Ah Xu duduk di lantai, diam menunduk.

"Hai, dengar tidak?" Wen Kexing bersuara lagi, kali ini lebih lantang.

Ah Xu masih belum bereaksi.

"Penampilannya memang menawan, tapi dia sama sekali tidak mendengar," pemuda tampan itu bergumam samar dan melirik sekilas dengan tatapan jengkel.

Ketika Wen Kexing bangun dari posisi duduknya yang setengah berbaring, Ah Xu bergerak sedikit.

Dia mengangkat wajahnya, menoleh perlahan pada Wen Kexing.

Wen Kexing yang bangkit berdiri berniat mengambil anggur, tanpa sadar berbelok arah mendekati Ah Xu. Dia berjongkok di depannya, mengamatinya dari dekat. Perlahan ia mengelus pipi Ah Xu.

Masih dingin, batinnya.

Saat ini jiwanya masih murni, seperti bayi yang baru lahir. Tidak seharusnya aku bicara keras padanya.

"Maafkan aku Ah Xu, tadi aku bicara keras padamu," ujar Wen Kexing.
Ah Xu menatapnya, seulas senyum merekah di wajahnya yang pucat.

"Aku tahu sedikit demi sedikit akan terjadi perubahan padamu."

Wen Kexing meraih tangan Ah Xu yang begitu dingin dan lembut seolah tak bertulang, ia merasakan bulu kuduknya berdiri tegak.

"Kau bahkan belum genap satu bulan," gumam Wen Kexing lagi.

Dia membelai-belai punggung tangan Ah Xu. Meski dia memang terpesona sesaat oleh rupa fisik Ah Xu, Wen Kexing masih memiliki perasaan ngeri. Itu wajar saja. Di sisi lain, ia masih merasa kesal pada setan tua yang seolah-olah mengerjainya.

Apa gunanya memiliki pemuda ini sebagai pelayan, Wen Kexing menggerutu dalam hati.

Fisiknya terlihat lemah, aku tidak yakin dia kuat melakukan beberapa pekerjaan.

Jangan-jangan dia mati dalam tiga hari, ia mengomel lagi.

Masih menatap eskpresi wajah Ah Xu yang hampa, Wen Kexing teringat kembali ucapan kakek setan malam itu.

Jika kau menyentuhnya sebelum seratus hari, maka pemuda ini akan meleleh.

Setan tua itu benar-benar merendahkanku, mana mungkin akum au tidur dengan pengantin yang terbuat dari mayat..

Wen kexing mengumpat lagi dalam diam.

"Nah Ah Xu, kenapa kau duduk di lantai. Bangunlah, kau bisa duduk di kursi itu bersamaku," Wen Kexing memegang pergelangan tangan Ah Xu, menariknya dengan sangat hati-hati.

Ah Xu berusaha mengangkat tubuhnya sendiri, dan meskipun pergerakannya lambat, dia berhasil mengikuti Wen Kexing dan duduk manis di kursi kayu.

Sementara Wen Kexing mengambil seguci anggur dari lemari persediaan makanan dan minuman, membawanya ke meja di hadapan Ah Xu beserta dua buah cangkir porselen.

"Kau jarang sekali makan, hanya minum air, apa kau tidak lemas?" tanya Wen Kexing, dia mengisi cangkir dengan anggur, memberikannya pada Ah Xu.

"Minumlah!"

Ah Xu menyambut gelas itu dengan gerakan lambat, membuat Wen Kexing merasa gemas, ia memutar bola matanya seraya menghela nafas.

"Kalau terus menerus lambat begini, aku bisa-bisa terbawa lambat seperti keledai tua," gumam Wen Kexing putus asa.

Ah Xu menoleh padanya, menatapnya aneh.

"Ah tidak, tidak, aku tidak sedang mengomelimu.." Wen Kexing tersenyum meringis-ringis.

Meski dalam hati ia mudah sekali kesal, tetapi entah mengapa ia tak ingin menyinggung perasaan Ah Xu. Meskipun dirinya masih ragu apa Ah Xu benar-benar seperti manusia normal pada umumnya. Memiliki hati dan perasaan, bisa marah, sedih, dan gembira.

Entahlah.

Sejauh ini ekspresinya masih saja datar dan membosankan. Dia bahkan tidak pernah bicara.
Wen Kexing menghabiskan anggurnya dalam sekali teguk, kemudian mengisinya lagi.

"Kenapa kau tidak minum?" dia mengawasi tangan Ah Xu yang masih memegang cangkir tanpa meminum isinya.

Ah Xu mengangguk, menatap padanya sekilas dan mulai minum dengan gerakan anggun yang lambat.

Jika aku minum dengan gerakan seperti itu, aku bisa menghabiskan waktu satu tahun untuk menghabiskan dua guci anggur, Wen Kexing membatin lagi, dia menggeleng-gelengkan kepala.

Ah Xu menurunkan kembali cangkirnya, anggur menetes-netes dari sudut bibirnya yang tipis berwarna merah muda.

Tersenyum geli, Wen Kexing mengulurkan tangan, mengusap tetesan anggur itu dengan jemarinya.

"Pelan-pelan saja minumnya, kau belum terbiasa," Wen Kexing berkata lembut dengan tersenyum.

Ada binar samar dalam mata Ah Xu, pemuda itu balas tersenyum pada tuannya. Di saat bersamaan Wen Kexing tidak bisa mengalihkan pandangan.

Semakin dia menatap Ah Xu, semakin dia menyukainya.

"Ah Xu, untuk beberapa malam ke depan, aku mungkin akan meninggalkanmu pada malam hari untuk pergi ke kedai Peach," ujar Wen Kexing.

"Aku kangen berjudi. Setelah mendapatkanmu dari setan tua itu, aku jarang sekali pergi kesana menantang para penjudi payah. Kau tidak boleh pergi kemana-mana, diam saja di rumah dan tunggu aku pulang."

Ah Xu terdiam seperti biasanya, baru setelah Wen Kexing nyaris berpikir ucapannya tidak didengar Ah Xu, pemuda itu mengangguk lambat-lambat.

"Kau sudah tahu tempat aku menyimpan makanan dan minuman, kau juga bisa memakai pakaianku sesuka hati. Kau mengerti?"

Wen kexing tidak menunggu Ah Xu mengangguk lagi karena ia tidak sabar.

Pemuda itu menyambar guci berisi anggur dan menikmati minumannya sendirian.

~¤~¤~¤~

Hari ke dua puluh

Bunyi derak ranting patah bergema Ketika Wen Kexing melintasi jalanan sepi di tengah-tengah kebun.

Memegang guci berisi anggur di tangannya, dia menembus kegelapan malam sampai tiba di jalanan yang lebih ramai. Lampion-lampion merah dan kuning bergelantungan di atap-atap toko dan penginapan.

Sebelum Wen Kexing menyebrangi jalanan dia merasa seolah-olah ada sesuatu di belakangnya. Angin malam mengibarkan rambut dan ujung jubahnya ke satu sisi saat dia perlahan memutar tubuh, memicingkan mata berusaha mengenali bayangan samar di dalam keremangan.

"Ah Xu," dia terperangah.

Jaraknya mungkin masih sekitar empat puluh meter di belakangnya, tapi dia bisa mengenali sosok itu.

Tinggi, ramping, dengan pergerakan anggun dan lambat.

Sifat tidak sabaran wenkexing seketika menyeruak ke permukaan. Ekspresinya berubah kesal. Menenggak anggurnya penuh emosi, dia berdiri menunggu bayangan itu mendekat.

"Ah Xu!" dia menyembur, saat jarak mereka tersisa satu meter lagi.
Pemuda itu menghentikan langkah, menatap kosong pada wajah Wen Kexing.

"Kenapa mengikutiku?" Wen Kexing bertanya dengan suara mendesis.

Ah Xu tidak menjawab, hanya pandangannya melingsir turun, mengawasi rerumputan di kaki Wen Kexing.

"Kembali ke rumah! Aku akan pergi berjudi ke kedai Peach. Pulang dan tunggu aku!"

Tanpa menunggu reaksi Ah Xu, ditambah perasaan jengkel karena pemuda itu tidak mematuhinya, Wen Kexing berlalu pergi tanpa menoleh lagi. Merasa yakin bahwa Ah Xu akan kembali ke rumah jika dia mengabaikannya.

"Mengerikan.." gumam Wen Kexing pada diri sendiri, sudut bibirnya terangkat melahirkan ekspresi menyebalkan yang membuat musuh ingin menamparnya.

Wen Kexing merasa bahwa Ah Xu telah merusak moodnya kali ini dan dia semakin kesal melihat ekspresi Ah Xu yang masih saja tidak menampakkan kemajuan yang diharapkan.

Dia sebenarnya memiliki kekhawatiran bahwa dunia luar belum siap dimasuki Ah Xu yang masih polos dan lugu. Wen kexing ingin sekali menceramahinya panjang lebar tetapi sudah tentu pemuda tampan itu hanya akan membisu, memngangguk dan tersenyum malu-malu.

"Aku akan mengomelinya lain kali," gumam Wen Kexing.

Sekali lagi dia menoleh pada Ah Xu yang kali ini tidak bergerak mengikutinya. Hanya berdiri mematung, matanya masih menunduk, sekilas dalam keremangan Wen Kexing bisa melihat tatapan Ah Xu berubah sendu.

"Ehh.. apa dia sedih karena aku memarahinya?" dia berpikir beberapa lama, tak menyadari bahwa kakinya sudah menginjak undakan tangga pertama menuju kedai Peach.

"Apa aku harus mengantarnya kembali?"

Wen Kexing belum sempat memutuskan Ketika sebuah suara sember dari dalam kedai memanggilnya penuh keriangan.

"Hai, Wen Kexing!"

Pemuda tampan itu serentak menoleh, panggilan kawan penjudinya lebih menggugah hatinya saat ini dibanding pemikiran apapun. Termasuk tentang Ah Xu.

"Selamat datang kembali Tuan Wen," pelayan kedai memberinya sapaan dengan gaya dilebih-lebihkan.

Wen Kexing membusungkan dada, berjalan mantap memasang tampang tak terkalahkan, diiringi seringai khas di wajahnya yang setampan malaikat.

"Apa kau datang untuk menang, Wen Kexing?!" seru salah seorang penjudi.

"Hehee.. Tentu saja!" Wen Kexing menyahut angkuh.

Dia mengambil tempat duduk di salah satu meja dan bergabung dengan dua orang yang tengah memasang taruhan.

Dua orang gadis penghibur saling dorong dan berebut memijit bahu dan menyajikan minuman pada Wen Kexing.

"Sudah berapa lama kau tidak datang Tuan Wen," seorang gadis penghibur menyapa dengan manja dan genit.

"Kenapa? Tidak bisa menemukan tamu setampan dan sekaya aku?" sahutnya enteng.

"Kau lihat sendiri Tuan, para tamu di sini seperti kakek-kakek semua," si gadis berkata lagi, kali ini disertai nada pahit dan penuh keluhan.

Wen Kexing terbahak. Dia meneguk anggurnya.
"Wajar saja. Gadis-gadis di sini juga persis nenek-nenek semua."

Si gadis penghibur memukul pelan bahunya sambil merengut.
"Tuan Wen, kau kejam sekali."

Seorang pria penjudi di seberang meja melempar dadu ke depan Wen Kexing.
"Mau bertaruh denganku?" tantangnya, matanya memerah karena mabuk.

Wen Kexing menyeringai sinis.
"Aku sudah siap memenangkan semua permainan," Wen Kexing terkekeh, matanya menatap garang.

"Seperti biasanya."

Jam demi jam bergulir seiring bergulirnya dadu demi dadu yang dimainkan para penjudi.

Hampir lewat tengah malam ketika semua permainan nyaris mencapai puncaknya. Beberapa umpatan terdengar dari sana sini, lawan main Wen Kexing memukul meja dengan kesal, dia sudah kehilangan semua uangnya.

"Heh! Wen Kexing! Kenapa kau selalu jadi yang terbaik?" pria itu mengumpat marah, tetapi hanya bisa menelan kekalahannya tanpa daya.

"Dewa keberuntungan selalu mengikutiku," sahut Wen Kexing, lantas kembali tergelak riang gembira.

Hei!!

Hahaha..!!

Tiba-tiba terdengar bunyi keributan dari luar. Malam yang semakin merangkak larut dan sepi, membuat semua suara terdengar sangat jelas.

Beberapa orang tamu yang masih bertahan di kedai Peach serentak menoleh ke arah pintu keluar.

"Heh, ada apa di luar? Kenapa ribut sekali?" gumam para pria mabuk itu.

Wen Kexing menoleh cepat. Dia yang paling terperanjat dianatar semuanya. Sebuah kesadaran menyeret dirinya untuk bangkit berdiri dan bepaling keluar.

"Hei Wen Kexing, mau kemana kau? Bagaimana dengan pertandingan selanjutnya?"

Wen Kexing tidak mempedulikan suara-suara yang memanggilnya.
Ekspresi wajahnya mengeras dan berubah kejam saat dia mendengar samar-samar suara lantang di sela tawa serak yang mengerikan.

"Jangan sampai dia terluka!"

"Astaga, aku tidak pernah melihat pemuda setampan ini."

"Bagaimana kalau kita ambil saja dia dan kita jual mahal di pasar budak."

Braakkkk!!!

Wen Kexing menendang sebuah kursi dan meja sebelum akhirnya melesat keluar kedai.

To be continued
Please vote and comment if you like this story
It warms my heart ❤



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro