Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 24 : Love In River

🌸 Happy Reading 🌸

Angin berbisik, mengawal sekawanan kunang-kunang yang berkeliaran di sekitar semak-semak, menyentuh dedaunan dan bunga-bunga.

Wen Kexing menatap penuh nostalgia, dan menutup ceritanya dengan satu kalimat,

"Setelah bertahun-tahun, akhirnya kami memutuskan kembali ke desa ini. Seperti yang kau tahu, agar kami tidak melupakan awal dari kisah kami. Kembali mengenang masa lalu yang indah, dengan berada di sini, kenangan terasa begitu dekat. Bagaimana pun, desa ini tempat kami menikah, di sini rumah kami. Mengembara memang menyenangkan, tetapi rumah selalu menjadi tempat yang layak dirindukan."

Cerita Wen Kexing berakhir, meninggalkan kesan muram sekaligus haru di wajah Cheng Ling. Melihat anak muda itu menunduk, Wen Kexing melingkarkan lengan di bahu Cheng Ling, menepuk-nepuk lembut penuh kehangatan dan kasih sayang seorang ayah.

"Apa yang membuatmu murung? Apa kisah kami kurang bahagia?" tanya Wen Kexing, dia memiringkan wajah, mengamati ekspresi Cheng Ling dari samping.

"Akhir yang tak terduga, tetapi bahagia. Itu yang paling penting. Tapi, entah mengapa aku teringat keluarga besarku yang telah tiada," suara Cheng Ling tertahan ragu, khawatir menyinggung perasaan Wen Kexing.

Pria tampan itu tersenyum penuh empati.

"Wajar jika kau sedih, peristiwa buruk masa kecil sulit dilupakan. Aku bisa mengerti. Awalnya aku sempat mengira, dengan kami menyayangimu begitu banyak. Kau tidak akan merindukan keluargamu."

Wen Kexing tidak mengatakan bahwa ia tersinggung, akan tetapi Cheng Ling mulai bisa menebak perasaannya dari cara dia menepuk bahu, kekuatannya sedikit bertambah. Kemurungan di wajahnya akan menimbulkan kesalahpahaman. Cheng Ling memutuskan untuk tersenyum dan menampilkan ekspresi bahagia.

"Wajahmu lebih baik sekarang," ujar Wen Kexing, balas menampilkan senyum tampannya.

Cheng Ling belum sempat bersuara ketika Ah Xu muncul di pintu, mengawasi keduanya penuh curiga.

"Apa yang kalian lakukan di halaman? Sudah hampir sejam aku dibiarkan sendiri di belakang."

Wen Kexing menoleh pada pria cantik belahan jiwanya dan menjawab,

"Kami sedang bicara. Mendengarkan suara suara dari masa lalu.."

Ah Xu memvoutkan bibirnya, melirik sekilas, tatapannya masih diliputi curiga.

"Kalian tidak sedang membicarakan aku bukan?"

"Tidak. Kami bicara hal lain."

"Hal lain? Apa ada yang menarik bagimu selain aku? Lao Wen, kau masih saja suka bergosip dan membual!"

"....?!#@..?!"

Ucapan itu menarik benang perdebatan dan pertengkaran kecil yang akan selalu dimenangkan oleh Ah Xu. Wen Kexing tidak bisa berbuat apa-apa selain menggaruk tengkuknya dan meringis.

"Cheng Ling ingin mendengar dongeng menarik, katanya ceritamu selalu membosankan," selesai mengatakan itu, Wen Kexing menutup mulutnya.

"Jadi begitu rupanya. Hmm-- cepat kemari bantu aku merebus obat!" Sang pria cantik berbalik kembali ke dalam rumah.

"Obat apa lagi? Kau belum selesai?" seru Wen Kexing, dia melirik Cheng Ling yang menahan senyum.

"Sebenarnya bukan obat. Tapi racun."

"Racun? Kau ingin membunuh siapa?" menyeret kakinya menyusul Ah Xu, Wen Kexing berpura-pura terkejut.

"Untuk membunuh mu."

"Astaga, Ah Xu.. kau sangat menakutkan seperti setan."

Perdebatan sepertinya berlanjut karena Cheng Ling bisa mendengar sayup suara mereka saling bersahutan.

Anak muda itu kembali tersenyum, menatap langit malam bertabur bintang keperakan.

~°~°~°~

Sungai menyanyi, mengalir lepas. Meninggalkan jejak basah bebatuan di tepian. Pagi yang cerah, matahari merangkak naik dari balik hutan bambu.

Ah Xu duduk di atas bebatuan, layaknya sekuntum bunga peony, berkembang dalam sinar mentari. Pakaiannya selapis jubah berwarna turquoise, angin meniup sisi jubahnya hingga menggeletar naik turun.

Wen Kexing berjalan cepat menghampirinya.

"Di sini kau rupanya. Kenapa tidak bilang jika ingin mandi bersama di sungai?" Pria tampan itu duduk di sisi Ah Xu, membenamkan kakinya hingga betis, membiarkan sejuk air sungai membasuh dan memberi kesegaran.

"Mandi bersama?" Ah Xu mencibir.

"Ya. Bercinta di bawah sinar matahari pagi, romantis bukan?"

Astaga...

Ah Xu meniup anak rambutnya yang sudah melambai sejak tadi.

"Kau tidak waras."

Tiba-tiba dalam sepersekian detik, Wen Kexing melompat ke dalam sungai sambil menarik tangan Ah Xu bersamanya.

Byurrrr!!!

"Aahh..."

Seperti sebuah kejutan yang tidak diharapkan, Ah Xu memekik saat kesejukan air membungkus tubuhnya. Pakaian keduanya melekat ke badan kala mereka berenang-renang di sungai.

Ah Xu muncul lebih dulu ke permukaan.

"Apa rencanamu?" Dia menyembur tepat di depan wajah Wen Kexing yang tertawa riang.

"Sudah kubilang, kita bercinta di sungai."

"Kau tidak punya ide lain yang lebih gila. Bagaimana kalau ada buaya memangsamu."

"Aku buayanya," Wen Kexing terbahak.

Dia mengulurkan lengan menarik tubuh Ah Xu dalam pelukannya. Keduanya masih terendam di sungai. 

Astaga, Lao Wen..

Bibir dan lidah Wen Kexing basah dan panas mencium dan menjilati bibir Ah Xu. Ditingkahi deru merdu air sungai, nafas mereka terengah kala ciuman semakin panjang dan dalam.

Ah Xu benar-benar tidak siap mental dan tercengang saat lengan Wen Kexing melingkari pinggangnya, menarik ikatan baju panjang yang ia kenakan.

Ingin rasanya dia memukul Wen Kexing.

Tetapi, ciuman itu tidak juga berhenti dan semakin panas. Ah Xu tidak mampu melawan ketika Wen Kexing kembali berenang dan menariknya ke tepian.

"Ahh.. jangan, jangan -- tidak di sini.."
Ah Xu mengerang khawatir. Dia sangat tahu bahwa Wen Kexing memiliki saraf besi dan tidak peduli alam sekitar saat dia menginginkannya. Tangannya mulai bergerak di seluruh tubuh Ah Xu yang setengah telanjang sementara kedua betis mereka setengah terendam di air sungai.

Keduanya tidak mendengar lagi bunyi kicau burung merdu di ranting pepohonan, atau desau angin yang berlarian di atas rerumputan. Mereka mendesis, mengerang menahan rangsangan yang tidak alami. Semakin lama semakin bergairah. Dengan penuh semangat, Wen Kexing menekan tubuh Ah Xu ke rerumputan.

Sepertinya indra mereka menjadi tumpul karena tidak menyadari kedatangan seseorang, bahkan saat orang itu memanggil, mereka sama sekali tidak sadar. Baru setelah kedua kali, samar-samar telinga tuli mereka sedikit berfungsi.

"Paman..."

Ah Xu tertegun atas kejutan sesaat yang luar biasa itu. Dia mendorong tubuh Wen Kexing yang berada di atasnya, tapi sudah terlambat untuk mencegah mata suci Cheng Ling menangkap pemandangan tidak sopan itu.

"Cheng Ling, kamu.." Wen Kexing menatap bengong ke arah Cheng Ling. Dia bahkan lupa akan penampilan anehnya , tidak peduli seberapa banyak tubuhnya tersingkap.

"Mengapa kau kemari?" Ia menggerutu, merasa sebagai korban karena keasyikannya terganggu.

Di lain pihak, Ah Xu sangat gelisah.

"Sudah kubilang, kau memang tidak waras.." Ah Xu mendorong tubuh Wen Kexing lebih keras lagi.

Byurrr!!

Tubuh Wen Kexing tercebur ke sungai.

Sementara Cheng Ling berdiri dengan kedua kaki kebas. Di bawah situasi menakjubkan, dia hanya bisa menutupi mulutnya dengan putus asa.

Ah Xu memperbaiki pakaiannya, tidak bisa menahan diri untuk merasa canggung.

"A-- apa yang terjadi?" Cheng Ling meringis karena merasa lebih malu dari kedua orang yang tertangkap basah.

"Dan itu.. itu.. kalian telanjang."

Wen Kexing yang baru muncul lagi ke permukaan sungai menggigit lidah, merasa yakin telah menggali kuburannya sendiri begitu melihat Ah Xu menatap galak padanya.

Cheng Ling seketika berbalik dan berlarian, pemandangan memalukan itu membuatnya ingin tertawa keras sekaligus sangat malu hingga rasanya ingin menabrak pohon dan pergi mati.

Nampaknya pikiran kacau membuat kewaspadaan anak itu berkurang, kakinya tiba-tiba terantuk akar pohon dan tubuhnya terlempar jatuh mencium tanah.

Sruukkk!!!

Astaga! Demi setan! Wen Kexing menepuk dahinya keras.

Ah Xu melompat bangkit dan berlari menuju Cheng Ling yang sudah kehilangan kesadarannya dengan ekspresi sangat manis.

"Cheng Ling!"

Sang pria cantik memeluk Cheng Ling, seketika menoleh pada Wen Kexing, tatapannya menuduh, seolah benar-benar ingin membunuh.

"Lao Wen, ini semua gara-gara kau!"

Ada mendung berkelebat di kepala Wen Kexing, dia hanya bisa mendesah pasrah.

Habislah aku!

Selesai!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro